Hukum dan Kriminal
Prabowo Beri Abolisi untuk Tom Lembong, Begini Penjelasannya
MAKASSARINSIGHT.com – Presiden Prabowo Subianto resmi memberikan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong. Di samping itu, ia juga memberi untuk kepada Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.
Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, usai rapat pemberian persetujuan abolisi dan grasi yang diajukan Presiden.
Dasco mengatakan permohonan abolisi dari Presiden Prabowo disampaikan kepada DPR RI melalui Surat Presiden Nomor R43 yang bertanggal 30 Juli 2025.
Baca Juga:
- Pesan Robert Kiyosaki untuk Kelas Menengah: Stop Beli 5 Hal Ini
- Hidup Irit Bukan Berarti Pelit, 6 Tips Frugal Living untuk Milenial
- Platform Digital BRI LinkUMKM, Jadi Solusi UMKM Tembus Pasar Lebih Luas
“DPR RI telah memberikan pertimabgnan dan persetujuan terhadap Surat Presiden Nomor R43/Pres/072025 tanggal 30 juli tentang permintaan pertimbangan DPR RI atas pemberian abolisi atas nama Saudara Tom Lembong,” katanya, Kamis, 31 Juli 2025.
Dengan adanya pemberian abolisi, proses penyelidikan kasus korupsi terkait importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun 2015-2016 yang menyeret Tom Lembong sebagai terdakwa secara resmi dihentikan atau dibatalkan.
Apa Itu Abolisi?
Abolisi merupakan langkah untuk menghapus proses hukum terhadap individu atau kelompok, baik yang tengah berlangsung maupun yang baru akan dimulai.
Artinya, penuntutan pidana dihentikan sepenuhnya dan seluruh konsekuensi hukum dari kasus tersebut dibatalkan sebelum pengadilan mengeluarkan putusan. Selain itu, abolisi juga bisa menghentikan tahap penyelidikan atau pemeriksaan dalam suatu perkara hukum.
Baca Juga:
- Hari Sungai Nasional, BRI Bergerak Bersihkan Sungai dan Kelola Sampah
- Bank Sulselbar Dorong Akses Pembiayaan, 180 Pengurus Koperasi Merah Putih Ikuti Sosialisasi Pengajuan Kredit dan Digitalisasi Keuangan
- JMSI Sulsel Gelar Musda 8-9 Agustus, Fokus Konsolidasi dan Penguatan Organisasi
Penting untuk memahami perbedaan antara abolisi dan bentuk pengampunan hukum lainnya seperti amnesti dan grasi. Abolisi secara khusus menghentikan proses hukum sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Hal ini berbeda dengan amnesti, yang membatalkan hukuman yang sudah dijatuhkan, dan umumnya diberikan kepada sekelompok orang dalam konteks politik. Amnesti bisa diberikan tanpa harus melalui proses permohonan terlebih dahulu.
Sementara, grasi merupakan pengurangan atau penghapusan hukuman yang telah diputuskan oleh pengadilan, dan biasanya diberikan kepada seseorang berdasarkan permohonan.
Ketiga jenis pengampunan ini memang sama-sama bertujuan untuk meringankan hukuman, namun masing-masing memiliki titik intervensi yang berbeda dalam sistem peradilan pidana. Di antaranya, abolisi merupakan bentuk intervensi paling awal dalam proses hukum.
Pemberian abolisi didasarkan pada landasan hukum yang jelas dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pasal 14 Ayat (2) UUD 1945 secara eksplisit menyebutkan Presiden memiliki kewenangan untuk memberikan abolisi, namun harus mempertimbangkan pendapat dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Ketentuan ini memastikan adanya peran pengawasan dari lembaga legislatif terhadap penggunaan hak prerogatif Presiden.
Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 secara khusus mengatur tentang amnesti dan abolisi. Dalam Pasal 4, ditegaskan pemberian abolisi otomatis menghentikan penuntutan pidana terhadap individu yang menerimanya, menunjukkan kekuatan hukum abolisi dalam menghentikan proses pidana.
Prosedurnya dimulai dari Presiden yang mengajukan permohonan pertimbangan kepada DPR RI. Setelah mendapat persetujuan, abolisi disahkan melalui Keputusan Presiden (Keppres), menjamin adanya transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaannya.
Ketentuan tersebut ditegaskan lebih lanjut dalam Pasal 71 huruf i Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018, yang mengatur mengenai kewenangan DPR. Dalam pasal tersebut disebutkan DPR memiliki wewenang untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden terkait pemberian amnesti dan abolisi.
Pertimbangan DPR diperlukan sebagai upaya pengawasan kebijakan eksekutif dan guna menjaga keseimbangan antarlembaga. Hal ini penting karena DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang terdiri dari unsur partai politik. Selama ini, abolisi umumnya diberikan kepada individu yang terlibat dalam tindak pidana sengketa politik.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Distika Safara Setianda pada 01 Aug 2025