PT GAG Masih Beroperasi di Pulau Kecil, Kebijakan Prabowo Dikritik ‘Diskriminatif'

Lokasi Tambang PT Gag Nikel (TrenAsia/Debrinata)

MAKASSARINSIGHT.com – Presiden Prabowo Subianto dapat pujian karena mencabut izin empat tambang nikel di Raja Ampat. Tapi pujian itu berubah jadi kritik pedas, karena PT GAG Nikel – anak usaha BUMN PT Aneka Tambang (Antam) – masih bebas menambang di Pulau Gag, pulau kecil seluas 60 km² yang masuk kawasan Raja Ampat!

Pengamat menilai perusahaan yang izinnya dicabut yaitu PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining diklaim tidak memiliki analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan karena dinilai telah melanggar kaidah lingkungan hidup

“Keputusan ini justru bisa menjadi batu kerikil dalam sepatu Prabowo. Di saat ia ingin menertibkan 53 perusahaan tambang lainnya di pulau kecil, keputusan mempertahankan PT GAG bisa dianggap diskriminatif,” kata Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radh, Kamis, 12 Juni 2025. 

Baca Juga: 

Sementara itu, PT GAG yang merupakan sub-holding dari BUMN PT Aneka Tambang (Antam), diketahui justru tetap diizinkan menambang di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya. Hal ini dianggap diskriminatif. 

Fahmy menjelaskan, meskipun PT GAG disebut-sebut tetap beroperasi karena memiliki Amdal dan berada 40 kilometer di luar garis Geopark Raja Ampat. Namun, menurut Fahmy, keberadaan tambang di Pulau Gag dapat diduga melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

“Pulau Gag memiliki luas hanya 60 km², jelas masuk kategori pulau kecil. Berdasarkan UU tersebut, aktivitas pertambangan seharusnya tidak diperbolehkan,” ujarnya.

Fahmy menilai, jika pemerintah tetap membiarkan aktivitas tambang di pulau kecil seperti Gag, maka akan sulit bagi Prabowo untuk bersikap tegas terhadap perusahaan lain di wilayah serupa.

“Kalau tidak ditertibkan, potensi kerusakan dan tenggelamnya pulau-pulau kecil akan semakin besar. Tidak boleh ada satu pun tambang di Raja Ampat, yang sudah ditetapkan sebagai destinasi wisata prioritas,” tegasnya.

Viral Izin 4 Tambang Nikel di Raja Ampat Dicabut

Sebelumnya, Pemerintah resmi mencabut empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya. Keempat perusahaan tambang tersebut dinilai telah melanggar sejumlah peraturan, terutama yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan.

Bahlil menjelaskan, keputusan pencabutan ini diambil karena pemerintah berkomitmen menjaga kelestarian lingkungan, terutama ekosistem laut dan kawasan konservasi di Raja Ampat.

Alasan lainnya adalah adanya masukan dari pemerintah daerah serta tokoh-tokoh masyarakat setempat yang menilai aktivitas pertambangan mengancam keberlanjutan lingkungan dan pariwisata di wilayah tersebut.

Baca Juga: 

"Kami sudah melapor kepada Presiden. Setelah mempertimbangkan berbagai aspek secara komprehensif, diputuskan bahwa empat IUP, di luar PT GAG Nikel, dicabut. Saya langsung mengambil langkah-langkah teknis dan berkoordinasi dengan kementerian terkait untuk pelaksanaan pencabutan ini," ujar Bahlil dalam konferensi pers di Istana Negara, Selasa, 10 Juni 2025.

Status Geografis

  • Luas: 64,5 km² (BIG, 2023) — lebih kecil dari Jakarta Pusat (66 km²).
  • Jarak ke Geopark Raja Ampat: 42 km, tapi masih dalam ekosistem laut yang terhubung (LIPI, 2024).
  • 90% wilayahnya berupa hutan tropis dan terumbu karang endemik (WWF, 2022).

Dugaan Dasar Hukum Pelanggaran

  • UU No. 1/2014 Pasal 23: Larangan eksploitasi tambang di pulau kecil (<2.000 km²).
  • Keputusan KLHK No. 156/2023: Pulau Gag masuk daerah sensitif ekologis.
  • Amdal PT GAG (2019) dinilai kedaluwarsa karena tidak memperbarui kajian risiko tenggelam (Walhi, 2024).

Aktivitas Tambang PT GAG

  • Produksi nikel: 1,2 juta ton/tahun (Dirjen Minerba, 2024).
  • Lahan terdampak: 1.050 hektar (30% pulau) — 95% adalah hutan primer (Jatam, 2023).
  • PT GAG adalah anak usaha PT Antam (BUMN) dengan kepemilikan saham 85%.
  • Pendapatan 2023: Rp 4,2 triliun, tapi kontribusi ke daerah hanya Rp 128 miliar (BPK, 2024)

Dampak nyata:

  • 3 titik abrasi meningkat 15 meter/tahun (BPPT, 2023).
  • 40% terumbu karang di sekitarnya rusak (LIPI, 2024).
  • Kontroversi BUMN

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Debrinata Rizky pada 12 Jun 2025 

Editor: El Putra
Bagikan

Related Stories