Bantah Dakwaan JPU, Hatta Tegaskan Tidak Tahu Menahu Soal Pengumpulan Uang dari Pejabat Kementan

Rabu, 13 Maret 2024 11:56 WIB

Penulis:Isman Wahyudi

Editor:Isman Wahyudi

1002183912.jpg
IST (IST)

MAKASSARINSIGHT.com, JAKARTA - Tim penasehat hukum eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) Kementerian Pertanian, Muh Hatta, membantah seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada sidang lanjutan bertempat di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (13/3/2024).

Melalui nota keberatan atau eksepsi, terdakwa M Hatta melalui penasehat hukumnya menyebutkan, secara formal, surat dakwaan dinilai tidak lengkap dan jelas berdasarkan pasal 143 KUHAP dengan alasan uraian dakwaan tidak menyebutkan secara detail dan jelas peran M Hatta dalam penerimaan dan pengumpulan uang selama kurang lebih 4 tahun. Apalagi Jika dihubungkan dengan unsur pasal 12 e, 12 f, 12 B UU Tindak Pidana Korupsi.

"Dengan tidak disebutkannya secara detail dan jelas peran terdakwa, secara langsung sangat merugikan M.l Hatta karena seolah-olah pengumpulan dan penerimaan dana sekitar Rp44 miliar tersebut, ada peran terdakwa padahal sebagian besar peristiwa dalam dakwaan tidak diketahui oleh M Hatta," kata penasehat hukum terdakwa, M Nursal, melalui rilis tertulis.

Baca Juga: 

Selain itu, melalui eksepsi, penasehat hukum M Hatta juga menegaskan kalau terdakwa M Hatta sejak bulan Juni 2019 atau sebelum Syahrul Yasin Limpo menjadi Menteri Pertanian, sebelumnya telah mengajukan diri menjadi pegawai di empat kementerian, diantaranya Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pertanian.

"Jadi tidak benar dan juga keliru kalau jaksa menyebutkan M Hatta dipanggil oleh bapak SYL untuk masuk ke Kementerian Pertanian," tutur Nursal.

Lebih jauh, Nursal menyebutkan kalau secara subtansial terdakwa M Hatta tidak pernah dipanggil membahas pengumpulan uang dari para pejabat eselon I atau adanya jatah 20 persen di Kementerian Pertanian.

Baca Juga: 

"Terdakwa M Hatta tidak pernah memaksa atau mengancam apalagi memeras para pejabat eselon I karena terdakwa berstatus sebagai pejabat eselon II atau kedudukannya lebih rendah. Apalagi menjadi kordinator pengumpul para eselon 1," pungkas Nursal. (***)