Upah Minimum Makassar Naik Sedikit, Buruh Banyak Menolak

Ilustrasi Aksi buruh (ist)

Upah minimum kota (UMK) 2022 di Makassar disepakati naik.

Jumlahnya hanya Rp 39.559 atau 1,2 persen. Sehingga UMK yang semula Rp 3.255.423 menjadi Rp 3.264.982 untuk tahun depan.

Keputusan itu disepakati dalam rapat dewan pengupahan pada Selasa (23/11/2021). Dihadiri pengusaha dari apindo, perwakilan buruh dan pemerintah.

Kepala dinas tenaga kerja Makassar, Nielma Palamba menanggapi santai seiring masih ada buruh yang menolak hasil rapat.

"Kalau ada dinamika itu biasa terjadi, itu kenaikannya 1,2 persen. Mereka kan menuntut 8 persen, tapi apa regulasi nya," ujarnya saat ditemui.

Dia menjelaskan penghitungan UMK berdasarkan beberapa variabel. Acuannya,  undang-undang (UU) nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja, yang kemudian diturunkan melalui peraturan pemerintah (PP) nomor 36 tahun 2021 tentang pengupahan.

Disebutkan indikator yang digunakan seperti data dari BPS mengenai pertumbuhan ekonomi, inflasi, rata-rata konsumsi per kapita dan lainnya.

"Kami juga menambahkan satu item terkait survei monitoring kelayakan hidup di lima pasar tradisional di Makassar," jelasnya.

Usai rapat penetapan, berita acara terkait usulan keputusan UMK bakal diserahkan ke Wali Kota Makassar.

Penetapan direncanakan dilakukan pada bulan Desember mendatang dan berlaku mulai 1 Januari 2022.

"Berita acara akan kami ajukan ke Wali Kota bahwa Dewan Pengupahan sudah menetapkan. Kemudian Wali Kota yang akan merekomendasikan ke Gubernur," ungkapnya.

Sementara, pengusaha yang tergabung dalam Apindo menerima hasil rapat penetapan UMK 2022, meski dirasa masih cukup memberatkan. 

Ketua Apindo Makassar, Muammar Muhayyang mengatakan sebenarnya menginginkan UMK tidak naik, seperti ketetapan upah minimum provinsi (UMP) Sulawesi Selatan.

"Tapi karena regulasi PP 36 kami ikut pemerintah yaitu naik 1,2 persen. Upah di Makassar sudah besar," ucapnya.

Dia menyebut kondisi bisnis saat ini masih belum pulih lantaran masih dipengaruhi pandemi Covid-19.

Jika UMK dipaksakan naik signifikan, perusahaan bakal kesulitan menggaji karyawan. Bisa saja berujung pengurangan atau PHK hingga berpindah ke daerah lain.

Ibaratnya orang baru sembuh dari sakit, langsung mau disuruh untuk berlari. Itu kan sulit," ungkapnya.

Dilain pihak, perwakilan buruh Mulyadi Arif mengaku menolak keputusan tersebut. Kenaikan 1,2 persen dinilai terlalu rendah dari usulan yang diajukan yakni sebesar 8 persen.

"Disnaker Makassar mewakili Pemerintah ngotot memaksakan kenaikan UMK di tahun 2022 hanya di angka 1,2 persen, sementara kami mengusulkan 8 persen dengan berbagai pertimbangan, tapi itu tidak diakomodir," ucapnya.

Dia memaparkan usulan kenaikan 8 persen yang diajukan pihaknya sudah melalui sejumlah pertimbangan. Diantaranya angka pertumbuhan ekonomi nasional dan Makassar, daya beli masyarakat dan harga bahan pokok serta bahan bakar minyak (BBM) yang mengalami peningkatan.

"Dengan kenaikan 8 persen, tentu dapat meningkatkan daya beli pekerja dan produktivitasnya. Saya yakin pertumbuhan ekonomi juga akan tinggi ini," jelas Perwakilan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) ini.

Menaggapi, Kepala Disnaker Nielma Palamba menilai kenaikan UMK 1,2 persen sudah cukup representatif untuk pekerja di Kota Makassar. Jika dinaikkan ke angka 8 persen, dikhawatirkan justru para pengusaha tidak mampu membayar upah pekerja.

"Kalau dinaikkan terlaku tinggi, bisa-bisa usaha kolaps. Akhirnya pengangguran terbuka dan PHK meningkat, karena perusahaan tidak mampu membayar upah. Kami ingin semua stabil. Kami memihak ke buruh, juga memperhatikan keberlanjutan usaha," tutupnya.

Tags BuruhBagikan

Related Stories