Kurang Tepat, Laboratorium Kebijakan Publik Unhas Soroti Polemik Penetapan Tarif Taksi Online

Ojol

MAKASSAR – Laboratorium Riset Kebijakan dan Manajemen Publik, Departemen Ilmu Administrasi FISIP Universitas Hasanuddin (Unhas) menyoroti mekanisme terkait penetapan tarif taksi online oleh Dinas Perhubungan (Dishub) Pemprov Sulsel yang dinilai kurang tepat.

Pada Kamis (1/12/2022), Laboratorium Kebijakan dan Manajemen Publik FISIP Unhas menggelar diskusi publik yang menghadirkan beberapa narasumber yakni Fajlurrahman Jurdi (Dosen FH Unhas), Rizal Pauzi (Dosen Administrasi Publik FISIP Unhas), Muhammad Anis (Kabib Angkutan Jalan Dinas Perhubungan Sulsel), dan Febriana (Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Selatan).

Dosen FH Unhas Fajlurrahman Jurdi menyampaikan dalam Perspektif Hukum, kita mengenal Asas lex superior derogate legi inferiori diartikan bahwa peraturan perundang-undangan yang mempunyai derajat lebih rendah dalam hierarki peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi.

"Dalam konteks pengaturan tarif transportasi online ini harus merujuk Pada Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 118 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus yang kemudian diatur lebih lanjut pada Peraturan Dirjen Perhubungan Darat Nomor : SK.3244/AJ.801/DJPD/2017, dimana dalam aturan tersebut telah ditetapkan batas atas dan batas bawah masing-masing wilayah dalam menetapkan tarif di wilayahnya masing-masing, untuk Sulsel ini kan sudah jelas untuk tarif batas atas Rp6.500/km dan tarif batas bawah Rp3.700/km," papar Fajlur.

Transportasi Khusus

Fajlur menambahkan, jika Pemerintah Provinsi Sulsel menetapkan tarif Angkutan Transportasi Khusus tidak sesuai batas atas dan batas bawah yang telah diatur Kemenhub, maka Keputusan Gubernur tersebut berpotensi untuk digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

“Kemenhub telah menetapkan batas maksimal dan minimal dalam menentukan tarif, seharusnya tidak boleh lebih tinggi atau pun lebih rendah dari batas atas dan batas bawah yang telah ditetapkan oleh kemenhub. Silahkan menetapkan tarif yang penting sesuai dengan Batasan tersebut," tegasnya.

Kabid Angkutan Dishub Sulsel, Muhammad Anis mengharapkan kebijakan yang akan ditetapkan nantinya akan menguntungkan dan diterima semua pihak. Anis juga mengaku cukup pusing karena banyaknya komunitas driver yang mengajukan usulan tarif berbeda.

“Dinas Perhubungan telah mengkaji terkait tarif Angkutan Transportasi Khusus ini sejak Januari dan sampai sekarang belum ditetapkan, hal ini lantaran banyaknya komunitas-komunitas yang mengusulkan tarif yang berbeda-beda, Dishub akan melihat dan mengusulkan ke gubernur sesuai dengan kajian dan peraturan yang ada setelah mendengar usulan dari pihak-pihak terkait, seperti yang dilakukan saat ini", tegas Anis.

Febriana dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Selatan juga mengungkapkan kondisi perekonomian di Sulsel cukup stabil, jika mempertimbangkan kenaikan harga BBM, maka seharusnya kenaikan tarif taksi online hanya di kisaran 3-5 %. Karena kontribusi kenaikan BBM terhadap inflasi tidak begitu signifikan.

Menurut Dosen Administrasi Publik FISIP Unhas yang juga Peneliti di Laboratorium Kebijakan dan Manajemen Publik, Rizal Pauzi, gabungan sejumlah komunitas pengemudi taksi online menuntut kenaikan tarif yang cukup tinggi, karena memasukkan unsur Upah Minimum Provinsi (UMP) dalam Biaya Operasional Kendaraan (BOK). Padahal, dalam kerja sama kemitraan tidak ada gaji bulanan, melainkan hanya bagi hasil.

"Mapping stakeholder oleh Dishub juga harus diperbaiki. Jangan hanya pendapat dari pengemudi saja. Komunitas pengemudi juga sangat banyak dan punya pendapat berbeda. Ada beberapa komunitas yang sepakat kenaikan tarif tinggi, ada yang inginnya memperhatikan daya beli masyarakat juga. ATP dan WTP masyarakat itu harus jadi pertimbangan utama," beber Rizal.

Menurut Rizal, Dishub juga harus melakukan studi komparasi dengan daerah lain yang kondisinya setara dengan Sulsel. Perbandingan itu penting untuk pengambilan kebijakan yang lebih tepat.

"Meski cukup banyak memberikan masukan, kami mengapresiasi Dishub yang bersedia mengkaji ulang penetapan tarif taksi online yang terjangkau oleh masyarakat, namun masih menguntungkan driver. Ini harus segera ditemukan formulasi yang tepat, pasalnya polemik kebijakan tarif ini sudah berlarut-larut," tandas Rizal.

Gaspol Ingin Tarif yang Terjangkau oleh Konsumen

Gabungan Aliansi Pengemudi Online (Gaspol) Sulawesi Selatan yang menaungi tiga aplikator yakni Gocar, Grab Car, dan Maxim Car, meminta Pemprov Sulsel menetapkan tarif taksi online dengan memperhitungkan daya beli masyarakat dan kondisi perekonomian yang sedang dalam masa pemulihan. Sebab, jika tarif terlalu tinggi akan beresiko menurunkan permintaan jasa taksi online.

Ketua Gaspol Sulsel Syukur Aldhi mengatakan sebelumnya Gaspol juga telah menyurati Pemprov untuk merevisi angka rencana kenaikan tarif taksi online. "Tentu kami juga ingin tarif naik, tapi harus tetap terjangkau oleh konsumen," ungkap Syukur yang sudah menjadi mitra Gocar sejak 2017 itu.

Menurut Syukur saat ini komunitas pengemudi taksi online di Sulsel terbagi menjadi dua kubu. Ada yang setuju tarif tinggi. Ada pula yang meminta kenaikan tarif sesuai daya beli konsumen. Gaspol berada di kelompok kedua.

Menurut Syukur, tarif yang berlaku saat ini yaitu Gocar Rp9.600, Grab Car Rp8.800, dan Maxim Rp10.000 per 2 km. Tarif ini bersifat sementara sambil menunggu pengesahan regulasi oleh Pemprov. (*)

Editor: Redaksi
Adhitya Noviardi

Adhitya Noviardi

Lihat semua artikel

Related Stories