Komunitas
Ini Cara Mengelola Kebahagiaan Dalam Situasi Sulit
MAKASSARINSIGHT.com - Kebahagiaan tidaklah sekadar produk keberuntungan atau faktor kondisi genetik semata. Beberapa orang mungkin memiliki kecenderungan genetik untuk selalu merasa ceria dan gembira secara alami, namun kebahagiaan bukanlah hasil tunggal dari faktor-faktor tersebut.
Penelitian telah menunjukkan bahwa meskipun ada pengaruh genetik terhadap sifat seseorang, kebahagiaan juga dipengaruhi oleh berbagai faktor lain yang bisa dipelajari dan ditingkatkan.
Perasaan gembira, keceriaan, dan kebahagiaan bisa dipelajari dan dikelola oleh individu, bahkan dalam situasi yang sulit sekalipun. Artinya, meskipun ada predisposisi genetik tertentu yang membuat seseorang lebih mungkin merasa riang, kebahagiaan tetap merupakan hasil dari interaksi kompleks antara faktor-faktor genetik, lingkungan, dan keputusan individu.
Baca Juga:
- Yuk Tahu Sejarah dan Kewenangan Pengadilan Niaga di Indonesia
- Wali Kota Danny Instruksikan Bapenda Makassar Siapkan Sarana Khusus APK
- Vale Teken HoA Soal Divestasi 14 Persen Saham ke BUMN MIND ID
Meskipun sebagian besar dari kita mungkin cenderung percaya bahwa kebahagiaan kadang kala datang kondisi lingkungan disekitar kita, sebenarnya bagian besar rasa kebahagiaan dapat kita kendalikan dari dalam tubuh.
Dilansir dari healthy.havard, Rabu, 15 November 2023, Para peneliti merilis laporannya dalam Psychological Bulletin yang terbit pada bulan Juni 2019 mengungkapkan, sekitar 50% tingkat kebahagiaan seseorang didasarkan pada faktor genetika. Namun, kendali 40% lainnya berada di tangan individu itu sendiri, dan hanya sekitar 10% yang lain bergantung pada keadaan sekitar.
Para peneliti mencoba menyelidiki bagaimana ekspresi wajah dapat memengaruhi emosi. Fakta menariknya tersenyum dapat membuat seseorang merasa lebih bahagia, sementara ekspresi cemberut dapat menimbulkan rasa marah, dan mengerutkan kening dapat menimbulkan rasa sedih. Meskipun efeknya mungkin relatif kecil, senyuman memiliki kekuatan untuk menarik perhatian luas dan bentuk ekspresi diri.
Direktur dari Harvard Study on Adult Development, Robert Waldinger, mengungkapkan bahwa fenomena ini mengisyaratkan bahwa meskipun seseorang sedang berada dalam kondisi kurang Bahagia, namun ekspresi dan gestur tubuhnya dapat memacu gelombang sensasi kebahagiaan yang hadir dari dalam tubuh.
Penelitian yang telah berjalan selama bertahun-tahun ini menunjukkan bahwa kebahagiaan bukanlah kondisi tetap, melainkan hal yang bisa dikelola dan ditingkatkan.
Baca Juga:
- Kepala Bapenda Makassar Hadiri Rakornas Pendapatan di Bali
- Gelar Rapat Pembahasan Anggaran, PDAM Makassar Fokus Tingkatkan Pelayanan
- Ganggu Stabilitas Kinerja Pompa Air, Dirut PDAM Makassar Komplain Pemadaman Bergilir ke PLN
Meski seseorang tidak memiliki kecenderungan alami untuk menjadi bahagia ataupu ceria secara bawaan, masih ada ruang untuk meningkatkan kebahagiaan. Hal ini mengajarkan kita bahwa melalui keputusan, tindakan, dan cara pandang positif terhadap kehidupan, dapat memicu potensi seseorang untuk meraih kebahagiaan, bahkan di tengah situasi sulit sekalipun.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 18 Nov 2023