Konsep Ekonomi Restoratif di Desa: Solusi Nyata untuk Keberlanjutan

Desa Penglipuran Bali, desa yang menjalankan skema ekonomi restoratif. (Indonesia.go.id)

MAKASSARINSIGHT.com – Sebuah studi terbaru dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) mengungkapkan bahwa sebanyak 27% desa di Indonesia saat ini menghadapi tantangan lingkungan yang sangat serius. 

Ironisnya, di balik tantangan tersebut tersembunyi potensi luar biasa: lebih dari 23 ribu desa memiliki kapasitas untuk mengembangkan ekonomi restoratif—model ekonomi yang tidak hanya memulihkan ekosistem, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat lokal.

Menurut CELIOS, terdapat 23.472 desa di Indonesia yang memiliki potensi restoratif tinggi. Artinya, desa-desa ini punya basis ekosistem yang kuat. Namun, jika tidak dikelola dengan hati-hati, potensi tersebut bisa hilang begitu saja. 

Baca Juga: 

Tantangan: Inisiatif Rendah dan Kerusakan Lingkungan

Sayangnya, masih ada jurang besar antara potensi dan kenyataan. CELIOS mencatat sebanyak 95,4% desa di Indonesia masih memiliki inisiatif yang rendah dalam mendukung agenda ekonomi restoratif. Kurangnya aksi proaktif dari pemerintah desa maupun masyarakat membuat potensi besar ini nyaris terabaikan.

Lebih lanjut, CELIOS menemukan bahwa 23.653 desa menghadapi masalah lingkungan yang serius, mulai dari pencemaran air, udara, hingga kerusakan hutan dan ekosistem laut. Masalah ini semakin kompleks karena 56,65% desa tidak memiliki mata air—padahal air bersih adalah fondasi utama keberlangsungan ekonomi restoratif.

Jika praktik merusak lingkungan terus dilakukan, seperti membuang sampah sembarangan atau membakar hutan, jangan heran kalau desa-desa makin kehilangan daya dukung alaminya.

Desa Punya Modal Besar: Laut, Hutan, dan Komoditas Lokal

Meski penuh tantangan, potensi ekonomi restoratif di desa-desa Indonesia sangat besar. CELIOS mencatat:

  • 24,11% desa berada di kawasan hutan
  • 14,88% desa berbatasan langsung dengan laut
  • 80% desa memanfaatkan sungai untuk keperluan hidup sehari-hari

Semua ini menunjukkan betapa dekatnya masyarakat desa dengan alam. CELIOS menekankan bahwa relasi inilah yang harus dikelola secara bijak. "Restorasi bukan cuma soal menanam pohon, tapi bagaimana kita menyelaraskan ekonomi dengan ekologi."

Komoditas seperti palawija (16,08%) dan karet (6,53%) juga disebut punya potensi tinggi jika dikelola dengan prinsip ekonomi restoratif. Bahkan, sektor perikanan tangkap dan budidaya di 26% desa pesisir bisa menjadi penggerak ekonomi yang berkelanjutan.

Apa Itu Ekonomi Restoratif?

Ekonomi restoratif adalah pendekatan pembangunan yang mengutamakan pemulihan ekosistem dan keberlanjutan sosial-ekonomi. Konsep ini dipopulerkan oleh Paul Hawken lewat bukunya The Ecology of Commerce (1993), dan kemudian diperkuat oleh pemikiran Kate Raworth dalam Doughnut Economics.

Menurut CELIOS, ekonomi restoratif memiliki tiga prinsip utama:

  1. Mengembalikan ekosistem dan struktur alam ke kondisi semula
  2. Mengutamakan aksi kolektif dari masyarakat, pemerintah, hingga sektor swasta
  3. Mengubah relasi manusia dan alam agar mampu menghapus kemiskinan dan ketimpangan sosial

Dengan kata lain, ekonomi restoratif bukan hanya soal bisnis, tapi juga soal keadilan ekologis dan sosial.

Baca Juga: 

Produk Ekonomi Restoratif: Dari Kopi hingga Agroforestri

Tidak semua produk bisa disebut restoratif. Menurut CELIOS, produk ekonomi restoratif harus:

  • Mendukung keberlanjutan ekologis
  • Memiliki nilai ekonomi dan sosial yang tinggi
  • Berbasis pada kearifan lokal dan pengelolaan yang bertanggung jawab

Beberapa contoh produk restoratif antara lain:

  • Kopi, cengkeh, pala, pinang, kemiri, kayu manis, lada, vanila
  • Karet dan kacang mete
  • Komoditas pertanian dengan sistem agroforestri

Di sektor kelautan, praktik seperti pembatasan tangkapan ikan, perlindungan habitat, dan penangkapan berbasis kuota juga menjadi bagian dari ekonomi restoratif.

Bedanya Industri Ekstraktif dan Ekonomi Restoratif

CELIOS juga membandingkan dua model ekonomi yang kontras:

  • Industri Ekstraktif: Fokus pada eksploitasi SDA, merusak ekosistem, minim partisipasi masyarakat.
  • Ekonomi Restoratif: Fokus pada pemulihan lingkungan, kolaborasi, dan keseimbangan ekologi-sosial.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Idham Nur Indrajaya pada 04 Jul 2025 

Editor: Isman Wahyudi
Bagikan
Isman Wahyudi

Isman Wahyudi

Lihat semua artikel

Related Stories