Harvard Melawan Pemerintahan Trump, Begini Penjelasannya

Havard University (https://www.myjobmag.com/)

MAKASSARINSIGHT.com - Pada musim gugur di akhir tahun 2023, ketika dunia tercengang oleh serangan Hamas ke Israel, gelombang protes beruntun terjadi di kampus-kampus Amerika Serikat.  Mereka mengutuk Israel atas serangannya.

Harvard, sebagai simbol pendidikan tinggi dunia, tak luput dari badai tersebut. Di balik gerbang-gerbang batunya yang berusia ratusan tahun, perdebatan tentang antisemitisme dan kebebasan berpendapat membakar suasana akademik.

Presiden Harvard saat itu, Claudine Gay, menjadi sorotan setelah kesaksiannya di hadapan Kongres dianggap mengecewakan banyak pihak. Tekanan demi tekanan memuncak, hingga akhirnya Gay mengundurkan diri. Namun,  kejadian tersebut baru menjadi permulaan dari badai yang lebih besar.

Baca Juga: 

Konflik Memuncak Kala Trump Terpilih

Setelah Trump terpilih sebagai Prsiden Amerika Serikat, pada tanggal 29 Januari 2025, Presiden Donald Trump mengambil langkah yang mengubah arah konflik. Ia menandatangani perintah eksekutif yang memperketat penanganan antisemitisme di kampus. 

Tak lama, Departemen Kehakiman membentuk Satgas Anti-Semitisme, dipimpin oleh Leo Terrell, seorang pengacara vokal yang langsung mengarahkan pandangannya ke Harvard.

Surat resmi pertama dari Departemen Kehakiman tiba di Harvard pada akhir Februari. Peringatan itu disusul pengumuman kunjungan ke 10 kampus besar, termasuk Harvard, untuk menyelidiki dugaan diskriminasi terhadap mahasiswa Yahudi. 

Tekanan tak berhenti di sana. Pada awal Maret 2025, Leo Terrell mengancam akan mencabut seluruh dana federal dari universitas-universitas yang dianggap gagal melindungi mahasiswa Yahudi. Harvard, yang menerima hibah dan kontrak pemerintah senilai miliaran dolar, langsung masuk daftar pemeriksaan.

Situasi makin memanas, pada akhir Maret, pemerintah federal mengumumkan tinjauan atas dana Harvard sebesar US$8,7 miliar. Beberapa hari kemudian, pemerintah mengajukan syarat berat, Harvard diminta membubarkan program Diversity, Equity, and Inclusion (DEI), memperbanyak keragaman pandangan, serta mengubah kebijakan untuk mahasiswa internasional.

Baca Juga: 

Havard Melawan

Alan Garber, Presiden Harvard yang baru, tidak tinggal diam. Pada tanggal 14 April 2025, ia secara terbuka menolak tuntutan pemerintah. Dalam pernyataannya, Alan menegaskan bahwa langkah Trump dan timnya adalah ancaman langsung terhadap kebebasan akademik dan kebebasan berpendapat, nilai-nilai yang dijaga Harvard sejak berdirinya hampir empat abad lalu.

Penolakan itu berbuntut panjang. Pemerintah membekukan lebih dari US$2,2 miliar hibah dan kontrak. Tak berhenti sampai di situ, Trump mengusulkan agar status bebas pajak Harvard dicabut. 

Departemen Keamanan Dalam Negeri mengancam mencabut izin program visa mahasiswa asing Harvard, mengancam keberlangsungan komunitas internasional kampus tersebut. Departemen Pendidikan juga meminta akses penuh terhadap data sumbangan asing dan catatan pelanggaran mahasiswa asing.

Ditekan dari segala arah, Harvard memutuskan untuk melawan melalui jalur hukum. Pada tanggal 21 April 2025, Harvard secara resmi menggugat pemerintahan Trump.

Dalam gugatannya, Harvard menuduh pemerintah melanggar prosedur hukum dan konstitusi, khususnya Amandemen Pertama yang melindungi kebebasan berbicara dan berpendapat.

Tujuh hari kemudian, atau hari ini, Senin, 28 April 2025, kedua belah pihak bertemu di pengadilan federal Boston untuk sidang perdana. Di ruang sidang yang penuh ketegangan itu, bertemulah dua kekuatan besar, satu mewakili otoritas pemerintah yang ingin memperketat kontrol atas kampus, satu lagi mewakili tradisi akademik yang berusaha mempertahankan otonominya.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 29 Apr 2025 

Editor: El Putra
Bagikan

Related Stories