Selasa, 14 Mei 2024 20:02 WIB
Penulis:Isman Wahyudi
Editor:Isman Wahyudi
MAKASSAINSIGHT.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat nilai transaksi aset kripto di Indonesia mencapai sekitar Rp158,84 triliun. Indonesia juga menduduki peringkat ketujuh sebagai negara dengan jumlah investor aset kripto terbanyak di dunia.
Hal tersebut disampaikan dalam Rapat Dewan Komisioner (RDK) di Jakarta, pada Senin, 13 Mei 2024. Capaian ini berdasarkan data yang terkumpul hingga Maret 2024.
“Nilai transaksi aset kripto pada Maret 2024 saja tercatat sebesar Rp103,58 triliun atau naik signifikan dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai Rp33,69 triliun,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi.
Baca Juga:
Dikutip dari Info Publik, Hasan menambahkan, jumlah investor aset kripto mencapai 19,75 juta investor, meningkat sebanyak 570 ribu investor dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 19,18 juta investor.
“Indonesia berada di peringkat ketujuh sebagai negara dengan jumlah investor aset kripto terbesar di dunia. Dapat disampaikan bahwa jumlah investor dan juga transaksi terkait aset kripto di domestik terus menunjukkan tren peningkatan,” ujarnya.
Hasan menyampaikan, terkait pengawasan kripto, pihaknya akan membentuk tim transisi dalam rangka peralihan pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital, termasuk aset kripto, dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke OJK.
Dalam melaksanakan tugas fungsi peralihan aset keuangan digital, termasuk aset kripto dan derivatif keuangan, OJK akan mengambil peran sebagai koordinator. Mereka akan berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) dan Bappebti untuk membentuk serta menjalankan tugas dan fungsi dari tim transisi.
Hasan mengatakan, OJK tengah merancang cyber security guideline yang akan diterapkan di sektor IAKD, termasuk aset kripto. Pedoman ini akan menjadi acuan bagi semua penyelenggara ITSK dalam menyusun dan menerapkan kerangka ketahanan dan keamanan siber di sektor IAKD.
Selain itu, OJK sedang mendorong peningkatan literasi dan inklusi keuangan digital, memperkuat ekosistem keuangan digital yang berkelanjutan, dan praktik bisnis yang etis dan bertanggung jawab, terutama dalam penggunaan kecerdasan buatan (AI) di sektor ITSK.
Terkait penerapan AI, OJK tengah mengembangkan kebijakan untuk penerapan teknologi tersebut di sektor keuangan, termasuk sector ITSK, dengan berkolaborasi dengan kementerian, lembaga, dan asosiasi terkait.
Untuk ke depannya, OJK terus mendorong peningkatan literasi dan inklusi keuangan digital, termasuk aset kripto. Hal ini sejalan dengan Peraturan OJK Nomor 3 Tahun 2024 terkait Penyelenggaraan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK).
Pada akhir April 2024, OJK telah memberikan hasil Regulatory Sandbox bagi seluruh penyelenggara ITSK tersebut. Secara singkat, hasil Regulatory Sandbox diputuskan setidaknya ada dua model bisnis penyelenggara ITSK, yaitu aggregator dan innovative credit scoring (ICS), yang akan diatur dan dipantau lebih lanjut oleh OJK.
Baca Juga:
Peraturan OJK Nomor 3 Tahun 2024 tersebut merupakan penyempurnaan terhadap mekanisme Regulatory Sandbox, yang merupakan fasilitas OJK untuk menguji dan mengembangkan teknologi keuangan yang inovatif.
Regulasi ini merupakan langkah penting untuk memberikan kepastian hukum dalam pengaturan dan pengawasan inovasi teknologi di sektor keuangan.
“OJK terus mendorong peningkatan literasi dan inklusi keuangan digital, penguatan ekosistem keuangan digital yang berkelanjutan, serta praktik bisnis yang etis dan bertanggung jawab, khususnya terkait dengan penerapan Artificial Intelligence di sektor ITSK,” tandasnya.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Distika Safara Setianda pada 14 May 2024