Hukum dan Kriminal
Tersangka dalam Proyek Rp54 M di Kalsel Pasca OTT, KPK Malah Kehilangan Jejak Paman Birin
MAKASSARINSIGHT.com, JAKARTA - Publik kembali dihebohkan oleh kaburnya seorang pejabat yang tersangkut kasus korupsi. Kali ini Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor, atau akrab disapa “Paman Birin”. Sahbirin menjadi sorotan setelah KPK mengeluarkan surat penangkapan terkait dugaan korupsi yang melibatkan tiga proyek besar di Kalimantan Selatan.
Hingga kini, keberadaannya masih misterius dan tak terlacak. Situasi yang mengingatkan kembali masyarakat pada kasus pelarian Harun Masiku yang hingga kini masih buron.
KPK telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Sahbirin Noor sejak awal Oktober 2024, setelah kasusnya memasuki tahap penyidikan. Meski demikian, KPK belum berhasil menemukan keberadaan Sahbirin.
Baca Juga:
- Perkuat Ekspor UMKM Binaan, BRI Peduli Fasilitasi Pelatihan Ekspor Bertaraf Global
- Akademisi STIA YAPPI Makassar Lakukan Pengabdian Masyarakat di Pangkep, Dorong Dogitaliasi UMKM
- Buruan!!! Peringati HUT Makassar ke 417, PDAM Berikan Promo Pemasangan Baru dan Kembali Berlangganan
Tim penyidik telah mendatangi sejumlah lokasi yang diduga sebagai tempat persembunyian, termasuk kantor, rumah dinas, dan rumah pribadi Sahbirin, namun tak berhasil menemukannya. KPK pun melakukan pencekalan ke luar negeri guna memastikan Sahbirin tetap berada di dalam negeri.
Kaburnya Sahbirin mengingatkan masyarakat pada skandal serupa, di mana Harun Masiku, tersangka kasus suap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, hingga kini belum tertangkap meski telah buron sejak 2020. Kasus pelarian pejabat ini kerap menimbulkan kekhawatiran akan lemahnya pengawasan dan kendala dalam proses hukum.
Licinnya Paman Birin
KPK menetapkan Sahbirin dan enam lainnya sebagai tersangka dalam kasus suap terkait pengadaan barang dan jasa di Kalimantan Selatan. Kasus ini melibatkan tiga proyek besar, yaitu pembangunan lapangan sepak bola senilai Rp23 miliar, Gedung Samsat Terpadu dengan anggaran Rp22 miliar, dan kolam renang di Kawasan Olahraga Terintegrasi Kalsel senilai Rp9 miliar, nilai total ketiganya mencapai Rp54 miliar. Proyek-proyek ini diduga menjadi ladang korupsi yang merugikan negara dalam jumlah besar.
Untuk membongkar kasus ini, KPK telah memanggil sejumlah saksi, termasuk sopir, pihak swasta, dan pejabat dari Pemerintah Provinsi Kalsel. Penyidik berharap keterangan mereka dapat membantu mengungkap lebih banyak informasi, terutama mengenai keberadaan Sahbirin.
Sayangnya, Sahbirin terus menghindar dari panggilan tersebut, bahkan tidak menghadiri sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dijadwalkan pada 5 November 2024.
Dugaan pelarian Sahbirin muncul sejak operasi tangkap tangan (OTT) pada 6 Oktober 2024. Sejak OTT, keberadaan Sahbirin belum diketahui, dan ia pun tak terlihat lagi di kantor.
Baca Juga:
- Robohnya Mahkamah Kami!
- Bisa Anda Akses, 6 Rekomendasi Situs Nonton Film Gratis dan Legal
- Hijaukan Masa Depan, BJA Group Gelar Penanaman Gamal yang ke-11 Juta Pohon
"SHB tidak diketahui keberadaannya, meskipun KPK telah melakukan upaya pencarian ke beberapa lokasi," jelas Anggota Tim Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo sdi Jakarta, dikutip, Kamis, 7 November 2024.
KPK tetap yakin bahwa Sahbirin masih berada di dalam negeri dan terus berkoordinasi dengan Direktorat Imigrasi untuk mengawasi pergerakannya. Langkah pencekalan ini diambil guna mencegahnya melarikan diri ke luar negeri, mengikuti jejak Harun Masiku yang hingga kini belum terlacak.
KPK menyebut bahwa Sahbirin dan para tersangka lainnya dijerat dengan Pasal 12 atau Pasal 11 atau Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, dua tersangka lainnya yang berasal dari pihak swasta dikenakan Pasal 5 atau Pasal 13 UU yang sama. KPK bahkan menyita uang sebesar Rp13 miliar terkait kasus ini, meski uang tersebut belum sampai ke tangan Sahbirin.
Pelarian Sahbirin menambah daftar panjang kasus korupsi yang menyeret pejabat publik dan memicu frustrasi masyarakat. Kisah Harun Masiku yang telah menghilang bertahun-tahun tanpa jejak masih segar di ingatan publik.
Kedua kasus ini menjadi pengingat bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk memperkuat pengawasan dan mempercepat proses reformasi birokrasi agar kasus serupa tak terus berulang.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 08 Nov 2024