Rabu, 29 Januari 2020 21:36 WIB
Penulis:Rizal Nafkar
Aktivis lingkungan yang tergabung dalam Aliansi Selamatkan Pesisir (ASP) Makassar dan warga Galesong Kabupaten Takalar kembali menyuarakan aksi menuntut pemerintah menghentikan tambang pasir di Galesong Takalar dan reklamasi sepanjang pesisir Makassar, Sulawesi Selatan.
“Kami meminta pemerintah untuk segera menghentikan semua proyek reklamasi di Kota Makassar, batalkan semua permohonan izin lingkungan tambang di perairan Galesong dan pulihkan pesisir Makassar dan Galesong,” ungkap Fahri Daeng Koto, juru kampanye ASP, dikutip dari Mongabay, Rabu (29/1/2020).
Tuntutan ini adalah buntut dari adanya rencana akan dilanjutkannya pembangunan Center Point of Indonesia (CPI) dan Makassar New Port (MNP), yang material pasirnya diambil dari tengah laut sepanjang pesisir Galesong, melanjutkan penambangan pasir yang telah dilakukan pada tahun 2017-2018, yang melibatkan perusahaan dari Belanda, Boskalis dan Jan De Nul.
Menurut Fahri, saat ini enam perusahaan telah mengajukan izin penambangan pasir laut dimana tiga di antaranya telah melakukan konsultasi publik.
ASP dan warga Galesong mengkhawatirkan kondisi ketika Boskalis selama delapan bulan melakukan pengisapan pasir di wilayah pesisir Galesong sepanjang 2017-2018 akan terjadi lagi.
Dampaknya kini dirasakan masyarakat di sekitar kawasan aktivitas pengambilan pasir tersebut, berupa terjadinya abrasi di beberapa desa.
“Berdasarkan hasil pemantauan ASP per Januari 2020, lebar abrasi di pesisir Galesong mencapai 2-10 meter, menyebabkan 12 rumah rusak ringan dan 2 rusak berat, 2 jalan beton rusak, 2 tempat wisata dan 3 penahan ombak rusak dan tertimbun pasir, serta 1 pemakaman umum tergerus habis,” ujarnya.
Secara rinci Fahri menjelaskan kerusakan tersebut di sejumlah desa, yaitu di Desa Mangindara, Kecamatan Galesong Selatan ditemukan abrasi sepanjang 10 meter, menyebabkan kerusakan fasilitas jalan, dua penahan ombak rusak parah dan 1 penahan ombak tertutupi pasir.
Di Desa Mappakalompo, Kecamatan Galesong Selatan, terjadi abrasi selebar sekitar 10 meter, yang menyebabkan rusaknya fasilitas wisata berupa pondok wisata.
“Penyebab abrasi di pesisir Galesong ini bukan dikarenakan cuaca ekstrem, tapi hilangnya fungsi pasir dan terumbu karang sebagai peredam gelombang laut secara alami. Kita tahu, ada 4 jenis peredam ombak secara alami yakni lamun, terumbu karang, pasir dan hutan mangrove. Ketika salah satu peredam ombak tidak ada atau tidak berfungsi lagi, maka abrasi akan terjadi,” jelas Fahri.
Kepala Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH) Sulsel, Andi Hasdullah, membenarkan adanya rencana penerbitan izin tambang pasir laut sejumlah perusahaan di Galesong. Izin ini nantinya diberikan mengacu pada Perda RZWP3K, yang salah satunya mensyaratkan aktivitas penambangan harus dilakukan di luar 8 mil dari garis pantai.
“Kalau sebelumnya memang ada yang beroperasi di dalam 8 mil, tetapi itu kan sebelum adanya Perda dan itu sudah dicabut izinnya. Sekarang ada tiga yang mengajukan izin. Kita proses sesuai Perda Zonasi sehingga hanya yang memenuhi syarat saja yang berlanjut,” katanya ketika dihubungi Mongabay, Rabu (28/01/2020).
Terkait abrasi, menurutnya sudah ada upaya dari Pemprov untuk memperbaiki kerusakan yang ada, termasuk pembangunan tanggul.
“Pak Gubernur sudah melakukan kunjungan ke lapangan dan telah diprogramkan mengatasi abrasi tersebut melalui pembangunan tanggul kerjasama dengan Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang,” tambahnya.