Yuk Pahami Praperadilan, Upaya yang Digunakan SYL untuk Lolos dari Kasus Hukum

Ilustrasi pengadilan (Freepik/Racool_studio) (Freepik/Racool_studio)

MAKASSARINSIGHT.com, JAKARTA - Beberapa waktu ini istilah praperadilan sering terdengar di media sosial atau berita. Praperadilan merupakan upaya hukum yang dilakukan sebelum sidang dilangsungkan. 

Sedikitnya ada tiga tersangka kasus korupsi mengajukan praperadilan dalam waktu hampir berdekatan. Umumnya mereka meminta agar penahanan dan penangkapan terhadap dirinya dinyatakan tidak sah oleh hakim melalui upaya tersebut.

Sebut saja mantan Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan yang tersangkut kasus korupsi pengadaan LNG di PT Pertamina (Persero) 2011-2021. Ia mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait penetapan status dirinya sebagai tersangka dalam kasus rasuah tersebut.

Baca Juga: 

Senada, mantan Direktur Operasional Bukaka, Sofiah Balfas mengajukan permohonan serupa di PN Jakarta Selatan atas penetapan status dirinya sebagai tersangka kasus korupsi pekerjaan pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II ruas Cikunir-Karawang Barat (Tol Sheikh Mohamed bin Zayed/MBZ).

Terakhir, mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo juga mengajukan permohonan serupa soal penetapan statusnya sebagai tersangak kasus pemerasan dalam jabatan dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian. Lantas apa itu upaya praperadilan?

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), praperadilan diartikan sebagai wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam KUHAP tentang empat hal. 

Pertama memutus sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan terhadap tersangka. Kedua, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan. Ketiga, sah atau tidaknya penyitaan barang bukti serta keempat memutus permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Ganti rugi dapat dimintakan melalui praperadilan apabila terdapat penangkapan atau penahanan yang tidak sah sesuai KUHAP. Kemudian karena adanya penggeledahan dan penyitaan yang tidak sesuai dengan aturan serta salah tangkap terhadap tersangka. 

Terdapat tiga pihak yang dapat mengajukan praperadilan yaitu tersangka atau keluarga atau kuasanya apabila penahanan dan penangkapan atas dirinya tidak sesuai aturan dalam KUHAP. Kemudian penyidik untuk memeriksa sah tidaknya penghentian penuntutan. Terakhir yaitu Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang berkepentingan memeriksa sah tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan perkara. 

Praperadilan diadili oleh hakim tunggal seperti tertuang dalam Pasal 78 Ayat (2) KUHAP. Dalam praperadilan tidak putusan hakim tidak dapat diajukan banding. Namun dalam Pasal 83 Ayat (2) KUHAP terdapat pengecualian terhadap putusan yang menyatakan tidak sahnya penghentian penyidikan dan penuntutan.

Baca Juga: 

Pengadilan Tinggi memutus permintaan banding tentang tidak sahnya penghentian penyidikan dan penuntutan dalam tingkat akhir. Terakhir, upaya hukum kasasi tidak dapat diajukan dalam putusan praperadilan.

Agar aparat penegak hukum tidak berlaku sewena-wena terhadap tersangka, maka Pengadilan Negeri memiliki wewenang melakukan pengawasan melalui praperadilan. Kewenangan ini juga untuk mengawasi adanya upaya paksa terhadap tersangka oleh aparat. Apabila ada tindakan diluar aturan hukum oleh aparat, maka tersangka atau keluarganya dapat meminta ganti rugi melalui proses ini.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Khafidz Abdulah Budianto pada 16 Oct 2023 

Editor: Isman Wahyudi
Bagikan
Isman Wahyudi

Isman Wahyudi

Lihat semua artikel

Related Stories