Demutualisasi BEI: Konsep, Urgensi, dan Risiko Transformasi Bursa

Selasa, 25 November 2025 05:25 WIB

Penulis:Isman Wahyudi

Editor:Isman Wahyudi

Aktifitas Bursa Saham - Panji 4.jpg
Pekerja berjalan di depan layar yang menampilkan pergerakan saham di Mail Hall Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta 17 Oktober 2023. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia (trenasia.com)

MAKASSARINSIGHT.com – Wacana demutualisasi Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali mencuat, seiring penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang saat ini tengah digodok oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Demutualisasi merupakan proses transformatif yang mengubah bursa dari organisasi yang dimiliki anggotanya menjadi perusahaan dengan struktur kepemilikan yang lebih luas.

Secara konsep, demutualisasi adalah proses ketika bursa yang dimiliki anggotanya (perusahaan efek) berubah menjadi entitas korporasi berbasis saham. Hal ini memisahkan kepemilikan (hak untuk mendapatkan laba) dan hak untuk bertransaksi (trading rights).

Langkah ini telah dilakukan oleh bursa besar dunia, seperti Bursa Saham Stockholm (1993), Bursa London, dan Nasdaq. Transformasi ini bertujuan agar bursa dapat lebih lincah dalam merespons dinamika pasar global dan mempercepat pengembangan produk.

Baca Juga: 

1. Urgensi: Mengatasi Konflik Kepentingan

Di Indonesia, wacana ini kembali mencuat seiring penyusunan RPP oleh Kemenkeu. Tujuannya adalah memisahkan kepemilikan dan keanggotaan bursa, yang selama ini berpotensi menimbulkan benturan kepentingan.

Direktur Jenderal Kemenkeu, Masyita Crystallin, menegaskan, pemisahan ini merupakan langkah strategis. "Ini merupakan langkah strategis untuk mengurangi potensi benturan kepentingan, memperkuat tata kelola, meningkatkan profesionalisme, dan mendorong daya saing global pasar modal Indonesia,” ujarnya Jumat, 21 November 2025.

2. Manfaat Strategis dan Modal Pengembangan

Struktur korporasi memungkinkan bursa memperoleh sumber pendanaan baru. Literatur studi Dana Moneter Internasional (IMF) dan dokumen diskusi International Organization of Securities Commissions menjelaskan bahwa transformasi ini memberikan fleksibilitas untuk menggalang modal eksternal.

Modal eksternal ini sangat krusial untuk pengembangan teknologi, memperkuat efisiensi operasional, dan memperluas layanan. Ini juga mendukung pengembangan instrumen pasar modal seperti derivatif, ETF, dan pembiayaan transisi energi.

3. Risiko dan Dilema Pengawasan (SRO Conflict)

Studi dari lembaga-lembaga global seperti International Organization of Securities Commissions mencatat sejumlah risiko. Setelah berubah menjadi perusahaan komersial, bursa tidak lagi beroperasi dalam logika non-profit, tetapi berorientasi pada keuntungan pemegang saham baru.

International Organization of Securities Commissions menekankan bahwa bursa tetap memegang fungsi pengawasan sebagai self-regulatory organization (SRO). Diperlukan mekanisme tata kelola kuat untuk mencegah konflik kepentingan baru antara kepentingan komersial dan integritas pasar.

Tantangan terbesar muncul jika bursa melakukan self-listing (IPO). Status perusahaan publik dapat memicu dilema pengawasan terhadap dirinya sendiri, sehingga perlu pembatasan pemegang saham tertentu atau penguatan fungsi pengawasan eksternal.

4. Rencana Integrasi Kebijakan (Free Float)

Kemenkeu juga menegaskan bahwa demutualisasi tidak dapat berdiri sendiri, tetapi harus diikuti oleh kebijakan pendukung. Rencananya, kebijakan itu akan diikuti dengan peningkatan free float saham emiten agar likuiditas meningkat.

Peningkatan free float bertujuan agar dampaknya terhadap kedalaman dan likuiditas pasar modal benar-benar optimal. "Agar dampaknya terhadap kedalaman dan likuiditas pasar modal benar-benar optimal,” kata Masyita.

Baca Juga: 

5. Proses dan Komitmen Regulator

Penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dilakukan secara cermat mengingat konsekuensi hukum dan operasional yang luas bagi BEI. Kajian teknis mendalam dan konsultasi intensif dilakukan bersama BEI, pelaku industri, dan DPR.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, menjelaskan pihaknya sedang melakukan diskusi dan komparasi. Kajian ini mencakup hal-hal yang perlu diperhatikan saat demutualisasi berlaku efektif di Indonesia.

BEI menuturkan tengah melakukan komparasi model demutualisasi yang diterapkan di bursa global, seperti Bursa Saham Stockholm (1993), Bursa London, dan Nasdaq, untuk menemukan model yang paling optimal bagi pasar modal nasional.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Alvin Bagaskara pada 25 Nov 2025