Politik
Timnas AMIN Singgung Beberapa Negara yang Pernah Batalkan Pemilu
MAKASSARINSIGHT.com, JAKARTA - Timnas AMIN menyinggung beberapa negara yang pernah membatalkan hasil pemilu karena adanya kecurangan dalam penyelenggaraannya.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh salah satu kuasa hukum Timnas AMIN, Bambang Widjojanto (BW), yang membacakan permohonan PHPU Pilpres 2024 di sidang Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini, pada Rabu 27 Maret 2024.
Menurut BW, praktik beracara di MK dan Mahkamah Agung (MA) di beberapa negara di dunia memiliki dan memperlihatkan dasar fundamental yang paradigmatik sama.
Baca Juga:
- Ini Profil 8 Hakim Konstitusi yang Bakal Putuskan Sengketa Pilpres 2024
- Monev Triwulan Pertama, Komisi B DPRD Makassar Minta SKPD Optimalkan Program Prioritas
- Legislator PKS Dorong Warga Makassar Bumikan Alquran di Bulan Ramadan
“MK mempunyai otoritas untuk menegakkan keadilan, bukan sekadar penegakan hukum. Menegakkan hak konstitusional serta HAM serta menjamin dilakukannya safeguard of democracy, bukan hanya sekadar sengketa hasil suara,” tukas BW.
“Oleh karena itu, MK dipastikan akan membatalkan hasil proses pemilihan yang didapatkan dari penyalahgunaan kewenangan presiden, kekuasaan dan penyelenggara pemilu serta pelanggaran dan kecurangan yang berat dan akut dalam proses penyelenggaraan pemilu dan pilpres,” sambungnya.
Kemudian, ia menyebut ada 4 negara yang hasil pemilunya dibatalkan oleh MA maupun MK.
Dan berikut ini adalah negara yang hasil pemilunya dibatalkan oleh MK dan MA.
Ukraina
BW menyebut, Mahkamah Agung Ukraina pernah menghentikan diadakannya pemilu ulang pada tahun 2004 karena terbukti adanya intervensi oleh pemerintah Ukraina dalam proses pemilu.
Kenya
BW mengungkapkan, pada tahun 2017, Mahkamah Agung Kenya membatalkan kemenangan presiden petahana Uhuru Kenyatta karena terbukti pemerintah pusat mamatikan listrik di wilayah pendukung lawannya, Odinga, pada hari pemungutan suara.
Maladewa
Pada tahun 2013, Mahkamah Agung Maladewa membatalkan hasil pemilu karena ada 5.623 orang yang tidak memiliki hak pilih, termasuk di antaranya orang yang sudah meninggal, pemilih yang masih di bawah umur, dan pemilih yang menggunakan identitas palsu.
“Tapi mereka justru bisa ikut pemilu,” ujar BW.
Austria
BW menjelaskan bahwa pada tahun 2016, Mahkamah Konstitusi Austria membatalkan kemenangan Alexander Van der Bellen dalam pemilihan presiden karena terbukti melakukan kecurangan.
“Yaitu, dengan melakukan pengiriman surat melalui pos yang dilakukan oleh orang-orang Alexander, sehingga ada manipulasi yang cukup tinggi,” ungkap BW.
Di samping itu, Anies Baswedan menyebut legalitas kemenangan paslon di Pilpres 2024 dapat diragukan jika pemilu yang digelar tidak bersifat bebas, jujur, dan adil.
Dalam Pilpres 2024 kemarin, paslon Prabowo-Gibran berdasarkan hasil perhitungan suara Komisi Pemilihan Umum (KPU) unggul dibanding paslon lainnya.
Baca Juga:
- Babak Baru, Anies-Muhaimin Ajukan Gugatan PHPU Pilpres 2024 ke MK
- Wujudkan Indonesia Emas 2045, IDCloudHost Siap Dukung Infrastruktur Kedaulatan Data Nasional
- BPBD Makassar Serahkan Bantuan untuk Korban Kebakaran di Jalan Regge
“Setiap tahapan proses pemilihan mulai dari persiapan awal hingga pengumuman haruslah konsisten dengan prinsip-prinsip kebebasan, kejujuran, keadilan,” tukas Anies, ketika menyampaikan sejumlah poin singkat di depan seluruh hakim MK dan peserta sidang dalam sidang pleno perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024, pada Rabu ini.
“Pemilihan umum yang bebas, jujur, adil adalah pilar yang memberi legitimasi kuat pada pemerintahan yang terpilih,” tegasnya.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Distika Safara Setianda pada 27 Mar 2024