Solar Langka di Sulsel, Biaya Logistik Bengkak dan Tersendat

Pertamina MOR VII

MAKASSARINSIGHT.com - Kelangkaan solar subsidi di wilayah Kota Makassar dan sekitarnya diyakini bakal berdampak besar terhadap kerentanan ekonomi daerah.

Itu sebagai efek dari tersendatnya aktivitas logistik dan transportasi, seiring dengan sulitnya kendaraan-kendaraan angkutan barang/orang mendapatkan bahan bakar sesuai yang dipersyaratkan.

Menurut Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Sulselbar Syaifuddin Saharudi, kondisi kelangkaan solar yang terjadi seminggu terakhir menjadi bukti sistem pendistribusian yang carut marut oleh PT Pertamina Patra Niaga.

"Ini sebenarnya persoalan yang terus berulang, tetapi tidak pernah bisa dipecahkan oleh penyalur [Pertamina]. Selalu alasannya adalah kuota yang terbatas segala macam, padahal tidak pernah bisa menemukan formulasi efektif agar kelangkaan bisa diminimalisir," ujar pria yang karib disapa Ipho ini, Jumat (11/3/2022).

Pada sisi lain, disparitas harga yang besar antara solar yang Rp5.150 / liter dengan Dexlite Rp13.250 / liter juga dinilai menjadi salah satu poin yang harus menjadi titik perhatian.

Menurutnya, jika kemudian pengusaha angkutan terpaksa menggunakan Dexlite karena Solar tidak tersedia, maka dikhawatirkan memicu pula penyesuaian harga angkutan serta harga pokok barang.

Dia mengakui, memang terjadi pergerakan konsumsi solar yang cukup besar seiring dengan geliat ekonomi terlebih jelang Ramadan, tetapi itu secara prinsip sesuatu yang wajar secara historikal.

Namun, lanjut dia, hal tersebut justru tidak pernah bisa diantisipasi oleh Pertamina Patra Niaga agar menciptakan langkah atau skenario yang efektif agar persoalan kelangakaan BBM solar tidak terus menerus terjadi.

Ipho mengemukakan, tata penyaluran hingga pengawasan konsumsi BBM Solar subsidi pada SPBU tidak dilakukan secara sistematis dan konsekuen oleh Pertamina sehingga penyerapan BBM itu tidak tepat sasaran yang kemudian akhirnya menimbulkan kelangkaan.

"Pada titiknya, kami sebagai elemen yang harusnya menjadi sasaran penggunaan BBM Solar subisidi harus menanggung eksesnya karena ketidakmampuan Pertamina Patra Niaga mengkondisikan persoalan tersebut," keluhnya.

Adapun yang dimaksud, adalah angkutan milik pebisnis logisitk dalam naungan ALFI Sulselbar yang sangat merasakan dampak dari kelangkaan BBM Solar subsidi, padahal muatan yang diangkut adalah kebutuhan primer atau bahan pokok untuk masyarakat.

"Sederhananya begini, solar langka bikin angkutan logistik harus mengantri puluhan jam di SPBU. Ini tentu saja bikin pengiriman jadi tersendat, beban logistik jadinya. Solar langka, barang-barang kebutuhan masyarakat jadi langka juga karena distribusi tersendat. Kalau begini, ekonomi kita secara luas jadi korban, masyarakat luas," paparnya.

Untuk itu, Ipho berharap agar Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi agar lebih memperbaiki tata penyaluran hingga pengawasan agar solar subsidi bisa tepat sasaran tanpa harus ada terjadi kelangkaan yang berlarut-larut.

"Kasihan juga anggota kami pemilik angkutan mengalami potensi kerugian akibat dampak suplai bbm yang harus antri berhari-hari. Belum lagi dampak kepada pendapatan pengemudi armada tersebut," ujar Ipho.

Untuk kedepannya, dia lantas berpendapat jika BBM Solar hanya satu varian saja sehingga tidak ada lagi pilihan. Itu supaya pengusaha jasa tranportasi dan logistik bisa menghitung penyesuaian harga angkutan akibat variabel biaya BBM secara jelas.

Dengan catatan, lanjut Ipho, ketersediaan BBM harus terjaga dan tidak ada lagi kelangkaan karena adanya pembatasan yang justru menimpulkan gejolak sosial ekonomi.

"Solusinya begitu, satu jenis BBM saja kalau perlu, jadi kami pengusaha juga jelas kalkulasi komponen bahan bakar. Asalkan stok terjamin, tidak ada lagi kelangkaan-kelangkaan, karena alasan mengantisipasi overkuota," tegas dia.

Sebelumnya, Senior Supervisor Communication & Relation PT Pertamina Regional Sulawesi, Taufiq Kurniawan berasalan jika kelangkaan solar yang terjadi di Makassar dan sekitarnya merupakan konsekuensi dari turunnya level PPKM Makassar menjadi level 2 yang membuat mobilisasi orang dan barang pun meningkat.

“Tadinya bus-bus kan tidak beroperasi, sekarang sudah beroperasi karena PPKM sudah di level 2,” kata Taufik kepada media.

Kelangkaan tersebut, kata dia, juga dipengaruhi oleh aktivitas industri yang mulai berjalan. “Pergerakan barang juga sangat banyak, meningkat drastis,” sambungnya.

Pertamina pun dihadapkan kuota Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) yang harus dijaga. Sebab, Pertamina hanya berperan sebagai operator saja yang menyalurkan. Sedangkan wewenang penetapan kuota BBM berada di BPH Migas.

“Apalagi kuota yang ditetapkan oleh BPH Migas itu memang turun signifikan. Hal itulah yang mengakibatkan kami harus harus melakukan pembatasan distribusi agar cukup sampai akhir tahun,” jelasnya.

Pertamina pun, kata Taufik mengimbau masyarakat untuk menggunakan BBM non subsidi.

“Itu kan ada Dexlite, yang jelas-jelas tidak mengantri dan stoknya sangat melimpah. Tetapi kenapa mereka masih menggunakan solar yang bersubsidi. Truk dan Perusahaan logistik dan proyek seharusnya pakai non subsidi karena mereka badan usaha,” tuturnya.

Tags Solar bersubsidiBagikan

Related Stories