Sabtu, 10 Mei 2025 13:01 WIB
Penulis:Isman Wahyudi
Editor:Isman Wahyudi
MAKASSARINSIGHT.com - Di tengah dunia yang serba terkoneksi, tren digital detox atau upaya menjauhkan diri dari perangkat digital dan internet mulai mendapatkan tempat.
Meski tidak sepopuler gaya hidup digital yang cepat dan instan, semakin banyak orang memilih untuk menepi sejenak dari dunia maya. Alasan utamanya beragam, mulai dari menjaga kesehatan mental hingga meningkatkan kualitas hidup.
Di balik kemudahan yang ditawarkan internet, muncul tantangan baru yang memengaruhi kesejahteraan psikologis dan sosial penggunanya.
Baca Juga:
Perangkat digital seperti smartphone, laptop, dan tablet kini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern. Segala aktivitas mulai dari bekerja, belajar, berkomunikasi, hingga berbelanja dapat dilakukan hanya dengan satu sentuhan jari.
Ketergantungan terhadap perangkat digital telah membawa perubahan besar dalam cara manusia menjalani hidup sehari-hari.
Namun, di balik kemudahan itu, muncul konsekuensi yang tak bisa diabaikan, stres akibat notifikasi yang tak henti-henti, gangguan tidur karena cahaya layar yang terlalu lama ditatap, tekanan sosial dari media sosial, hingga munculnya rasa takut tertinggal informasi atau FOMO (Fear of Missing Out).
Tren untuk mengurangi penggunaan internet atau bahkan tidak menggunakannya sama sekali mulai menarik perhatian banyak orang. Salah satu alasan utamanya adalah keinginan untuk meningkatkan fokus dan produktivitas.
Dilansir laman psychology.binus, Jumat, 9 Mei 2025, penggunaan internet yang berlebihan dapat memicu kecemasan, depresi, dan perasaan tidak aman. Dengan melakukan digital detox, seseorang memberi ruang bagi pikiran untuk beristirahat dan pulih.
Tidak hanya itu, waktu luang pun dirasa lebih berkualitas ketika tidak dihabiskan di depan layar. Aktivitas seperti membaca buku, memasak, berolahraga, atau bercengkerama dengan keluarga kembali menjadi rutinitas yang menyenangkan.
“Penggunaan perangkat digital yang berlebihan, yaitu dapat menimbulkan stress, mengganggu atau mengurangi kualitas tidur, dapat dikaitkan dengan masalah kesehatan mental seseorang,” tulis Binus, dalam laman resmi universitas, dikutip Jumat, 5 Mei 2025.
Alasan lainnya yang juga penting adalah keinginan untuk menjaga privasi dan keamanan data pribadi. Semakin banyak orang sadar bahwa informasi mereka bisa disalahgunakan saat terlalu sering online.
Terakhir, efek negatif media sosial, seperti rasa iri, tekanan sosial, dan kecanduan terhadap validasi melalui likes dan komentar, mendorong banyak pengguna untuk menarik diri sejenak dari dunia digital.
Baca Juga:
Kebutuhan untuk melakukan digital detox bisa dikenali dari beberapa gejala yang mulai mengganggu kehidupan sehari-hari. Misalnya, rasa cemas yang muncul ketika gadget tidak terlihat atau tertinggal, atau kebiasaan memeriksa ponsel setiap beberapa menit tanpa alasan jelas.
Ada pula yang merasa emosinya memburuk setelah menggunakan media sosial, merasa minder, iri, atau kesepian. Ketergantungan terhadap validasi digital juga menjadi tanda, seperti terlalu fokus pada jumlah like dan komentar di unggahan pribadi.
Gangguan tidur akibat screen time yang panjang dan menurunnya kemampuan berkonsentrasi saat tidak menggunakan gadget juga menjadi indikator kuat bahwa seseorang butuh jeda dari dunia digital.
“Digital detox sebaiknya dilakukan di waktu yang tepat dan sesuai agar tidak mengganggu keberlangsungan aktivitas yang telah menjadi tanggung jawab Anda,” tulis laman Binus.
Digital detox tidak harus dilakukan secara ekstrem. Prosesnya bisa dimulai secara bertahap dan disesuaikan dengan ritme hidup masing-masing individu.
Salah satu cara termudah adalah dengan mematikan notifikasi dari aplikasi-aplikasi yang tidak penting. Langkah selanjutnya adalah membatasi waktu penggunaan media sosial, atau bahkan menghapus aplikasi tertentu untuk sementara.
“Jika me non-aktifkan gadget sepenuhnya masih terasa sulit, Digital Detox dapat memulai dengan mematikan notifikasi media sosial,” tambah Binus.
Komunikasikan niat ini kepada keluarga atau rekan agar tidak menimbulkan kepanikan jika Anda tidak merespons secepat biasanya.
Penting juga untuk mengisi waktu luang dengan aktivitas yang menyenangkan dan sehat secara mental maupun fisik, seperti membaca, berolahraga, berkebun, belajar alat musik, atau memasak.
Menulis jurnal tentang pengalaman digital detox juga bisa menjadi cara reflektif untuk memahami dampaknya terhadap hidup Anda.
Baca Juga:
Melakukan digital detox bisa membawa manfaat besar. Fokus dan produktivitas meningkat, kualitas tidur membaik, serta hubungan sosial yang lebih bermakna dapat terbentuk tanpa gangguan dari layar.
Kesehatan mental pun mendapat ruang untuk pulih dan berkembang. Namun, tentu saja ada tantangan yang perlu dihadapi. Salah satunya adalah rasa terisolasi karena tidak mengikuti perkembangan informasi atau berita terkini.
Dalam konteks pekerjaan atau kehidupan sosial, seseorang juga mungkin merasa tertinggal atau kesulitan berkomunikasi dengan rekan-rekan yang aktif secara digital. Selain itu, adaptasi awal dalam menjalani detox bisa terasa sulit, terutama bagi mereka yang sudah terbiasa hidup "online" selama bertahun-tahun.
Digital detox bukanlah bentuk penolakan terhadap teknologi, melainkan upaya untuk mengendalikan kembali penggunaan teknologi dalam hidup kita. Di dunia yang bergerak begitu cepat dan menuntut kita untuk selalu terhubung, mengambil jarak sejenak bisa menjadi pilihan yang membebaskan.
Rehat dari internet membuka peluang untuk lebih mengenal diri sendiri, menikmati kehadiran orang-orang terdekat, dan menemukan kembali makna dari aktivitas-aktivitas sederhana yang selama ini terabaikan.
Menjauh dari dunia digital bukan berarti mundur dari kemajuan, tapi justru melangkah maju dengan kesadaran penuh akan keseimbangan hidup.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 10 May 2025