Politik
Mendikdasmen Abdul Mu'ti Masih Hati-hati Soal Evaluasi Kurikulum Hingga Zonasi
MAKASSARINSIGHT.com, JAKARTA - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti, menyoroti implementasi Kurikulum Merdeka yang diinisiasi pendahulunya, Nadiem Makarim. Mu'ti menyatakan komitmennya untuk mengevaluasi secara mendalam kebijakan pendidikan yang telah berlaku beberapa tahun ini.
Menurutnya ia akan berhati-hati mengkaji kurikulum tersebut. Hal inimengingat perubahan kurikulum yang terus-menerus dapat menimbulkan kebingungan bagi masyarakat, terutama bagi para pendidik, siswa, dan orang tua yang terdampak langsung.
"Kami lihat lah. Kami tidak akan buru-buru ambil kebijakan," terang Mu'ti, dikutip Selasa, 29 Oktober 2024. Abdul Mu'ti juga menekankan pentingnya menyerap aspirasi dari masyarakat sebagai bagian dari evaluasi kebijakan pendidikan.
Baca Juga:
- Kepala Bapenda Makassar Hadiri Asistensi Penerapan Transaksi Non Tunai
- PILGUB SULSEL 2024: Sambutan Meriah Warga Sidrap Warnai Kampanye Fatmawati Rusdi di Kampung Halaman
- PILGUB SULSEL 2024: Danny-Azhar Tegaskan Komitmen Pembangunan Sulsel Bebas Utang
Menurutnya, setiap perubahan kebijakan sebaiknya melibatkan masukan dari berbagai pihak agar hasilnya benar-benar selaras dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini sangat penting, terutama dalam konteks visi pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya pendidikan yang tanggap perubahan zaman.
"Kami ingin kebijakan Dikdasmen sesuai dengan apa yang menjadi aspirasi masyarakat. Yang lebih penting lagi juga bisa menjadi aktualisasi dan realisasi dari program Presiden Prabowo," tambah Mu'ti.
Menurut Mu'ti, masyarakat adalah pengguna utama sistem pendidikan, dan setiap perubahan harus menjawab tantangan nyata di lapangan, bukan sekadar memenuhi kebutuhan kebijakan semata. Implementasi yang terburu-buru tanpa persiapan yang matang, dikhawatirkan akan menimbulkan gejolak dalam penerapannya di sekolah-sekolah.
Kajian Menyeluruh
Kurikulum Merdeka merupakan salah satu kebijakan besar yang dihadirkan untuk memberi lebih banyak keleluasaan kepada guru dalam mengelola pembelajaran. Kurikulum ini dianggap Nadiem lebih fleksibel, disisilain kebijakan ini juga menuai pro dan kontra.
Kala Nadiem menjabat, kebijakan ini dianggap memberikan fleksibilitas yang dapat menciptakan variasi dalam penerapan pembelajaran, tetapi sebagian kalangan pendidik merasa bingung dengan perubahan konsep yang cepat dan radikal dari kurikulum sebelumnya.
Selain Kurikulum Merdeka, Mu'ti juga berencana mengkaji kembali beberapa kebijakan besar lainnya yang mengundang perdebatan. Salah satunya adalah penghapusan Ujian Nasional (UN), yang di era sebelumnya diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dan Survei Karakter.
Kebijakan zonasi juga termasuk dalam agenda evaluasi Abdul Mu'ti. Sistem zonasi yang diberlakukan untuk mendekatkan akses pendidikan bagi siswa di lingkungan sekitar sekolah telah menimbulkan berbagai masalah, terutama di wilayah yang memiliki persebaran sekolah tidak merata.
Baca Juga:
- Pembayaran Non Tunai, Dirut Perumda Parkir Sebut Terjadi Peningkatan Pendapatan
- Empat Pimpinan DPRD Makassar Resmi Dilantik Hari Ini
Beberapa orang tua menyuarakan keprihatinan bahwa kebijakan ini membatasi pilihan dan merugikan siswa yang memiliki minat masuk ke sekolah-sekolah tertentu. "Jadi soal Ujian Nasional, soal zonasi, apalagi ya yang sekarang masih menjadi perdebatan. Nanti kami lihat semuanya secara sangat seksama dan kami akan sangat berhati-hati," pungkas Mu'ti.
Dalam pendekatannya, Abdul Mu'ti berkomitmen untuk tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan. Ia memilih menghabiskan bulan pertama dalam jabatannya untuk mendengar berbagai masukan dan mempertimbangkan segala aspek yang terkait.
Mu'ti mengklaim pihaknya ingin memastikan, sebelum dilakukan penyesuaian apapun, semua pihak yang berkepentingan telah diajak berdialog termasuk para guru, siswa, orang tua, dan komunitas pendidikan yang lebih luas.
Kebijakan pendidikan, menurutnya, haruslah berorientasi pada kebutuhan jangka panjang, dan bukan sekadar untuk memenuhi tujuan jangka pendek pemerintah. Mu'ti menegaskan pergantian kebijakan secara terus-menerus bisa berpotensi merusak stabilitas dan fokus pendidikan nasional.
Ia berharap, dengan langkah evaluasi yang hati-hati ini, pihak-pihak terkait akan merasa lebih siap dan lebih terlibat dalam setiap perubahan yang akan dilakukan.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 29 Oct 2024