Politik
Punya Cadangan Bikin Potensi Energi Nuklir RI Tinggi, Tapi Harus Hati-hati
MAKASSARINSIGHT.com - Presiden Prabowo tengah menjajaki kerja sama dengan Rusia dalam pengembangan Small Modular Reactor (SMR) berkapasitas 500 megawatt. Rencana ini merupakan bagian dari upaya diversifikasi sumber energi nasional sekaligus merespons tuntutan transisi energi rendah karbon.
Kerja sama tersebut diharapkan dapat menjadi tonggak awal dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia yang selama ini masih berada pada tahap wacana dan studi.
Di kancah global, Indonesia diperkirakan memiliki sekitar 5% cadangan uranium dunia, menjadikannya salah satu negara dengan potensi nuklir yang cukup besar, meskipun masih jauh di bawah Australia yang menguasai sekitar 29% cadangan uranium global.
Berdasarkan data Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Indonesia memiliki potensi sumber daya nuklir yang cukup menjanjikan. Tercatat cadangan uranium nasional mencapai sekitar 81.090 ton, sedangkan cadangan thorium mencapai 140.411 ton.
Baca Juga:
- Loyalty Poin BRI Cashier 2025: Hadiah Mobil Listrik Hingga Smartwatch Menanti Para Merchant
- Mandiri Jogja Marathon 2025 Cetak Rekor Peserta, NDX AKA Ramaikan Prambanan
- Dulu Jalan Kaki Jemput Laundry, Sekarang Punya Motor dan Karyawan Sendiri! Begini Perjalanan Ibu Rabasia Bersama PNM
Sumber daya ini tersebar di berbagai wilayah, dengan konsentrasi terbesar berada di Kalimantan (45.731 ton uranium), Sumatera (31.567 ton), dan Sulawesi (3.793 ton). Di tingkat provinsi, wilayah seperti Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Bangka Belitung menjadi lumbung utama uranium nasional.
Selain cadangan yang telah teridentifikasi, terdapat juga potensi uranium yang belum terkuantifikasi secara resmi, seperti di Papua (Biak) dan Riau (Indragiri Hulu). Di wilayah Taman Nasional Bukit Tigapuluh, misalnya, terdapat estimasi puluhan ribu ton uranium, meski belum ada verifikasi komprehensif.
Potensi Listrik: PLTN Bisa Menyala Puluhan Tahun
Dari sisi pemanfaatan, jumlah uranium yang dimiliki Indonesia berpotensi besar untuk mendukung pembangunan PLTN jangka panjang. Sekitar 90.000 ton uranium diperkirakan dapat menopang pengoperasian PLTN dengan kapasitas 12 gigawatt (GW) selama 30 tahun.
Lebih menarik lagi, cadangan thorium yang lebih besar bisa menghasilkan hingga 548 GW listrik untuk periode yang sama. Thorium juga dinilai lebih unggul dari sisi efisiensi bahan bakar (hingga 90%) dan menghasilkan limbah radioaktif yang lebih rendah.
Meskipun sumber daya tersedia, realisasi PLTN di Indonesia masih terkendala berbagai tantangan. Pertama, dari segi teknologi, Indonesia belum mampu mengolah uranium hingga tingkat kemurnian tinggi (nuclear grade) dan belum memiliki fasilitas pengayaan uranium-235 yang dibutuhkan untuk bahan bakar reaktor.
Teknologi reaktor berbasis thorium pun masih dalam tahap riset global dan belum tersedia secara komersial.
Dari sisi biaya, pembangunan dan pengoperasian PLTN tergolong mahal. Biaya produksi listrik dari reaktor nuklir diperkirakan mencapai US$0,15/kWh atau sekitar Rp 1.950/kWh, jauh lebih tinggi dibandingkan pembangkit dari energi terbarukan seperti surya dan panas bumi.
Sementara itu, dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN), energi nuklir masih ditetapkan sebagai pilihan terakhir, setelah semua sumber energi alternatif lain dimaksimalkan.
Aspek keamanan juga menjadi perhatian penting. Pengelolaan limbah radioaktif, pencegahan kebocoran, serta risiko penyalahgunaan bahan nuklir untuk senjata menjadi isu yang tidak bisa diabaikan.
Baca Juga:
- PDAM Makassar Perbaiki Pipa Bocor di Sekitar IPA 4, Warga Diimbau Tampung Air
- Mutasi Besar-Besaran di Pemkot Makassar, Wali Kota Munafri: Jabatan Bukan soal Kedekatan, tapi Kompetensi
- Ini Alasan Iran Bisa Kembangkan Rudal Canggih Meski Disanksi Dunia
Untuk itu, pemerintah telah menetapkan regulasi khusus melalui Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2022 tentang Keselamatan Pertambangan Bahan Galian Nuklir.
Meski jalannya masih panjang dan penuh tantangan, kerja sama dengan Rusia bisa menjadi batu loncatan penting bagi Indonesia dalam mengejar kemandirian energi dan menurunkan ketergantungan terhadap bahan bakar fosil.
Pemanfaatan uranium dan thorium secara optimal akan sangat bergantung pada kemajuan teknologi nasional, kepastian kebijakan, serta dukungan publik yang kuat terhadap pengembangan energi nuklir yang aman dan berkelanjutan.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Muhammad Imam Hatami pada 22 Jun 2025