Radikalisme, Ancaman bagi Kesatuan NKRI

(null)

BUTON UTARA – Rangkaian Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi, yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia dan Siberkreasi bersama Dyandra Promosindo, dilaksanakan secara virtual pada 12 November 2021 di Buton Utara, Sulawesi Tenggara. Kolaborasi ketiga lembaga ini dikhususkan pada penyelenggaraan Program Literasi Digital di wilayah Sulawesi. Kegiatan dengan tema “Berantas Radikalisme melalui Literasi Digital” ini diikuti oleh 549 dari berbagai kalangan masyarakat.

 

Empat orang narasumber tampil dalam seminar ini, yaitu Fact Checker Tempo, Zainal Ishak; Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Jawa Timur, Eko Pamuji; CEO PT. Palapa Digital Elektronik Indonesia, Aly Hasny; serta CEO sekaligus Co-Founder Bicara Project, Rana Rayendra. Diskusi tersebut dimoderatori oleh Sinta Pramucitra selaku spesialis komunikasi. Rangkaian Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi menargetkan 57.550 orang peserta.

 

Acara dimulai dengan sambutan berupa video dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo yang menyalurkan semangat literasi digital untuk kemajuan bangsa. Memasuki sesi pemaparan, materi pertama dibawakan oleh Rana Rayendra yang membawakan materi berjudul “Positif, Kreatif, Aman di Internet”. Rana menuturkan bahwa perkembangan internet terjadi sangat pesat, sehingga masyarakat perlu memiliki keterampilan dalam menggunakan internet agar tidak ketinggalan. Untuk itu, kita harus menggunakan internet dengan positif. “Positif di internet artinya kita mengkonsumsi dan mengunggah konten yang baik serta tidak mengakses konten yang ilegal di internet,” jelasnya.

 

Sesi pemaparan materi dilanjutkan oleh Zainal Ishaq yang membahas tentang “Verifikasi Informasi Palsu di Internet”. Zainal menjelaskan, salah satu penyebab mengapa masyarakat sangat mudah termakan berita bohong di internet adalah perasaan berlebihan, baik mengagungkan maupun membenci seseorang. Selain itu, anggapan bahwa berita yang sering muncul di linimasa adalah “benar”, padahal belum tentu. “Jika ada informasi viral yang beredar dan diragukan kebenarannya, Anda bisa mengeceknya di beberapa media atau melalui situs cekfakta.com yang merupakan kolaborasi berbagai media dalam cek fakta,” imbau Zainal.

 

Pemateri ketiga yaitu Eko Pamuji mengulas tema Budaya Digital yang berjudul “Radikalisme dan Wawasan Kebangsaan”. Radikalisme, menurut KBBI, adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Eko menjelaskan bahwa istilah radikalisme di Indonesia diperuntukkan bagi mereka yang ingin mengubah Pancasila dan UUD 1945 dengan sistem lain serta mereka yang memiliki sikap dan nilai-nilai anti-demokrasi. “Radikalisme memang sering terjadi dan umumnya menyerang jalur pendidikan, sehingga diperlukan wawasan kebangsaan yaitu kesadaran bahwa kita ini adalah warga negara Indonesia. Wawasan kebangsaan penting dimiliki oleh generasi muda guna menjaga keutuhan NKRI,” tutur Eko.

 

Aly Hasny menutup sesi pemaparan dengan materi berjudul “Keamanan dan Pertahanan Siber”. Aly menekankan bahwa penggunaan aplikasi atau perangkat yang tepat dan terpercaya amat penting. Tujuannya, agar data pribadi yang kita berikan tersimpan dengan aman dan tidak dieksploitasi secara negatif oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. “Selain itu, perlindungan data pribadi di internet juga memerlukan upaya dari diri sendiri seperti tidak sembarangan memberi izin pada perangkat atau membuka tautan/lampiran yang tidak jelas,” pungkasnya.

 

Selanjutnya, moderator membuka sesi tanya jawab yang disambut meriah oleh para peserta. Selain bisa bertanya langsung kepada para narasumber, peserta juga berkesempatan memperoleh uang elektronik masing-masing senilai Rp100.000 bagi 10 penanya terpilih.

 

Salah seorang peserta, Fatih, bertanya tentang bagaimana cara generasi muda mengedukasi orang tua terkait penyaringan berita bohong. Menurut Zainal, salah satu caranya adalah dengan mencari artikel terpercaya yang menjelaskan informasi yang benar, baru kemudian diberikan kepada orang tua. “Tujuannya agar mereka menyadari bahwa informasi yang mereka terima belum tentu benar,” imbuh Zainal.

Editor: El Putra

Related Stories