Bikin Nyeri!!! Pengangguran Indonesia Juara 2 se-ASEAN, Anak Muda Mendominasi

Tekan Angka Pengangguran, Pemkot Surabaya Gelar Bursa Kerja dengan Ribuan Lowongan dari Dalam dan Luar Negeri (www.surabaya.go.id)

MAKASSARINSIGHT.com - Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan tingkat pengangguran Indonesia akan meningkat menjadi 5% pada tahun 2025, naik dari 4,9% pada 2024. Proyeksi ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat pengangguran tertinggi kedua di kawasan Asia, setelah Filipina. Data ini tercantum dalam laporan World Economic Outlook yang dirilis pada April 2025.

Menanggapi laporan tersebut, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO), Hasan Nasbi, menyatakan bahwa pemerintah menganggap proyeksi IMF sebagai masukan penting. Meski demikian, ia menegaskan bahwa pemerintah tetap akan merujuk pada data resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam merumuskan kebijakan ketenagakerjaan.

“Analisis dari lembaga-lembaga seperti IMF tentu jadi masukan yang sangat penting bagi pemerintah untuk mengantisipasi, untuk menjaga supaya kita tetap baik ekonominya,” ujar Hasan, dalam keterangan resmi di Jakarta, dikutip Selasa, 4 Juni 2025.

Baca Juga: 

Berdasarkan data BPS per Februari 2025, kondisi ketenagakerjaan Indonesia justru menunjukkan perbaikan. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tercatat 4,76%, lebih rendah dibandingkan Februari 2024 yang berada di angka 4,82%. Selain itu, tingkat setengah penganggur menurun dari 8,52% menjadi 8%, sedangkan proporsi pekerja penuh waktu meningkat dari 65,60% menjadi 66,19%.

“Jadi, ada indikator-indikator yang menunjukkan bahwa memang terjadi pemutusan hubungan kerja, tetapi penciptaan lapangan kerja baru juga terjadi, dan itu lebih banyak,” tambah Hasan.

Anak Muda Dominasi Pengangguran RI

Salah satu faktor yang mendorong meningkatnya tekanan terhadap pasar tenaga kerja di Indonesia adalah bertambahnya jumlah angkatan kerja baru, terutama dari kalangan muda lulusan SMA, pendidikan vokasi, dan perguruan tinggi. 

Lonjakan ini menjadi tantangan serius ketika lapangan kerja yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah pencari kerja. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), lulusan SMA menjadi penyumbang tertinggi terhadap angka pengangguran, yakni sebesar 28,01%. 

Sementara itu, tingkat pengangguran terendah justru ditemukan pada lulusan Diploma I/II/III, yang hanya sebesar 2,44%. Ketimpangan ini menunjukkan bahwa jenjang pendidikan yang lebih terapan dan spesifik seperti diploma lebih relevan dengan kebutuhan pasar kerja saat ini dibandingkan jenjang yang lebih umum seperti SMA.

Jumlah angkatan kerja di Indonesia berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Februari 2025 mencapai 990.634 orang, naik 41.550 orang dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. 

Kenaikan ini turut disertai dengan meningkatnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 1,81 persen poin. Peningkatan TPAK ini bisa dibaca sebagai sinyal positif karena menandakan lebih banyak orang yang bersedia dan mampu bekerja, namun di sisi lain juga menunjukkan potensi masalah baru jika pertumbuhan lapangan kerja tidak cukup cepat untuk menyerap tenaga kerja tersebut. 

Baca Juga: 

Hal ini menjadi semakin krusial jika dikaitkan dengan dominasi lulusan muda dalam komposisi angkatan kerja baru, yang pada umumnya masih minim pengalaman dan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri.

Perlu juga dicermati bahwa perbedaan definisi antara lembaga internasional dan nasional dalam mengklasifikasikan pengangguran turut memengaruhi interpretasi data. 

Dana Moneter Internasional (IMF) menggunakan definisi yang lebih sempit, yakni hanya memasukkan individu yang tidak bekerja dan sedang aktif mencari pekerjaan.

Sementara itu, BPS mengadopsi pendekatan yang lebih inklusif dengan mencakup pencari kerja aktif, mereka yang tengah mempersiapkan usaha, hingga kelompok yang telah menyerah untuk mencari pekerjaan atau dikenal sebagai discouraged workers

Perbedaan ini bisa menimbulkan perbedaan pandangan terhadap kondisi riil pasar tenaga kerja di Indonesia, baik dari sisi domestik maupun internasional.

Meskipun menghadapi proyeksi yang kurang menggembirakan dari IMF, pemerintah Indonesia tetap menunjukkan sikap optimistis dalam menangani tantangan ketenagakerjaan. 

Pengamat ketenagakerjaan Hasan Nasbi menyebut bahwa sejumlah indikator justru menunjukkan tren positif. Untuk menjawab tantangan ini, pemerintah terus mendorong berbagai program penciptaan lapangan kerja, seperti pelatihan vokasi yang diarahkan sesuai kebutuhan industri, pemberdayaan UMKM sebagai tulang punggung ekonomi nasional, hingga perluasan program padat karya di sektor-sektor strategis. 

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 04 Jun 2025 

Editor: Isman Wahyudi
Bagikan
Isman Wahyudi

Isman Wahyudi

Lihat semua artikel

Related Stories