Ada Gelagat Menyempitnya Keterbukaan Informasi di Era Prabowo

Rabu, 30 April 2025 18:16 WIB

Penulis:Isman Wahyudi

Editor:Isman Wahyudi

webpc-passthru.jpg
Pimpinan Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto (Foto: Laman resmi Fraksi Partai Gerindra) (Foto: Laman resmi Fraksi Partai Gerindra)

MAKASSARINSIGHT.com - Pada tanggal 28 April 2025, suasana ruang pertemuan di dalam acara Townhall Meeting Danantara yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat mendadak berubah tegang. Presiden Prabowo Subianto tengah membahas proyek strategis bernama Danantara. Namun tiba-tiba, sejumlah wartawan diminta keluar ruangan. 

Peristiwa ini sontak menimbulkan tanda tanya, bagaimana arah keterbukaan informasi publik di bawah kepemimpinan Prabowo?

Kejadian itu bukan satu-satunya. Sebelumnya, peluncuran program ambisius Makan Bergizi Gratis (MBG) juga dinilai minim sosialisasi. Program dengan anggaran mencapai Rp400 triliun tersebut baru benar-benar terkuak setelah mencuat dalam perdebatan publik. 

Baca Juga: 

Begitu pula dengan pembahasan revisi Undang-Undang TNI, yang banyak dikritik karena tidak melibatkan partisipasi publik secara transparan. Proses legislasi yang tertutup ini memunculkan kekhawatiran mengenai potensi pelemahan prinsip-prinsip demokrasi dan akuntabilitas sipil terhadap militer. 

Kritik datang dari berbagai kalangan, termasuk akademisi, aktivis, dan masyarakat sipil, yang menilai bahwa perubahan terhadap undang-undang strategis seperti ini seharusnya dibuka untuk dialog publik yang luas, guna menghindari potensi penyalahgunaan kekuasaan atau pengaburan batas peran militer dalam kehidupan sipil.

Kondisi ini kontras dengan citra keterbukaan yang coba dibangun Prabowo. Misalnya, ketika ia mengundang tujuh wartawan nasional ke kediamannya untuk wawancara eksklusif “tanpa sensor”. Langkah ini sempat menuai pujian karena menunjukkan kesediaan berkomunikasi langsung dengan media dan membuka ruang bagi publik untuk memahami pandangannya secara lebih personal.

Namun, inisiatif tersebut juga tak lepas dari kritik, terutama karena sifatnya yang selektif dan tidak mencerminkan proses komunikasi yang benar-benar terbuka dan inklusif. 

Banyak pihak mempertanyakan mengapa keterbukaan yang ditampilkan dalam bentuk komunikasi personal tidak diterapkan dalam kebijakan yang menyangkut kepentingan nasional, seperti revisi UU TNI. Ketimpangan antara citra dan praktik ini menimbulkan keraguan atas komitmen sejati terhadap prinsip transparansi dan partisipasi publik dalam pemerintahan.

Banyak yang menilai pendekatan ini bersifat elitis dan selektif karena hanya melibatkan media-media tertentu, sehingga tidak mencerminkan transparansi yang menyeluruh dalam tata kelola informasi publik. 

Misalnya, Tempo yang dikenal kritis terhadap Prabowo tidak termasuk dalam daftar undangan wawancara eksklusif tersebut. Hal ini menimbulkan kesan bahwa akses informasi strategis hanya diberikan kepada media yang dianggap "ramah," bukan berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas.

Baca Juga: 

Kasus Hasan Nasbi Jadi Cerminan

Kekhawatiran publik kian menguat setelah Hasan Nasbi mengundurkan diri dari posisinya sebagai Kepala Public Communication Office (PCO). Hasan, yang dikenal sebagai otak komunikasi publik di lingkaran Presiden Terpilih Prabowo Subianto, mundur setelah membuat pernyataan yang kontroversial terkait kasus teror terhadap jurnalis Tempo, Francisca Christy Rosana. 

Dalam pernyataannya, Hasan menanggapi kasus kiriman kepala babi dengan candaan, “Sudah dimasak aja,” yang langsung menuai kritik luas dari publik dan komunitas jurnalis. 

"Sudah dimasak aja, sudah dimasak aja," ujar Hasan Nasbi kepada awak media menaggapi pengiriman kepala babi ke kantor redaksi Tempo, Jumat, 21 April 2025.

Meski kemudian ia menegaskan pemerintah berkomitmen penuh terhadap kebebasan pers dan meminta agar kasus ini tidak dibesar-besarkan, respons awalnya dinilai tidak sensitif terhadap ancaman yang dialami jurnalis. 

Hasan juga menambahkan bahwa saat ini pers di Indonesia bebas melakukan peliputan dan membuat berita tanpa hambatan dari pemerintah. Namun, insiden ini telah memunculkan kembali kekhawatiran tentang sikap pejabat terhadap kebebasan pers dan perlindungan terhadap pekerja media di era pemerintahan baru.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 30 Apr 2025