Ekonomi & Bisnis
Kemenperin Segera Rampungkan Neraca Komoditas untuk Gula dan Garam
JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) segera menerapkan neraca komoditas di tahun 2022 untuk komoditas gula dan garam. Terkait hal ini, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) menyampaikan apresiasinya. Neraca komoditas ini akan memberikan kepastian bahan baku bagi kebutuhan dunia usaha.
Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik GAPMMI, Rachmat Hidayat mengatakan posisi neraca komoditas yang akan berlaku di tahun depan sangat strategis mengingat bahan baku industri makanan dan minuman sebagian besar berasal dari bahan baku pertanian. Ini akan menunjukkan data real kebutuhan industri di Indonesia.
“GAPMMI pertama apresiasi neraca komoditas yang ditempatkan di level Undang Undang dan Peraturan Pemerintah. Kami optimistis Pemerintah bisa menyelesaikan neraca komoditas demi mencapai target pertumbuhan ekonomi,” ungkap Rachmat pada acara Webinar Capaian Makro Ekonomi Kuartal Kedua Tahun 2021 dan Isu Aktual Sektor Industri Agro di Jakarta baru-baru ini.
Menurut Rachmat, neraca komoditas akan turut meningkatkan Indeks Kemudahan Berbisnis (ease of doing business) dengan syarat dilakukan secara berkelanjutan (continuity), kompetitif terkait harga, dan memperhatikan infrastruktur. Selain itu, neraca komoditas dapat membantu industri melihat selisih antara kebutuhan dengan kapasitas produksi sehingga memberikan kepastian dalam kebijakan impor.
“Kami tidak akan impor jika tidak perlu. Jadi impor itu bicara soal hidup atau mati industri. Perlu prinsip industri untuk ada kontinuitas dan daya saing bahan baku. Industri tidak membeli yang murah, tapi membeli yang berdaya saing. Jadi kita siap untuk menyerap produk hortikultura dalam negeri sebagai prioritas utama,” jelas Rachmat.
Sementara itu, Plt. Kepala Bidang Program Evaluasi dan Pengembangan Direktorat Industri Minuman Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian Agus Jarwanto mengatakan akan mendorong agar neraca komoditas juga diprioritaskan untuk komoditas susu dan tembakau.
Agus juga memaparkan bahwa pihaknya tengah mengembangkan sistem internalnya untuk mengumpulkan data susu dan tembakau. “Selama ini komoditas susu masih 80% impor sehingga harus diubah komposisinya agar volume impor bisa ditekan. Untuk tembakau, tetap perlu impor juga untuk blending. Ini terkait permintaan pasar ingin rasa tertentu yang perlu dicampur daun tembakau lokal dan impor,” pungkas Agus.