Utang Pemerintah per Januari 2025 Tembus Rp8.909,14 Triliun

Ilustrasi utang. (Freepik)

MAKASSARINSIGHT.com - Kementerian Keuangan mencatat total utang pemerintah pusat per 31 Januari 2025 mencapai Rp 8.909,14 triliun. Angka ini mengalami kenaikan sebesar 1,21% dibandingkan dengan posisi Desember 2024 yang tercatat sebesar Rp 8.801,09 triliun. 

Jika dibandingkan dengan akhir tahun 2023, utang pemerintah mengalami kenaikan sebesar 8,07% dari posisi Rp 8.190,38 triliun.

Utang pemerintah pusat terdiri dari beberapa instrumen, yakni pinjaman dalam negeri, pinjaman luar negeri, dan Surat Berharga Negara (SBN). Dari total utang yang ada, mayoritas bersumber dari SBN dengan rincian sebagai berikut:

  • Pinjaman luar negeri: Rp 1.040,68 triliun
  • Pinjaman dalam negeri: Rp 51,23 triliun
  • Surat Berharga Negara (SBN): Rp 7.817,23 triliun
    • Berdenominasi rupiah: Rp 6.280,12 triliun
    • Berdenominasi valuta asing: Rp 1.537,11 triliun

Kementerian Keuangan menjelaskan dominasi SBN dalam portofolio utang pemerintah mencerminkan strategi pendanaan yang bertumpu pada penerbitan obligasi dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri.

Baca Juga: 

Rasio Utang terhadap PDB

Rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) per Januari 2025 tercatat sebesar 39,6%, sedikit turun dibandingkan dengan rasio Desember 2024 yang berada di angka 39,7%. Rasio ini masih berada dalam batas aman sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Keuangan Negara yang membatasi rasio utang maksimal 60% dari PDB.

Dalam RPJMN 2025-2029, pemerintah menargetkan penurunan rasio utang terhadap PDB secara bertahap sebagai strategi menjaga stabilitas fiskal. Pada tahun 2025, rasio utang diproyeksikan mencapai 39,15% dari PDB, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan posisi awal tahun.

Strategi yang diterapkan meliputi optimalisasi penerimaan negara melalui reformasi perpajakan, peningkatan efisiensi belanja, serta pemanfaatan utang untuk pembiayaan yang produktif. 

Dengan menjaga defisit anggaran dalam batas yang terkendali, pemerintah berharap dapat menurunkan ketergantungan terhadap pembiayaan utang. Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang kuat juga menjadi faktor kunci dalam menekan rasio utang, karena peningkatan PDB akan membuat utang lebih terkendali secara proporsional.

Pemerintah menegaskan bahwa pengelolaan utang dilakukan dengan prinsip profesional, akuntabel, dan transparan. 

Baca Juga: 

Strategi Pengelolaan Utang

Sebagai langkah pengelolaan utang yang prudent, pemerintah memperhatikan berbagai risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas fiskal, seperti fluktuasi nilai tukar yang dapat meningkatkan kewajiban pembayaran utang luar negeri, kenaikan suku bunga global yang berpotensi menambah beban pembayaran bunga, serta tantangan dalam refinancing atau pembiayaan ulang utang yang jatuh tempo. 

“Antara lain risiko nilai tukar, risiko tingkat bunga, dan risiko refinancing,” tulis laporan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dikutip Senin, 10 Maret 2024.

Selain itu, pengelolaan utang negara secara  gegabah membawa berbagai macam potensi resiko yang dapat merugikan stabilitas nasional, diantaranya keluarnya arus modal asing akibat lemahnya kepercayaan Investor luar negeri.

"Dampak selanjutnya dapat berupa menurunnya kepercayaan investor dan kreditor, terjadinya penurunan," tambah laporan tersebut.

Untuk mengurangi risiko tersebut, pemerintah menerapkan sejumlah strategi, di antaranya debt swap atau pertukaran utang dengan skema yang lebih menguntungkan, restrukturisasi pinjaman agar lebih fleksibel, serta hedging sebagai langkah lindung nilai terhadap fluktuasi nilai tukar. 

Selain itu, pemerintah juga melakukan debt securities buyback, yaitu pembelian kembali surat utang sebelum jatuh tempo guna mengurangi beban bunga, serta loan prepayment atau pelunasan utang lebih awal untuk mengurangi tekanan bunga jangka panjang. 

Strategi lainnya adalah debt-switch atau reprofiling, yaitu penjadwalan ulang utang agar lebih sesuai dengan kondisi fiskal negara, sehingga stabilitas ekonomi tetap terjaga dan beban utang dapat dikelola secara lebih optimal.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 10 Mar 2025 

Editor: Isman Wahyudi
Bagikan
Isman Wahyudi

Isman Wahyudi

Lihat semua artikel

Related Stories