Sabtu, 22 Juli 2023 11:00 WIB
Penulis:Isman Wahyudi
Editor:Isman Wahyudi
MAKASARINSIGHT.com - Neurodivergen atau neurodiversity tengah banyak diperbincangkan di media sosial terutama TikTok. Bahkan, video mengenai topik neurodivergen di TikTok telah mendapatkan view sebanyak 10,5 miliar.
Video-video ini kerap mengaitkan kehidupan seseorang dengan neurodivergen sebagai karyawan atau di tempat kerja.
Dikutip TrenAsia.com dari laman Celveland Clinic pada Jumat, 21 Juli 2023. Neurodivergen adalah istilah non medis yang menggambarkan orang yang otaknya berkembang atau bekerja secara berbeda karena alasan tertentu.
Artinya, mereka memiliki kekuatan dan tantangan yang berbeda dari mereka.
Baca Juga:
Perbedaan ini mungkin termasuk gangguan medis, ketidakmampuan belajar, dan kondisi lainnya. Seseorang yang neurodivergen bisa juga memiliki kekuatan seperti ingatan yang lebih baik, kemampuan membayangkan objek tiga dimensi (3D) secara mental dengan mudah, kemampuan untuk memecahkan perhitungan matematika yang rumit di kepala mereka. Dan kelebihan-kelebihan lainnya.
Istilah “neurodivergen” berasal dari istilah terkait yaitu “neurodiversity” atau “keanekaragaman saraf”. Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh Judi Singer, seorang sosiolog asal Australia pada tahun 1998. Waktu itu, Singer menyadari bahwa otak setiap orang berkembang dengan cara yang unik.
Teori Singer menjelaskan bahwa, layaknya sidik jari seseorang, tidak ada dua otak bahkan dari kembar identik sekalipun yang persis sama. Maka, tidak ada definisi kemampuan “normal” bagi otak manusia.
Menggambarkan anak sebagai neurodivergen artinya mengakui bahwa mereka “berkemampuan berbeda”. Keanekaragaman saraf berarti wajar bagi orang dewasa berkembang secara berbeda dan memiliki kemampuan dan perjuangan mereka sendiri.
Baca Juga:
Budaya kantor dan normal profesionalisme yang diterima secara luas, dalam konteks kerja apapun, cenderung menegaskan bahwa kita semua masuk ke dalam kotak yang sama.
Yaitu untuk menjadi karyawan yang baik artinya kita harus berangkat tepat waktu, terorganisir, dan produktif. Lalu bagaimana jika otak karyawan dengan neurodibergen tidak berfungsi sesuai dengan parameter tersebut?
Dikutip TrenAsia.com dari laman Very Well Mind, tantangan yang kerap ditemui oleh seorang dengan neurodivergen biasanya adalah merasa tidak kompeten karena tidak sesuai standar. Kekuatan mereka biasanya bermanifestasi berbeda dari neurotipikal, jadi mereka bisa saja diberi label tidak kompeten sebelum memiliki kesempatan untuk membuktikan diri.
Tantangan yang kedua adalah biasanya mereka mencoba menyamarkan dan beradaptasi dengan dunia neurotipikal dan hal tersebut menyebabkan rasa kelelahan. Perilaku ini disebut dengan masking. Yaitu fenomena di mana individu neurodivergen berusaha tampil “normal” dengan menekan sifat neurodivergen mereka dan melakukan yang terbaik untuk tampil sebagai orang neurotipikal.
Yang ketiga, karyawan dengan neurodivergen biasanya merasa kecil hati saat kreativitas mereka menantang status quo.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Rumpi Rahayu pada 22 Jul 2023