Ekonomi & Bisnis
Masalah Distribusi Bikin Surplus Beras Tak Berarti, Harga Masih Tinggi
MAKASSARINSIGHT.com - Pemerintah berulang kali menyampaikan bahwa stok beras nasional berada dalam kondisi aman, bahkan surplus. Namun, kondisi tersebut belum sepenuhnya tercermin di tingkat konsumen.
Harga beras di pasar masih tinggi dan di sejumlah daerah justru mengalami kelangkaan, memunculkan anomali antara klaim ketersediaan di hulu dan realitas di hilir. Pemerintah menyebut stok beras Cadangan Beras Pemerintah (CBP) di gudang Bulog telah mencapai sekitar 3,5 juta ton, tertinggi sepanjang sejarah.
Selain itu, surplus beras nasional hingga akhir 2025 diklaim mencapai 9,3 juta ton, dengan realisasi surplus hingga pertengahan tahun sekitar 3,6 juta ton. Namun, klaim tersebut berbanding terbalik dengan kondisi di pasar. Harga beras masih berada di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).
Di pasar tradisional, beras murah dijual sekitar Rp12.000 per kilogram, tetapi dengan kualitas rendah. Sementara itu, beras kualitas konsumsi rumah tangga dijual jauh di atas HET. Bahkan, di sejumlah daerah, rak beras di minimarket dilaporkan kosong.
Baca Juga:
- Ini Alasan Jahe Dijadikan Campuran di Hidangan Natal
- Refleksi Akhir Tahun 2025, Munafri Wajibkan OPD Respons Aduan 2x24 Jam
- Daftar 5 Drama Korea yang Tokoh Utamanya adalah Jurnalis
Data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kemendag–BPS pada pekan II Agustus 2025 menunjukkan harga beras masih tinggi di seluruh wilayah. Di Zona I, harga beras medium tercatat Rp14.012 per kg dan beras premium Rp15.435 per kg, meningkat dibanding Juli 2025. Seluruhnya melampaui HET.
Sementara di Zona II dan III, harga beras medium mencapai Rp14.875 per kg dan premium Rp16.625 per kg, juga lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya dan berada di atas HET.
Murah di ASEAN, Mahal di Dalam Negeri?
Menariknya, secara global harga beras Indonesia tergolong murah. Berdasarkan Global Product Prices per April 2025, harga rata-rata beras dunia tercatat US$2,18 per kg. Indonesia berada di level US$0,91 per kg atau sekitar Rp14.900, menempatkannya sebagai salah satu negara dengan harga beras terendah di Asia Tenggara.
Sebagai perbandingan, Vietnam mencatat harga US$0,99 per kg, Thailand US$1,08 per kg, Singapura US$1,16 per kg, dan Filipina US$1,44 per kg. Malaysia justru menjadi yang termahal di kawasan dengan harga US$2,71 per kg.
Secara posisi global, Indonesia berada di peringkat ke-76 dari 80 negara, jauh di bawah rata-rata dunia. Data ini kerap dijadikan dasar pemerintah untuk menegaskan keberhasilan kebijakan stabilisasi pangan nasional.
Baca Juga:
- PDAM Makassar Tingkatkan Kapasitas IPA IV Maccini Sombala, Sejumlah Wilayah Terdampak Gangguan Air 1x24 Jam
- Ini Alasan Jepang dan Indonesia Rentan Tsunami
- Inovasi Limbah Daun Nanas jadi Serat Pakaian, Bisa Diekspor!
Distribusi Jadi Titik Lemah
Meski demikian, murahnya harga beras secara statistik tidak otomatis menjamin keterjangkauan di lapangan. Masalah distribusi, kualitas beras, serta efektivitas penyaluran CBP dari gudang Bulog ke pasar dinilai masih menjadi titik lemah utama, merujuk riset Center of Indonesian Policy Studies (CIPS).
Ketidaksinkronan antara data surplus produksi dan realitas harga di pasar berpotensi membebani konsumen. Di sisi lain, penumpukan beras di gudang juga memunculkan risiko kerugian negara, terutama jika kualitas beras menurun akibat penyimpanan terlalu lama.
Kementerian Pertanian mengakui bahwa tantangan ke depan tidak lagi semata-mata peningkatan produksi, melainkan optimalisasi distribusi dan stabilisasi harga agar manfaat beras murah dapat dirasakan merata, termasuk di wilayah Indonesia Timur.
Dengan kondisi saat ini, klaim surplus beras nasional masih menyisakan pekerjaan rumah besar, memastikan stok melimpah di gudang benar-benar sampai ke meja makan masyarakat dengan harga yang wajar.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Muhammad Imam Hatami pada 17 Dec 2025
