Komunitas
Organisasi Wartawan Tolak Jalur Khusus untuk Akses Rumah Subsidi, Ini Alasannya
MAKASSARINSIGHT.com — AJI (Aliansi Jurnalis Independen), IJTI (Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia) dan PFI (Pewarta Foto Indonesia) menolak kuota khusus rumah subsidi bagi jurnalis. Selain merongrong independensi, kemudahan itu dinilai rentan memicu stigma bahwa profesi jurnalis patut diistimewakan.
Pemerintah didorong memperbaiki ekosistem media, termasuk soal upah, ketimbang memberi jalur khusus jurnalis untuk mengakses rumah subsidi. Sebagai informasi, pemerintah berencana menyalurkan 1.000 rumah subsidi layak huni untuk jurnalis mulai 6 Mei 2025.
Program ini kerja sama Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP), Kementerian Komunikasi dan Digital, BPS, Tapera dan BTN, dengan menggunakan skema FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan).
Baca Juga:
- Usaha Tenun Ulos Bangkit dan Berhasil Berdayakan Perempuan Lewat Program Klasterkuhidupku BRI
- Pemkot Makassar Berdayakan UMKM Lokal Jahit Seragam Gratis SD dan SMP
- UMKM Lokal Tembus Pasar Dunia Bersama BRI di FHA-Food & Beverage 2025 Singapura
Ketua Umum AJI Indonesia, Nany Afrida, tak menampik bahwa jurnalis sebagai warga negara juga membutuhkan rumah. Namun dia mengingatkan fasilitas dan kuota kredit rumah harus berlaku untuk semua warga negara tanpa perlu membedakan profesi.
”Jika jurnalis mendapatkan rumah dari Komdigi, tidak bisa dielakkan kesan publik bahwa jurnalis sudah tidak kritis lagi. Maka sebaiknya program ini dihentikan saja, biarlah teman-teman mendapatkan kredit lewat jalur normal seperti lewat Tapera atau bank,” ujar Nany dalam keterangannya kepada TrenAsia.com, Rabu, 16 April 2025.
Perbaiki Ekosistem Media
Jika pemerintah hendak memperbaiki kesejahteraan jurnalis, pihaknya mendorong mereka memastikan perusahaan media menjalankan UU Tenaga Kerja. “Termasuk memastikan upah minimum jurnalis, memperbaiki ekosistem media dan menghormati kerja-kerja jurnalis,” kata Nany. Jika upah jurnalis sudah layak, maka kredit rumah dengan mudah dapat dipenuhi.
Sebagai informasi, program FLPP dapat diakses warga negara yang memenuhi persyaratan. Persyaratan itu di antaranya belum memiliki rumah, penghasilan maksimal Rp7 juta (lajang) atau Rp8 juta (berkeluarga). Bunga ditetapkan 5% fix dan uang muka 1% dari harga rumah.
Ketua Umum PFI, Reno Esnir, mengatakan pemberian kuota khusus rumah subsidi sama saja memberikan keistimewaan bagi jurnalis untuk memperoleh program kredit. Padahal, program tersebut tidak ada hubungannya dengan tugas pers.

Dia mengatakan pemberian jalur khusus kepada jurnalis untuk mendapatkan program subsidi bakal memberi kesan buruk bagi profesinya. Hal ini karena golongan profesi lain masih harus berebut program rumah subsidi lewat jalur normal. “Subsidi rumah mestinya bukan berdasarkan profesi, tapi untuk warga yang membutuhkan dengan kategori penghasilan, apapun profesinya,” kata dia.
Sementara itu, Ketua Umum IJTI, Herik Kurniawan, meminta pemerintah fokus mengelola kredit rumah terjangkau untuk semua lapisan masyarakat alih-alih mengistimewakan kelompok tertentu. Heri juga tidak menyarankan Dewan Pers terlibat dalam program tersebut. “Bukan mandat Dewan Pers untuk mengurusi perumahan,” ujarnya.
Lebih lanjut, pihaknya mendorong pemerintah membenahi ekosistem bermedia di Indonesia, termasuk soal pengupahan dan keamanan, jika memang berniat membantu jurnalis. “Pemerintah bisa membantu pers dengan berbagai regulasi yang bisa membangun ekosistem media dengan baik.”
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, menegaskan pemberian rumah subsidi bukan untuk membungkam kritik pers. Dia mengatakan program itu tidak mensyaratkan wartawan mendukung pemerintah.
“Silakan kritik, tetap diterima. Yang paling utama adalah mendukung wartawan menyampaikan berita yang benar. Kalau ada masukan, silakan, tapi jangan berita yang salah,” ujarnya. Pihaknya justru mendorong jurnalis memanfaatkan program tersebut karena belum semua wartawan hidup sejahtera, terutama dalam hal akses perumahan.
Baca Juga:
- Harta Warren Buffett Melonjak di Tengah Tarif Besar-besaran Trump, Ini Penyebabnya
- Berkat Binaan BRI, UMKM Ini Bukukan Omzet Ratusan Juta Lewat Ekspor
- “Nomor Cantik” Telkomsel Berujung Perkara! Pelanggan Gugat Rp140 Juta, Dugaan Kelalaian Terkuak di Persidangan
“Selama berkecimpung 10 tahun menjadi wartawan, belum semua wartawan sejahtera. Belum semua wartawan punya akses ke biaya perumahan yang terjangkau, belum semua wartawan bisa hidup dengan standar kelayakan yang baik," ujarnya.
Menteri PKP, Maruarar Sirait, juga membantah anggapan pemberian rumah subsidi dikaitkan dengan pembungkaman pers. Meski demikian, pihaknya menghormati penolakan tersebut.
“Ini bukan upaya pembungkaman wartawan. Tetapi justru wartawan, media, sebagai pilar demokrasi, juga punya hak untuk hidup sejahtera termasuk di sektor perumahan,” ujarnya, dikutip dari Antara.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Chrisna Chanis Cara pada 16 Apr 2025