Politik
Pilkada 2024: 38 Daerah Calon Tunggal, Bagaimana Jika Kotak Kosong Menang?
MAKASSARINSIGHT.com – Sebanyak 38 daerah di Indonesia saat ini memiliki bakal pasangan calon kepala daerah tunggal dalam kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024. Jumlah ini telah direvisi beberapa kali, dari semula 43 pasangan calon, kemudian turun menjadi 41, dan kini sekitar 37 kabupaten/kota serta 1 provinsi.
"Kira-kira gambaran kita sementara ini ada sekitar 37 kabupaten kota dan 1 provinsi. Itu gambaran sementara dari potensi calon tunggal di Pilkada 2024," terang Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Mochammad Afifuddin, di Jakarta, Senin, 17 September 2024.
KPU terus memantau perkembangan tersebut, terutama terkait kemungkinan adanya penambahan calon di beberapa daerah. Wilayah-wilayah seperti Manokwari, Lampung Timur, Lahat, Tapanuli Tengah, dan Dharmasraya masih dalam tahap pemeriksaan berkas calon dan berpotensi mengalami penambahan calon pasangan.
"Setelah itu ada lagi yang memberikan berkas kembali karena situasi perpanjangan, ada yang tidak diterima, ada yang kemudian masih berproses di Bawaslu," tambah Afif.
Baca Juga:
- Kadis Pariwisata Kunjungi Kota Maniwa Jepang, Upaya Turut Wujudkan Makassar Low Carbon
- Kondisi Cuaca Tak Menentu, Ini Tips Menjaga Daya Tahan Tubuh
- Apa Itu Zaken Kabinet yang Jadi Keinginan Prabowo
Antisipasi Kebingungan Masyarakat
Untuk mempersiapkan Pilkada dengan calon tunggal, KPU telah meminta dilaksanakannya simulasi pemungutan suara. Dalam skenario tersebut, pemilih akan dihadapkan pada pilihan antara calon tunggal melawan kotak kosong.
Menurut Afif simulasi ini penting sebagai bagian dari upaya KPU untuk memastikan penyelenggaraan Pilkada berjalan lancar dan memahami respons pemilih terhadap situasi calon tunggal.
“Nanti kita akan bebankan ke teman-teman provinsi, terutama kalau memang waktu dan kesempatannya ada nanti kita dorong juga untuk melakukan simulasi,” terang Afif.
Simulasi ini juga dilakukan untuk merancang regulasi penanganan yang tepat dan memberikan pemahaman yang jelas kepada pemilih terkait mekanisme pemungutan serta penghitungan suara dalam Pilkada calon tunggal.
KPU ingin memastikan pemilih di seluruh daerah yang terlibat dapat mengikuti proses dengan baik dan mengetahui implikasi dari hasil pilihan mereka, baik untuk calon tunggal maupun kotak kosong.
"Jadi, kita melakukan simulasi untuk kemudian menemukan alih masalah yang ideal seperti apa dari beberapa simulasi termasuk masukan dari teman-teman Bawaslu dan semua pihak," jelas Afif.
Dengan simulasi dan sosialisasi yang tepat, KPU berharap dapat menciptakan kondisi yang kondusif dan transparan, meski dihadapkan pada tantangan Pilkada dengan calon tunggal di beberapa daerah.
Bagaimana Jika Kotak Kosong Menang?
Dalam Pilkada, konsep kotak kosong diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Aturan ini memberikan kesempatan kepada pemilih untuk menolak satu-satunya pasangan calon yang tersedia.
Jika pasangan calon tunggal tidak berhasil memperoleh lebih dari 50% suara, maka kotak kosong dinyatakan sebagai pemenang. Hal ini bertujuan untuk menjaga prinsip demokrasi, di mana pilihan masyarakat tetap dihargai meski hanya ada satu calon yang maju dalam kontestasi.
Meski calon tunggal kalah karena kotak kosong menang, mereka masih memiliki kesempatan untuk mencalonkan diri lagi dalam pemilihan berikutnya. Ini membuka ruang bagi calon tunggal untuk memperbaiki strategi dan pendekatan terhadap masyarakat.
Baca Juga:
- Overtreatment dan Overclaim Rumah Sakit Harus Diawasi Ketat
- Pilkada 2024: Kotak Kosong Menang Picu Anggaran Membengkak
- Wali Kota Makassar Raih Penghargaan Tokoh Indonesia 2024 Kategori Pariwisata
Namun, selama proses ini berjalan, pemerintahan daerah tidak boleh dibiarkan kosong. Pemerintah pusat akan menunjuk seorang penjabat untuk memimpin daerah tersebut sementara waktu, baik itu sebagai gubernur, bupati, atau wali kota, tergantung pada tingkat daerah yang menggelar pemilihan.
Selanjutnya, pemilihan kepala daerah baru akan dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Biasanya, pemilihan ulang dilakukan pada tahun berikutnya, memberikan waktu yang cukup bagi calon potensial lainnya untuk mempersiapkan diri.
Proses ini dilakukan untuk memastikan transisi kekuasaan berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan hukum, sambil tetap menjaga stabilitas pemerintahan di daerah.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 17 Sep 2024