Komunitas
Malino Tak Lagi Beautiful: Hutan Gundul, Sampah Berserakan, hingga Sindiran Tempat Berzina
MAKASSARINSIGHT.com, MALINO — Keindahan Malino, kawasan wisata unggulan di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, kini tak lagi seindah narasi promosi yang sering digaungkan pemerintah daerah. Wilayah yang dahulu dikenal dengan kesejukan, hutan pinus yang rindang, serta panorama kebun teh yang memukau, kini menghadapi kenyataan pahit: pembalakan liar yang masif, sampah yang menumpuk, hingga predikat miring sebagai “tempat berzina”.
Kondisi tersebut ramai menjadi sorotan di media sosial. Warganet ramai-ramai mengeluhkan wajah baru Malino yang kotor dan semrawut. Ironisnya, tudingan miring justru datang dari publik figur seperti penyanyi dan komedian Raim Laode. Dalam unggahan di media sosialnya, Raim secara blak-blakan menyindir pengunjung Malino bukan lagi tempat wisata keluarga, melainkan “tempat orang-orang pacaran sampai berzina.”
“Tolong jadikan Malino rumah, sebagaimana artinya (Malino) itu rumah, bukan sebagai tempatmu berzina,” kata Raim Laode di panggung musik Beautiful Malino 2025 yang kemudian viral di berbagai platform media sosial.
Baca Juga:
- SK Tiba-Tiba Terbit, Penunjukan Hayat Gani Jadi Plt Ketua Perindo Sulsel Dipertanyakan
- Poros Perubahan Satukan Dukungan ke Asri Said Jelang Muswil BKPRMI Sulsel
- Klaster Usaha Binaan BRI Angkat Potensi Tanaman Hias, Buka Peluang Ekonomi Warga
Pernyataan ini menyulut perdebatan di ruang publik. Banyak yang merasa pernyataan itu kasar, tetapi tak sedikit pula yang membenarkan, karena realitas di lapangan memang mencerminkan degradasi moral dan pengelolaan destinasi wisata yang buruk.
Selain itu, pembalakan liar di kawasan hutan sekitar Malino makin marak tanpa pengawasan serius. Sejumlah area hutan pinus yang menjadi ikon wisata perlahan gundul dan beralih fungsi. Aksi ilegal ini bukan hanya merusak lingkungan, tetapi juga memperparah risiko bencana seperti longsor dan banjir di musim hujan.
Tak berhenti di situ, masalah klasik seperti sampah masih belum terselesaikan. Kawasan wisata favorit seperti Air Terjun Takapala, kebun teh, hingga Hutan Pinus kini sering dipenuhi sampah plastik dan sisa makanan pengunjung yang enggan menjaga kebersihan.
Sejumlah kalangan menilai fenomena ini sebagai akibat dari lemahnya pengelolaan wisata berbasis keberlanjutan.
“Malino kehilangan ruhnya sebagai destinasi alam karena pemerintah hanya fokus pada kuantitas kunjungan, tanpa memikirkan daya dukung lingkungan dan tata kelola sosial budaya,” kata Fajar seorang mahasiswa program doktoral sebuah perguruan tinggi negeri di Makassar.
Baca Juga:
- Tembus Pasar Global, UMKM Teh Bogor Ini Bukukan Pertumbuhan Positif Berkat BRI
- Perkuat Langkah Transformasi, BRI Luncurkan Inisiatif Strategis BRIvolution Tahap Pertama
- Ingin Bekerja di Jepang? Baca Dulu Gaji, Syarat, dan Tips Sukses
Pemerintah Kabupaten Gowa sendiri belum memberikan respons tegas terhadap kondisi ini, termasuk terkait sindiran Raim Laode yang viral di berbagai platform media sosial. Padahal, jika tidak segera dibenahi, bukan tidak mungkin Malino akan kehilangan daya tariknya sebagai primadona pariwisata Sulawesi Selatan.
Kini, publik menanti gebrakan nyata dari Pemkab Gowa untuk melakukan penertiban, pengawasan ketat hutan lindung, kampanye kesadaran wisata bersih, hingga revitalisasi kawasan Malino agar kembali beautiful seperti dahulu. Tanpa langkah konkret, Malino bisa saja tenggelam dalam kerusakan dan citra buruk yang makin sulit dipulihkan. (***)