Ekonomi & Bisnis
Hilirisasi Nikel Bikin 200 Ribu Hektare Hutan Halmahera Rusak
MAKASSARINSIGHT.com, JAKARTA - Deforestasi hutan yang tidak terkendali adalah hasil dari kebijakan hilirisasi nikel. Hal ini menyebabkan kerusakan luas pada setidaknya 203.597 hektare hutan akibat penambangan nikel.
Hal itu terungkap dari kajian Forum Studi Halmahera (Foshal) Maluku Utara, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Maluku Utara, Trend Asia, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Foshal Maluku Utara, Julfikar Sangaji, menyatakan deforestasi yang tak terkendali sebagai dampak langsung dari hilirisasi nikel yang dilakukan oleh perusahaan penambangan bijih nikel. Ini disebabkan oleh kegiatan land clearing atau pembersihan area yang mendahului proses penambangan bijih nikel.
Baca Juga:
- 2024, Pemkot Makassar Siapkan Program Perlindungan untuk 35 Ribu Pekerja Rentan
- Kontrak Belum Usai di Timnas, STY Ngaku Dapat Tawaran Melatih Negara Lain
- Menteri Keuangan Sri Mulyani Sebut Sedang Kaji Pinjaman untuk Mahasiswa dari LPDP
“Karena itu sangat mustahil apabila tidak terjadi kehilangan tutupan hutan. Terutama pada tiga lokasi yang kini terkepung Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel,” ujar Julfikar dalam siaran pers, dikutip pada Selasa, 30 Januari 2024.
Sebagai contoh, di Halmahera Timur, terdapat 19 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan total konsesi mencapai 101.047,21 hektar, sementara di Halmahera Tengah, terdapat 13 izin dengan luas konsesi keseluruhan sebesar 10.390 hektar.
Sementara di Halmahera Selatan, terdapat 15 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan total konsesi mencapai 32.236 hektar. Sementara itu, untuk IUP nikel yang mencakup dua kawasan administratif sekaligus, yaitu wilayah Halmahera Timur dan Halmahera Tengah, terdapat 4 izin dengan luas total konsesi sebesar 70.287 hektar.
Dengan demikian, 203.597 hektare hutan di Halmahera mengalami kerusakan akibat aktivitas penambangan. Kehilangan tutupan hutan terutama terjadi di wilayah operasional penambangan bijih nikel.
Berdasarkan analisis spasial Global Forest Watch, dari tahun 2001 hingga 2022, Halmahera Tengah telah kehilangan sekitar 26.1 ribu hektar tutupan pohon. Angka ini setara dengan penurunan 12 persen tutupan pohon sejak tahun 2000, dan sebanding dengan 20.9 Megaton (Mt) emisi ekuivalen karbon dioksida (CO2e).
Di Halmahera Timur, telah terjadi kehilangan tutupan pohon sebesar 56.3 ribu hektar sejak tahun 2001 hingga 2022. Angka tersebut menunjukkan penurunan sebesar 8.9% dalam tutupan pohon sejak tahun 2000, dan setara dengan 44.5 Megaton (Mt) emisi ekuivalen karbon dioksida (CO2e).
Begitu juga di Halmahera Selatan, tercatat kehilangan tutupan pohon sebesar 79.0 ribu hektar sejak tahun 2001 hingga 2022. Angka tersebut mencerminkan penurunan sekitar 9.9% dalam tutupan pohon sejak tahun 2000, dan setara dengan 62.9 Megaton (Mt) emisi ekuivalen karbon dioksida (CO2e).
Baca Juga:
- Boy Thohir Sebut Sepertiga Orang Terkaya RI Dukung Prabowo di Pilpres 2024
- Komunitas Pesepeda di Makassar Silaturahmi Lewat Ajang Gowes Ride 2024
- Tegas!!! Jokowi Sebit Presiden Bisa Memihak di Pilpres 2024
Di provinsi Maluku Utara, terdapat tiga kawasan hilirisasi industri pengolahan bijih nikel. Dari ketiganya, dua sudah beroperasi, yaitu Harita Nickel di Pulau Obi, Halmahera Selatan, dan PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) yang terintegrasi dengan PT Weda Bay Nikel di Weda, Halmahera Tengah.
Sementara, pada tahun 2024, konsorsium LG dan IBC akan mendirikan fasilitas produksi komponen kendaraan baterai listrik di Buli, Halmahera Timur.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Distika Safara Setianda pada 30 Jan 2024