F8 Makassar 2019, Penegasan Pengrusakan Ekologi Pesisir Tanah Daeng

Kota Makassar

Alih-alih menjadi magnet sektor pariwisata kota, perhelatan event F8 Makassar 2019 justru sekadar menjadi ajang penegasan dari pengrusakan ekologi pesisir Kota Daeng. Pada tahun ini, event tersebut diselenggarakan di area CitraLand City Losari yang merupakan kawasan hasil reklamasi dari pengembang multinasional, Ciputra Group.

Sekadar diketahui, kawasan yang menjadi titik perhelatan F8 Makassar 2019 ini dikenal publik dengan Center Point of Indonesia (CPI), di mana sejak awal tahapan reklamasi telah mendapat penentangan dari berbagai kalangan. Nelayan Mariso dengan advokasi dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan, dalam beberapa tahun terakhir secara aktif menyuarakan protes namun kemudian menjadi kesia-siaan.

Bagi Direktur Eksekutif Walhi Sulsel Muhammad Al Amin, keputusan pihak penyelenggaran F8 Makassar 2019 yang memilih CPI sebagai titik lokasi event menjadi bentuk ketidakpedulian terhadap nasib masyarakat pesisir, terkhusus nelayan yang merasakan dampak minor atas kehadiran CPI. "Menjadi sangat tidak etis, menyelenggarakan aktivitas hingar bingar di CPI dengan anggaran milliaran rupiah padahal ada penderitaan nelayan yang terus meminta perbaikan dan pemulihan," katanya.

Kondisi tersebut dinilai bakal menjadi pemicu gejolak sosial, terutama kalangan nelayan yang memang merasakan dampak atas kehadiran kawasan reklamsi di Losari. Pada aspek lain, perhelatan F8 yang dibuka Jumat (11/10/2019) malam menjadi titik paling memprihatinkan untuk keberpihakan pada kelestarian ekologi pesisir Kota Makassar, terutama kehidupan nelayan.

"Gejolak-gejolak yang bisa dihindari mestinya menjadi perhatian panitia penyelenggara F8, jangan sampai di tengah-tengah penyelenggaran event ada aksi demonstrasi nelayan yang justru pada akhirnya bisa menimbulkan gesekan. Itu yang harusnya dihindari," papar Al Amin.

Untuk F8 Makassar 2019 ini, panitia penyelenggara dilakukan oleh pihak swasta melalui PT Festival Delapan Indonesia setelah Pemkot Makassar memutuskan untuk melepas event tersebut dengan sederet pertimbangan. Belakangan diketahui bahwa pihak swasta tersebut dimotori oleh mantan Wali Kota Makassar periode 2014-2019, Mohammad Ramdhan Pomanto, yang juga adalah inisiator dari F8.

Jika dirunut ke belakang, F8 sudah diselenggarakan sejak 2016 silam atas prakarsa Ramdhan Pomanto selaku Wali Kota Makassar, di mana konsep awalnya hendak memadukan delapan unsur industri kreatif yakni Festival, Fashion, Food, Fiction Writers & Fonts, Fine Art, Folks, Flora & Fauna dan Film. Tetapi seiring berjalannya waktu, event tersebut hanya menjadi ajang gegap gempita dan menyisakan sejumlah persoalan, termasuk kemacetan luar biasa di kawasan Pantai Losari.

Kondisi tersebut akhirnya menjadi salah satu alasan Pemkot Makassar untuk melepas event F8 pada tahun ini, di samping adanya kebijakan rasionalisasi dan optimalisasi anggaran belanja daerah. Pj Wali Kota Makassar Iqbal Suhaeb mengemukakan, alokasi anggaran 2019 yang sebelumnya untuk F8 sebesar Rp3,8 miliar akan dialihkan untuk program prioritas yang lebih menyentuh kebutuhan mendasar warga kota, mencakup infrastruktur hingga program sosial lainnya.

"Apalagi selama ini belum ada riset terkait penyelenggaraan F8 untuk perekonomian kota, terutama yang terkait industri kreatif. Multiplier effect-nya belum termaktub secara ilmiah, kalkulasi produktifnya tidak bisa dipertanggungjawabkan secara rill. Karena pencapaian selama ini, hanya sebatas klaim dan sebatas estimasi saja," tuturnya.

Kendati demikian, lanjut dia, event F8 masih memungkinkan diselenggarakan oleh Pemkot Makassar pada 2020 mendatang jika telah tersaji data-data rill terkait manfaat event tersebut terhadap perekonomian, terutama pariwisata serta industri kreatif maupun sektor lainnya.

Dalam beberapa siaran persnya, Direktur PT Festival 8 Indonesia, Sofyan Setiawan mengatakan opening F8 Makassar 2019 akan dimeriahkan oleh Coklat Band dan Hiroaki Kato. “Kami akan berupaya memberikan yang terbaik selama tiga hari full di F8 Makassar. Apalagi berbagai fasilitas untuk memudahkan masyarakat hadir ke acara ini sudah kami siapkan,” kata dia.

“Jika tidak punya smartphone atau botol, pengunjung akan dikenakan denda senilai 20.000. Denda tersebut sebagai edukasi kepada masyarakat bahwa betapa pentingnya sampah yang bisa diolah kembali agar bisa jadi uang. Disamping itu bisa sebagai edukasi pengurangan penggunaan plastik di Indonesia,” ujarnya.

Bagikan

Related Stories