Eks Ketua KPK Firli Kembali Ajukan Praperadilan Terkait Kasus Pemerasan Terhadap SYL

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR, di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 3 Juni 2021. (Foto: Ismail Pohan/TrenAsia)

MAKASSARINSIGHT.com, JAKARTA - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, kembali mengajukan permohonan agar status tersangkanya dalam kasus pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL), dibatalkan.

Informasi ini diperoleh dari penelusuran melalui situs Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Pengajuan praperadilan tersebut tercatat dengan nomor surat 17/Pid.Pra/2024/PN.JKT.SEL.

Permohonan ini diajukan oleh Firli Bahuri pada Senin, 22 Januari 2024. Pengaju praperadilan tersebut dengan jelas teridentifikasi sebagai Firli Bahuri, sementara pihak yang dimintai pertanggungjawaban dalam permohonan tersebut adalah Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Metro Jaya.

Baca Juga: 

Walaupun demikian, isi dari permohonan tersebut belum dapat diakses. Firli dituduh melanggar Pasal 12 e, Pasal 12 B, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Sebelumnya, Imelda Herawati, Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, menolak sepenuhnya gugatan praperadilan yang diajukan oleh Ketua KPK nonaktif, Firli Bahuri. Keberatan tersebut terkait dengan penetapan Firli Bahuri sebagai tersangka dalam kasus pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo (SYL).

“Menyatakan permohonan pra peradilan pemohon tidak dapat diterima,” ungkap hakim Imelda di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Selasa, 19 Desember 2023.

Berdasarkan pertimbangannya, hakim menolak satu petitum gugatan yang menyatakan penetapan tersangka tidak sah karena kurangnya dua alat bukti yang memadai. Selain itu, perihal ketiadaan mens rea dari pemohon untuk melakukan tindak pidana korupsi juga tidak diterima.

Baca Juga: 

Hal ini disebabkan karena praperadilan hanya menilai aspek formil terkait keberadaan alat bukti yang memadai, bukan substansi dari perkara itu sendiri. “Maka terhadap dalil permohonan pemohon tersebut tidak dapat diterima,” ungkap hakim.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Distika Safara Setianda pada 23 Jan 2024 

Editor: Isman Wahyudi
Bagikan
Isman Wahyudi

Isman Wahyudi

Lihat semua artikel

Related Stories