Mengulas Kembali Cerita 60 Tahun Pasca G30S 1965

Selasa, 30 September 2025 23:14 WIB

Penulis:Isman Wahyudi

Editor:Isman Wahyudi

89671713857-monumen_pancasila.jpg
Monumen Kesaktian Pancasila di Lubang Buaya menjadi penanda sejarah usai G30$ 1965. (Telkom University)

MAKASSARINSIGHT.com - Kudeta yang gagal pada malam tanggal 1 Oktober 1965 bukan hanya menandai babak kelam dalam sejarah Indonesia, tetapi juga menjadi titik balik politik yang menentukan arah bangsa selama beberapa dekade berikutnya. 

Dari terbunuhnya tujuh jenderal di Lubang Buaya hingga naiknya Suharto ke tampuk kekuasaan, rangkaian peristiwa ini mengubah wajah Indonesia secara dramatis , dari era Demokrasi Terpimpin Sukarno menuju Orde Baru yang dipimpin Presiden Suharto.

Dilansir Ensiklopedia Britanica, Selasa, 30 September 2025, pada dini hari 1 Oktober 1965, sekelompok perwira militer yang menamakan diri “Gerakan 30 September” menculik dan membunuh sejumlah jenderal Angkatan Darat. 

Baca Juga: 

Namun, hanya dalam hitungan jam, Mayor Jenderal Suharto, sebagai Panglima Kostrad, bergerak cepat menguasai situasi. Ia mengambil alih kendali Angkatan Darat dan menggagalkan kudeta tersebut.

Pada tanggal 3-4 Oktober, jasad para jenderal ditemukan di Lubang Buaya, memperkuat kemarahan publik dan mempercepat perubahan politik.

Momentum ini dimanfaatkan Suharto untuk menekan Sukarno. Pada bulan Maret 1966, Sukarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) yang memberikan wewenang luas kepada Suharto. 

Setahun kemudian ia diangkat menjadi Pejabat Presiden, dan pada Maret 1968 secara resmi dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia. Peristiwa ini menandai akhir dari era Demokrasi Terpimpin Sukarno dan lahirnya Orde Baru, rezim yang akan berkuasa selama lebih dari 30 tahun.

Gerakan Anti-Komunis

Pasca gagalnya G30S, Angkatan Darat menuding Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai dalang utama. Tuduhan ini memicu gelombang kekerasan massal yang menjadi salah satu tragedi kemanusiaan terburuk abad ke-20.

Britanica menyebut, sejak Oktober 1965, militer bersama kelompok sipil, termasuk organisasi keagamaan dan kepemudaan melakukan pembersihan besar-besaran terhadap simpatisan PKI. Estimasi jumlah korban tewas bervariasi, mulai dari 80.000 hingga lebih dari 1 juta jiwa, dengan konsentrasi kekerasan terbesar terjadi di Jawa dan Bali.

Tragedi tidak berhenti di situ. Ribuan orang ditahan tanpa pengadilan, sebagian dikirim ke Pulau Buru antara tahun 1969–1980. Keturunan mereka juga mengalami diskriminasi panjang, termasuk dalam akses pekerjaan dan pendidikan.

Britanica mengklaim Pemerintah Orde Baru menjadikan peristiwa G30S sebagai narasi ideologis resmi negara. PKI digambarkan sebagai pengkhianat bangsa dan musuh Pancasila. Narasi ini disebarluaskan melalui film, kurikulum sekolah, dan peringatan nasional membentuk ingatan kolektif selama puluhan tahun.

Namun, seiring waktu, sejumlah peneliti dan akademisi menantang versi resmi ini. “Cornell Paper” karya Benedict Anderson dan Ruth McVey, misalnya, menyebut bahwa peristiwa tersebut jauh lebih kompleks dan melibatkan dinamika internal Angkatan Darat. Hingga kini, peran PKI maupun keterlibatan Suharto sebelum kudeta masih menjadi perdebatan akademik dan publik.

Peristiwa pasca 1 Oktober 1965 bukan sekadar pergantian kekuasaan politik, tetapi perubahan mendasar terhadap arah ideologi, ekonomi, dan kebijakan Indonesia. Dari tragedi kemanusiaan hingga lahirnya rezim baru, dampaknya masih terasa hingga kini — baik dalam sejarah resmi maupun dalam perdebatan publik yang terus berlangsung.

Baca Juga: 

Timeline Peristiwa Pasca G30S

Pasca Kudeta
  • 1 Oktober 1965 – Suharto mengambil alih kendali Angkatan Darat dan berhasil menggagalkan Gerakan 30 September (G30S).
  • 3–4 Oktober 1965 – Jasad para jenderal yang diculik ditemukan di Lubang Buaya.
Peralihan Kekuasaan
  • Maret 1966 – Presiden Sukarno menandatangani Supersemar (Surat Perintah 11 Maret) yang memberikan wewenang besar kepada Suharto.
  • Maret 1967 – Suharto ditunjuk sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia.
  • Maret 1968 – Suharto resmi dilantik sebagai Presiden RI.
Purge Anti-PKI
  • Oktober 1965 dan seterusnya – Terjadi pembunuhan massal terhadap anggota dan simpatisan PKI, dengan jumlah korban diperkirakan antara 80.000 hingga lebih dari 1 juta orang.
Konsolidasi Ideologi
  • Maret 1966 – PKI dan ideologi komunis resmi dilarang oleh MPRS, menandai penguatan ideologi negara Pancasila dan awal pemerintahan Orde Baru.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Muhammad Imam Hatami pada 30 Sep 2025