Senin, 03 Juni 2024 17:03 WIB
Penulis:Isman Wahyudi
Editor:Isman Wahyudi
MAKASSARINSIGHT.com – Sebagai upaya untuk mengatasi backlog perumahan yang masih tinggi, pemerintah melalui Badan Pengelolaan Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) menawarkan skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang diklaim memiliki banyak keunggulan dibandingkan segmen komersial.
Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho menyampaikan sejumlah manfaat yang dapat diterima oleh berbagai kelas sosial masyarakat, khususnya para pekerja penerima upah dan pekerja mandiri.
Berdasarkan simulasi yang telah dibuatkan oleh BP Tapera, inilah sejumlah keuntungan KPR yang ditawarkan:
Baca Juga:
Simulasi ini mencakup dua skenario penghasilan: Rp6.000.000 per bulan dan Rp4.000.000 per bulan. Dalam kedua skenario, harga rumah yang diambil sebagai contoh juga berbeda, yakni Rp300.000.000 untuk penghasilan Rp6.000.000 dan Rp175.000.000 untuk penghasilan Rp4.000.000.
Pada kedua skenario, down payment (DP) yang diperlukan adalah 1% dari harga rumah, dengan plafon pinjaman yang disesuaikan.
Salah satu perbedaan utama antara KPR Tapera dan KPR Komersial adalah suku bunga yang dikenakan. KPR Tapera menawarkan suku bunga tetap (fixed) sepanjang tenor pinjaman, sementara KPR Komersial mengenakan suku bunga mengambang (floating).
Untuk penghasilan Rp6.000.000, cicilan bulanan KPR Tapera adalah Rp1.960.069, sedangkan KPR Komersial adalah Rp3.065.600. Pada penghasilan Rp4.000.000, cicilan bulanan KPR Tapera adalah Rp1.143.975, dibandingkan dengan Rp1.788.266 pada KPR Komersial.
Beban konsumen tidak hanya mencakup cicilan bulanan, tetapi juga kontribusi tabungan Tapera sebesar 3% dari penghasilan.
Dalam simulasi, untuk penghasilan Rp6.000.000, beban bulanan total untuk KPR Tapera adalah Rp2.140.069, sedangkan untuk KPR Komersial adalah Rp3.065.600.
Pada skenario penghasilan Rp4.000.000, beban bulanan total untuk KPR Tapera adalah Rp1.263.473, dibandingkan dengan Rp1.788.266 untuk KPR Komersial.
Selisih beban bulanan antara KPR Tapera dan KPR Komersial cukup signifikan. Untuk penghasilan Rp6.000.000, selisihnya adalah Rp952.531 per bulan, dan selama 20 tahun total selisih mencapai Rp222.147.336.
Sementara itu, untuk penghasilan Rp4.000.000, selisih beban bulanan adalah Rp524.893, dengan total selisih selama 20 tahun mencapai Rp125.974.337.
Selain itu, peserta Tapera bisa memperoleh akumulasi tabungan dengan imbal hasil. Pada penghasilan Rp6.000.000, akumulasi pokok tabungan selama masa pensiun adalah Rp43.200.000 dengan estimasi imbal hasil Rp19.199.581, total pengembalian tabungan menjadi Rp62.399.581.
Untuk penghasilan Rp4.000.000, akumulasi pokok tabungan adalah Rp28.800.000 dengan estimasi imbal hasil Rp12.799.721, sehingga total pengembalian tabungan menjadi Rp41.599.721.
Dengan menggabungkan penghematan beban bulanan dan pengembalian tabungan, pekerja dengan penghasilan Rp6.000.000 memiliki total benefit mencapai Rp276.876.986, sedangkan pada penghasilan Rp4.000.000, total benefit adalah Rp167.574.058.
Heru menjelaskan bahwa harga rumah dianggap terjangkau jika tidak lebih dari tiga kali penghasilan rumah tangga dalam setahun, atau maksimal indeks 3.
Saat ini, di 12 provinsi di Indonesia, masyarakat masih kesulitan menjangkau hunian dengan harga yang terjangkau sesuai dengan penghasilan mereka.
Bahkan, di beberapa provinsi dengan populasi tinggi seperti Jawa dan Bali, angka keterjangkauan residensialnya sudah di atas 5, yang artinya sangat tidak terjangkau.
Baca Juga:
"Masalah ini dialami oleh hampir semua segmen masyarakat, baik yang berpenghasilan rendah, kelas menengah, maupun pekerja kelas atas. Oleh karena itu, Tapera hadir sesuai amanah Undang-Undang nomor 4 tahun 2016 tentang Tapera, untuk meningkatkan kemampuan masyarakat menjangkau harga rumah yang lebih terjangkau," ujar Heru dalam konferensi pers Kantor Staf Presiden tentang Program Tapera akhir pekan lalu.
Salah satu cara yang dilakukan Tapera adalah dengan menurunkan suku bunga yang pada akhirnya mengurangi besaran angsuran bulanan peserta.
"Sebelum mendapatkan manfaat, peserta harus menabung terlebih dahulu. Ini bertujuan untuk menunjukkan kemampuan mereka dalam membayar angsuran. Dengan menjadi anggota Tapera, mereka menabung selama satu tahun, kemudian mengajukan KPR, yang meningkatkan kelayakan bankability peserta. Cukup dengan melihat track record menabung selama satu tahun," lanjut Heru.
Heru juga menjelaskan bahwa tidak semua pekerja diwajibkan menjadi peserta Tapera. Berdasarkan Undang-Undang No. 4 tahun 2016 tentang Tapera, hanya mereka yang pendapatannya lebih dari upah minimum yang wajib menjadi peserta. Pekerja dengan pendapatan di bawah upah minimum tidak diwajibkan menjadi peserta Tapera.
“Dalam menghitung target kepesertaan, kami sudah melakukan benchmarking kepesertaan ke beberapa lembaga seperti PT Taspen untuk ASN, dan BPJSTK untuk segmen swasta dan pekerja mandiri," tambahnya.
Bagi yang sudah memiliki rumah, Heru menjelaskan bahwa mereka tetap diwajibkan menjadi peserta Tapera.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 03 Jun 2024