Ekonomi & Bisnis
Prabowo-Trump Deal, Harga iPhone Malah Potensi Naik Lebih Tinggi
MAKASSARINSIGHT.com - Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Indonesia, Prabowo Subianto secara resmi mengumumkan kesepakatan dagang bilateral yang diklaim Trump sebagai “bersejarah” dalam hubungan kedua negara.
Dalam kesepakatan tersebut, tarif impor barang dari Indonesia ke Amerika Serikat akan diturunkan dari 32% menjadi 19%. Sebagai imbalannya, Indonesia akan menghapus seluruh bea masuk terhadap barang-barang asal Amerika Serikat.
Langkah ini membuka pintu masuk penuh produk-produk Amerika ke pasar Indonesia, mulai dari teknologi, fashion, kendaraan bermotor, hingga perangkat lunak.
Baca Juga:
- Mengenal Istilah Gen Z Stare yang Kini Sedang Ramai di Media Sosial
- Transformasi Budaya BRILiaN Way Dinilai Jadi Katalis Pertumbuhan BRI di Kawasan Asia Tenggara
- Dua Sisi Ekstrem Wajah Gen Z: Dari Jeruji ke Aksi
“Secara tidak langsung, kita ‘dipaksa’ membuka pasar bagi produk Amerika. Ini membuat barang-barang dari sana menjadi jauh lebih kompetitif di pasar kita. Padahal, industri lokal belum tentu mampu bersaing secara harga maupun kualitas,” jelas pengamat ekonomi internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Faris Al-Fadhat, dikutip dari laman resmi UMY.
Langkah ini secara teori seharusnya membuat berbagai produk Amerika, mulai dari teknologi, fashion, otomotif hingga perangkat lunak, menjadi lebih murah di pasar Indonesia. Namun pertanyaannya, apakah harga produk bergengsi seperti iPhone juga akan ikut turun?
Harga iPhone Malah Potensi Naik
Meski iPhone adalah merek asal Amerika, nyatanya produk ini tidak diproduksi di AS. Sebagian besar unit iPhone diproduksi dan dirakit di China. Dalam skema kesepakatan baru ini, tarif 0% hanya berlaku untuk barang yang dibuat di Amerika Serikat, bukan semata-mata berdasarkan merek.
Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, menegaskan iPhone tidak masuk dalam daftar produk bebas bea karena labelnya bertuliskan “Made in China”. “Hanya produk yang benar-benar dibuat di AS yang bisa menikmati tarif 0%,” ujarnya.
Harga iPhone di pasaran global, termasuk Indonesia, malah berpotensi melonjak. Ini karena Donald Trump menerapkan tarif impor tinggi hingga 54% untuk produk asal China, termasuk iPhone yang dirakit di sana.
Apple berpotensi menaikkan harga jual produknya tersebut untuk mengompensasi biaya tambahan. Kenaikan harga iPhone pun tidak hanya akan terjadi di Negeri Paman Sam, tetapi berpotensi meluas ke negara lain, termasuk Indonesia. Ini karena Apple cenderung menyamakan harga di seluruh dunia untuk menghindari perdagangan ilegal.
Jika Apple memutuskan untuk meneruskan beban tarif ini ke konsumen, maka harga iPhone secara global, termasuk di Indonesia, berpotensi naik hingga 30%. Contoh saja, harga iPhone 16 Pro Max yang kini dibanderol US$1.600 bisa meroket menjadi US$2.062.
Lebih ironis lagi, kebijakan bea masuk 0% ini bisa mengurangi insentif Apple untuk berinvestasi membangun fasilitas produksi di Indonesia. Sebelumnya, syarat Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) mewajibkan Apple memiliki komponen produksi lokal agar produknya bisa didaftarkan dan diaktifkan di jaringan Indonesia.
Baca Juga:
- Sekolah Rakyat Salodong Dibuka, 150 Anak Prasejahtera di Makassar Kini Bisa Sekolah Gratis Berbasis Asrama
- Bank Sulselbar dan Pemkab Bulukumba Beri Penghargaan kepada Agen Laku Pandai Berprestasi
- Poros Perubahan Satukan Dukungan ke Asri Said Jelang Muswil BKPRMI Sulsel
Namun jika iPhone bisa masuk tanpa bea masuk, Apple tak lagi perlu memproduksi lokal untuk menekan harga. Akibatnya, risiko batalnya investasi pabrik Apple di Indonesia pun meningkat. Jika produk yang masuk tidak memenuhi TKDN, maka iPhone tersebut tidak bisa didaftarkan IMEI-nya, alias tidak bisa digunakan secara legal di jaringan seluler Indonesia.
Selain itu, kebijakan perdagangan agresif AS telah memicu capital outflow dari pasar negara berkembang seperti Indonesia. Akibatnya, kurs rupiah tertekan, yang berdampak pada naiknya harga barang impor, termasuk gadget seperti iPhone. lebih terjangkau.
Di sektor digital, produk software seperti Microsoft Office, Windows, dan Adobe Creative Cloud juga berpeluang mengalami penyesuaian harga, seiring berkurangnya beban bea masuk dan distribusi.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Muhammad Imam Hatami pada 18 Jul 2025