Meski Ada Learning Loss, Skor PISA Indonesia Tetap Berhasil Naik

Meski Ada Learning Loss, Skor PISA Indonesia Naik (Dok. SMPN 2 Pleret)

JAKARTA – Meningkatnya posisi Indonesia dalam hasil Programme for International Student Assessment (PISA) 2022 diapresiasi sejumlah kalangan. Program-program yang diimplementasikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, dinilai mampu meminimalkan hilangnya pembelajaran (learning loss) akibat pandemi COVID-19 sehingga berdampak terhadap skor PISA Indonesia. 

Pengamat pendidikan sekaligus Guru Besar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Widya Mandala Surabaya, Profesor Anita Lie, mengatakan naiknya posisi Indonesia untuk literasi membaca, matematika, dan sains, pada hasil PISA 2022 merupakan pencapaian yang positif. Pertimbangannya, pandemi telah menyebabkan gangguan yang signifikan terhadap kegiatan belajar-mengajar secara global, termasuk di Indonesia. Namun, Indonesia tetap mampu menjaga kualitas pendidikan.

“Pencapaian ini cukup bagus karena ada learning loss akibat pandemi yang terjadi bukan hanya di Indonesia, tapi juga di sejumlah negara lain,” kata Anita kepada wartawan. 

PISA diselenggarakan setiap tiga tahun sekali oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) untuk mengukur literasi membaca, matematika pada murid berusia 15 tahun. PISA di Indonesia menggunakan sampel pada 14.340 siswa SMP, SMA, dan SMK di 413 sekolah selama Mei – Juni 2022. Berdasarkan hasil PISA 2022, peringkat Indonesia naik 5 posisi untuk literasi membaca dan matematika. Untuk sains, Indonesia naik 6 posisi dibandingkan hasil PISA 2018. 

“Seharusnya survei PISA dilakukan tiga tahun sekali terakhir sehingga pengambilan datanya semestinya dilakukan dari tahun 2021. Akibat pandemi, pengumpulan data dimundurkan menjadi tahun 2022. Kita harapkan kedepannya ada kenaikan yang lebih baik lagi,” kata Anita. 

Selama pandemi, Kemendikbudristek meluncurkan empat program kunci untuk meminimalkan learning loss. Keempat program tersebut antara lain akses daring berupa bantuan kuota internet lebih dari 25 juta murid dan 1,7 juta guru, peluncuran Platform Merdeka Mengajar, materi pembelajaran yang dibuat untuk membantu guru dalam menjalankan kegiatan belajar secara daring, serta implementasi Kurikulum Darurat yang menyederhanakan materi kurikulum agar guru dapat fokus mengajar. Penyederhanaan materi tersebut menjadi salah satu prinsip utama Kemendikbudristek dalam merancang Kurikulum Merdeka.

Anita melanjutkan, keempat program yang dijalankan Kemendikbudristek berimplikasi positif dalam meminimalkan learning loss selama pandemi, khususnya Kurikulum Merdeka. Implementasi Kurikulum Merdeka telah mendorong peningkatan literasi dan numerasi pasca pandemi sehingga mempengaruhi skor PISA Indonesia. “Cukup berperan dan berkorelasi,” katanya. 

Berdasarkan hasil Asesmen Nasional Kemendikbudristek dari 2021 hingga 2023 juga menunjukkan bahwa sekolah yang mengimplementasikan Kurikulum Merdeka mengalami pemulihan pembelajaran yang lebih cepat dibandingkan satuan pendidikan yang menerapkan Kurikulum 2013. Sekolah yang menggunakan Kurikulum Merdeka bahkan mengalami peningkatan literasi dan numerasi daripada satuan pendidikan yang menjalankan Kurikulum 2013.  

Dengan temuan tersebut, Anita berharap Kurikulum Merdeka dapat diterapkan secara luas oleh seluruh satuan pendidikan untuk menciptakan perbaikan sekaligus peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. “Kita berharap begitu karena kurikulum ini disusun oleh para guru sehingga mereka punya sensor ownership dalam proses pembelajaran. Kurikulum Merdeka ini memang diharapkan bisa untuk memperbaiki (kualitas pendidikan) kedepannya,” ucap Anita.  

Direktur OECD, Andreas Schleicher, sebelumnya juga mengapresiasi terhadap pencapaian skor PISA Indonesia. Menurut dia, sistem pendidikan Indonesia cukup tangguh dalam menghadapi pandemi. Peserta didik Indonesia secara umum berhasil mempertahankan kualitas hasil pembelajaran dalam nilai PISA mereka. “Kami sampaikan selamat kepada Indonesia yang telah berhasil menjaga kualitas hasil pembelajaran,” ucapnya. 

Selain itu, Andreas juga menyoroti tentang para siswa di Indonesia menunjukkan rasa memiliki yang kuat di sekolah. Bahkan, sekitar 87% siswa mengatakan bahwa mereka mudah berteman dibandingkan dengan rata-rata 76% di negara-negara OECD. “Siswa di Indonesia juga mendapatkan dukungan tertinggi dari guru mereka selama pandemi. Keterlibatan orang tua juga telah meningkat selama beberapa tahun terakhir dan menariknya bahwa semakin banyak orang tua memulai percakapan dengan sekolah tentang anak-anak mereka,” ujarnya.

Tulisan ini telah tayang di halojatim.com oleh Redaksi pada 07 Des 2023  

Editor: Redaksi Daerah
Justina Nur Landhiani

Justina Nur Landhiani

Lihat semua artikel

Related Stories