Pencadangan Kredit BRI Capai Rp 40 Triliun

Paparan Kinerja Q3 Bank BRI

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) harus menelan pil pahit akibat memburuknya bisnis semen dan tekstil di tanah air. Gara-gara kualitas kredit sejumlah debiturnya di sektor itu terjun bebas, per September 2019 total pencadangan kredit macet BRI mencapai  Rp 40,3 triliun, naik  dari Rp 34,6 triliun pada periode sama tahun lalu.

Direktur Utama BRI Sunarso mengungkapkan, secara konsolidasi Net Performing Loan (NPL) perseroan naik dari 2,54 persen di kuartal III-2018 menjadi 3,08 persen di kuartal III-2019. Sedangkan secara individual juga meningkat dari 2,46 persen di kuartal III-2018 menjadi 2,94 persen di kuartal III-2019.

"Kami nilai beberapa sektor industri seperti semen dan tekstil mengalami masalah, sehingga ditetapkan sebagai NPL. Bagi kami terpenting adalah keberanian untuk menetapkan itu sebagai NPL, sehingga secara risk management tak perlu khawatir karena prudensialnya sudah 100 persen," ungkap Sunarso dalam paparan kinerja di Gedung BRI, Jakarta, Kamis (24/10/2019).

Sejumlah debitur besar yang mengalami persoalan kredit di BRI menurut Sunarso adalah PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) dan PT Duniatex. Terhadap kedua perusahaan tersebut BRI telah melakukan pencadangan atas kredit masing-masing sebesar 60 persen dan 100 persen.

"KRAS semua kreditur sudah sepakat restrukturisasi, BRI sudah mencadangkan 60 persen. Sedangkan Duniatex kami cadangkan 100 persen. Saat ini dalam proses restrukturisasi untuk kelanjutan industri masing-masing," katanya.

Suprajarto, Direktur Utama BRI sebelum digantikan Sunarso, Agustus lalu pernah menyampaikan bahwa portofolio kredit BRI di Duniatex sebesar Rp 1,4 triliun dan pinjaman nontunai sekitar Rp 400 miliar. Kredit tersebut memiliki jaminan jaminan 127%.

Melonjaknya kredit bermasalah membuat pertumbuhan laba bersih BRI tidak optimal. Hingga kuartal III laba bersih BRI sebesar Rp 24,80 triliun atau hanya tumbuh 5,36% dibandingkan periode sama 2018. Kenaikan laba bersih itu ditopang oleh pertumbuhan pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) sebesar 4,6% menjadi Rp 60,58 triliun.

Secara konsolidasi BRI telah menyalurkan kredit senilai Rp 903,14 triliun tumbuh 11,65 persen, lebih tinggi dari industri sebesar 8,59 persen. Besaran kredit tersebut mengalir ke berbagai segmen. Kredit mikro tercatat senilai Rp 301,89 triliun, kredit konsumer Rp 137,29 triliun, kredit ritel dan menengah Rp 261,67 triliun, serta kredit korporasi Rp 202,30 triliun.

Fakta yang menarik, per akhir September 2019 rasio margin bunga bersih (net interest income/NIM) BRI turun 60 basis poin (bps) menjadi 6,81 persen dari sebelumnya dari 7,41% di tahun lalu. "Kami nggak bisa lagi balikkan NIM ke 2014 yang sampai 9%. Ini pertanda bagus bahwa industri perbankan Indonesia penetrasinya meluas, jadi NIM tak lagi patokan sebuah kinerja,” jelas Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo dalam kesempatan yang sama.

Bagikan

Related Stories