Komunitas
10 Oktober Hari Kesehatan Mental Sedunia, Begini Sejarahnya
MAKASSARINSIGHT.com - Hari Kesehatan Mental Sedunia dirayakan setiap tahun pada tanggal 10 Oktober. Perayaan tersebut dimulai pada tahun 1992, yang merupakan inisiatif World Federation for Mental Health (WFMH).
Sebagai informasi, WFMH didirikan pada 1948 yang memiliki misi untuk mempromosikan pemahaman, pencegahan, perawatan, dan penelitian masalah kesehatan mental di seluruh sudut dunia. Organisasi itu juga berkomitmen untuk meningkatkan pemahaman tentang kesehatan mental dan mengadvokasi hak-hak yang menderita gangguan mental.
Tujuannya adalah menciptakan kesadaran tentang masalah kesehatan mental, mengatasi stigma yang terkait dengan gangguan mental, dan mempromosikan akses yang lebih baik ke perawatan mental.
Baca Juga:
- Renovasi Kantor Balaikota dan Pembangunan MGC, Wali Kota Makassar: Legacy Danny-Fatma
- Lakukan Penyegaran di Lingkup Pemkot, Wali Kota Makassar: Yang Rajin dan Profesional Akan Dipromosikan
- Punya Hak Berdasarkan Putusan MA, Pemilik Lahan di CPI Mohon Keadilan ke Pj Gubernur Sulsel
Oleh sebab itu, Hari Kesehatan Mental Sedunia memberikan platform penting bagi individu, keluarga, kelompok masyarakat, dan pemerintah untuk terlibat dalam dialog terbuka tentang kesehatan mental.
Secara umum perayaan Hari Kesehatan Mental Dunia dirayakan melalui berbagai kegiatan seperti seminar, lokakarya, kampanye sosial, dan pameran seni, perayaan ini terus memainkan peran krusial dalam memerangi stigmatisasi, meningkatkan pemahaman, dan mempromosikan kesehatan mental yang positif di seluruh dunia.
Namun demikian, di era perkembangan digital yang begitu masif terdapat beberapa fakta menarik soal kesehatan mental dunia. Berikut ini 7 fakta seperti yang dilansir TrenAsia.com dari berbagai sumber.
1. Prevalensi Gangguan Mental
Menurut WHO lebih dari 450 juta orang di seluruh dunia menderita gangguan mental. Gangguan ini dapat melibatkan kondisi seperti depresi, kecemasan, dan skizofrenia. Meskipun umum, stigma dan kurangnya pemahaman seringkali menjadi hambatan untuk pencarian perawatan.
2. Dampak Pandemi COVID-19
Pandemi COVID-19 telah meningkatkan tekanan pada kesehatan mental global. Isolasi sosial, ketidakpastian ekonomi, dan ketakutan akan kesehatan telah menyebabkan peningkatan kasus kecemasan dan depresi. Perubahan kebiasaan hidup dan keterbatasan akses terhadap dukungan sosial juga berkontribusi pada masalah kesehatan mental.
3. Stigma Masih Menjadi Tantangan
Stigma terhadap gangguan mental tetap menjadi hambatan serius untuk pencarian perawatan. Banyak orang yang mengalami masalah kesehatan mental merasa malu atau takut dijauhi oleh masyarakat. Pendidikan dan kampanye kesadaran terus diperlukan untuk mengatasi stigma ini.
4. Pentingnya Kesehatan Mental Anak dan Remaja
Gangguan mental tidak hanya memengaruhi orang dewasa, tetapi juga anak-anak dan remaja. Faktor seperti tekanan akademis, bullying, dan perubahan hormon dapat menyebabkan gangguan mental pada kelompok ini. Pemahaman dan perhatian khusus terhadap kesehatan mental anak dan remaja menjadi semakin penting.
Baca Juga:
- Perumda Parkir Makassar Tertibkan Jukir Liar di Depan SD Sudirman
- Stok Beras Sulsel Diklaim Cukup Hingga Akhir Tahun 2023
- Intip Harta Yaqut Cholil Qoumas, Menag yang Ajak Tak Pilih Pemimpin Bermulut manis
5. Kesehatan Mental di Tempat Kerja
Stres dan tekanan di tempat kerja dapat menyebabkan masalah kesehatan mental. Dukungan sosial, lingkungan kerja yang sehat, dan kebijakan kesehatan mental di tempat kerja dapat membantu mengurangi risiko gangguan mental yang disebabkan oleh faktor pekerjaan.
6. Keterbatasan Akses ke Perawatan Mental
Meskipun meningkatnya kesadaran, masih banyak negara yang menghadapi keterbatasan akses terhadap perawatan mental yang memadai. Faktor seperti kurangnya sumber daya, kurangnya tenaga profesional, dan kurangnya dukungan kebijakan dapat menjadi hambatan dalam memberikan bantuan yang dibutuhkan.
7. Hubungan Antara Kesehatan Mental dan Kesehatan Fisik
Kesehatan mental dan fisik tidak terpisah. Gangguan mental dapat memengaruhi kesehatan fisik dan sebaliknya. Penting untuk memahami keseimbangan ini dan mendukung pendekatan holistik untuk kesejahteraan manusia secara keseluruhan.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Alvin Pasza Bagaskara pada 10 Oct 2023