Perang Bertalu di Perbatasan Israel-Lebanon

Kamis, 27 Juni 2024 19:03 WIB

Penulis:Isman Wahyudi

Editor:Isman Wahyudi

perbatasan lebanon israel.jpg
Ledakan di wilayah perbatasan Israel-Lebanon (Reuters)

MAKASSARINSIGHT.com, JAKARTA- Ada kekhawatiran konflik besar-besaran antara Israel dan Hizbullah di Lebanon semakin mungkin terjadi. Dan ini bisa menarik Iran dan militan lain yang bersekutu dengan Iran. 

Kelompok Hizbullah yang didukung Iran mulai menyerang Israel dari utara segera setelah perang Israel-Hamas pecah pada Oktober 2023. Sejak itu, Hizbullah menyatakan tidak akan menghentikan serangannya sampai ada gencatan senjata di Gaza.

Dalam beberapa hari terakhir, terjadi peningkatan serangan artileri di perbatasan utara Israel. Hal ini menyebabkan puluhan ribu orang dievakuasi dari daerah di kedua sisi perbatasan. Di Lebanon saja, 90.000 warga sipil telah meninggalkan rumah mereka di wilayah selatan.

Baca Juga: 

Pada saat yang sama, retorika kedua belah pihak juga meningkat. Pemimpin Partai Persatuan Nasional Israel, Benny Gantz memperingatkan bahwa militer Israel dapat sepenuhnya mengalahkan Hizbullah dalam hitungan hari. Sebelumnya Hizbullah mengancam untuk mematikan jaringan listrik Israel. “Israel bisa menghancurkan Hizbullah dalam hitungan hari,” katanya Rabu 26 Juni 2024.

Awal bulan Juni ini, serangan udara Israel membuat salah satu komandan lapangan senior Hizbullah, Taleb Abdallahbersama dengan tiga agen lainnya meninggal dunia. Sebagai tanggapan, militan Lebanon meluncurkan serangan roket terbesar mereka ke Israel sejak perang di Gaza dimulai.

Pada 12 Juni, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan bahwa lebih dari 170 proyektil ditembakkan dari Lebanon dalam tiga serangan. Meskipun beberapa roket berhasil dicegat, roket lainnya menghantam kota-kota dan lokasi militer di Israel. Hal ini menyebabkan kebakaran di beberapa bagian utara.

Pada 25 Juni 2024 Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant juga tiba di Washington untuk membahas permusuhan di perbatasan dengan Lebanon serta fase berikutnya dari perang Gaza.  Dia meninggalkan Israel dengan pernyataan bahwa mereka siap untuk tindakan apa pun yang mungkin diperlukan di Gaza, Lebanon, dan di lebih banyak wilayah.

Saat menyambut Gallant di Pentagon, Panglima Angkatan Bersenjata Amerika Jenderal Charles Q. Brown menegaskan kembali pentingnya diplomasi dalam mencapai solusi.  Dia mengatakan perang  antara Israel dan Hizbullah dapat dengan mudah menjadi perang regional dengan konsekuensi buruk bagi Timur Tengah. “Sehingga diplomasi sejauh ini merupakan cara terbaik untuk mencegah eskalasi lebih lanjut,” katanya dikutip dari Reuters 27 Juni 2024. 

Dalam kaitannya dengan perang regional sudah jelas sejak dimulainya kampanye di Gaza bahwa ada potensi situasi menjadi lebih buruk jika Hizbullah semakin terlibat. Atau Iran  yang menjadi pendukung utamanya  memutuskan untuk mengambil tindakan.  Selain memiliki hubungan langsung dengan  Iran, Hizbullah juga memiliki pengaruh besar di Suriah. “Semua ini dapat menyebabkan konflik meluas ke luar Israel dan Lebanon selatan dan menjadi konflik regional,” tambahnya.

Hizbullah Lebih Kuat Dibanding Hamas

Brown sebelumnya mengingatkan Hizbullah lebih kuat dibandingkan Hamas dalam hal kemampuan keseluruhan, jumlah roket dan sejenisnya. Dan  Dia  melihat Iran lebih cenderung memberikan dukungan lebih besar kepada Hizbullah.

Iran sudah meluncurkan serangan drone dan rudal besar-besaran terhadap Israel secara langsung. Dan jika Israel secara signifikan meningkatkan tekanan terhadap proxy mereka yang paling berharga, maka respons yang lebih besar tidak akan terlalu mengejutkan.

Baca Juga: 

Semua ini dapat membantu memperluas konflik di wilayah tersebut. Dan  membuat Israel tidak hanya khawatir terhadap apa yang terjadi di bagian selatan negara mereka, namun juga apa yang terjadi di wilayah utara.

Brown melanjutkan berdasarkan lokasi pasukan Amerika dan jarak antara Lebanon dan Israel yang dekat akan menjadikan lebih sulit bagi Amerika untuk dapat mendukung Israel dengan cara yang sama seperti yang dilakukan lakukan pada bulan April. Ketika Amerika memberi kontribusi  hampir sepenuhnya menumpulkan serangan rudal dan drone Iran yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap  Israel.

Keterlibatan militer Amerika kemungkinan besar akan mencakup kelompok tempur kapal induknya. Sementara kapal induk USS  Dwight D. Eisenhower  telah bergerak meninggalkan kawasan tersebut untuk kembali ke rumah. Sementara itu USS Theodore Roosevelt  yang saat ini berada di Pasifik menuju Timur Tengah menggantikan Eisenhower.  Tetapi perjalanan Roosevlet sendiri membutuhkan waktu paling cepat 10 hari.

Israel sendiri tampaknya menyadari situasi ini. Penasihat Keamanan Nasional Israel Tzachi Hanegbi mengatakan mereka lebih memilih menggunakan diplomasi untuk menyelesaikan konflik dengan Hizbullah. “Kami Israel telah berdiskusi dengan pejabat Amerika mengenai kemungkinan mencapai kesepakatan dengan Hizbullah. Terutama  setelah operasi di Gaza berakhir,” katanya.

Setelah operasi militer berintensitas tinggi di Gaza berakhir, seperti yang diperkirakan pasukan IDF yang lebih banyak dapat dikerahkan ke perbatasan utara dengan Lebanon untuk melakukan serangan yang lebih besar di sana. Ini adalah faktor yang disinggung Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada akhir pekan . Meskipun ada klaim bahwa pergerakan pasukan IDF terkait dengan kampanye melawan Hizbullah, perlu dicatat bahwa setidaknya beberapa rekaman yang disajikan tidak terkait dengan aktivitas saat ini.

Jika konflik yang lebih luas antara Israel dan Hizbullah berkembang, Israel akan dihadapkan dengan potensi rentetan besar senjata serang jarak jauh. Hizbullah  telah diidentifikasi sebagai  aktor non-negara yang paling bersenjata lengkap di dunia . Mereka memiliki berbagai macam pesawat nirawak dan rudal. Termasuk jenis jarak jauh yang canggih. Dan meski pertahanan udara Israel  berlapis-lapis, serangan besar-besaran akan sangat sulit dibendung seluruhnya.

Meskipun ada pembicaraan mengenai upaya diplomasi, masih terdapat ketidakpastian mengenai masa depan konflik antara Israel dan Hizbullah.  Sejumlah negara telah mendesak warganya meninggalkan Lebanon. Negara-negara tersebut termasuk Kanada dan Kuwait.

Baca Juga: 

Salah satu negara yang berisiko terseret ke dalam konflik adalah Siprus. Pekan lalu, pemimpin Hizbullah Sayyed Hassan Nasrallah mengeluarkan ancaman terhadap pulau  yang terletak di Mediterania timur tersebut. Siprus merupakan  anggota Uni Eropa yang paling dekat dengan Lebanon.

Hizbullah mengingatkan jika Siprus membuka bandara dan pangkalan bagi  Israel untuk menargetkan Lebanon berarti pemerintah Siprus telah menjadi bagian dari perang. Dan Hizbullah akan menghadapinya sebagai bagian dari perang.

Untuk saat ini, situasi antara Israel dan Hizbullah masih sama tegangnya sejak perang di Gaza dimulai. Meskipun perang kata-kata terjadi antara para pejabat di kedua belah pihak, jelas  Amerika Serikat, dan negara-negara lain di seluruh dunia, mempunyai kekhawatiran serius bahwa konflik ini akan semakin mendalam. 

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Amirudin Zuhri pada 27 Jun 2024