Drama Pencopotan Dirut Bank Sulselbar, Cerminan Gubernur Nurdin Abai Parameter Perbankan

Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah.

KENDATI tengah berada dalam performa yang meyakinkan, Gubernur Nurdin Abdullah selaku Pemegang Saham Pengendali (PSP) Bank Sulselbar tetap mengambil keputusan krusial untuk mencopot Direktur Utama BPD milik pemda se-Sulsel dan Sulbar tersebut.

Layaknya yang terjadi pada sejumlah BUMN, langkah pencopotan posisi direktur utama yang dilakukan Nurdin Abdullah seakan menjadi drama lantaran tidak memiliki paramater yang jelas.

Menurut sanga gubernur yang menjabat setahun lalu itu, keputusan pencopotan menjadi keinginan para pemegang saham Bank Sulselbar dalam hal ini seluruh kepala daerah di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.

“Pemegang saham menginginkan pemberhentian Dirut,” terangnya usai RUPS LB Bank Sulselbar di Four Points by Sheraton, Rabu (4/9/2019).

Namun, Nurdin Abdullah tidak menjelaskan detail alasan keputusan tersebut dan tetap menegaskan bahwa hal itu merupakan hasil RUPS LB serta kesepakatan para pemegang saham.

Sebagai informasi, BPD Sulselbar sejatinya mampu mencatatkan indikaotr kinerja yang moncer seperti aset yang tumbuh hingga 24,53 persen secara year to date menjadi sebesar Rp 25,6 triliun atau mencapai 17 persen dari total aset industri perbankan di Sulsel pada semester I/2019.

Demikian pula kinerja penghimpunan dana, fungsi intermediasi yang atraktif dengan level NPL sangat terjaga hingga merealisasikan dgitalisasi layanan serta finalisasi izin status bank devisa.

“Kita tinggal menunggu jawaban Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk bisa mendapat izin. Kesiapan menjadi bank devisa, seperti software, sarana pendukung seperti server, hingga SDM telah disiapkan,” terang Dirut Bank Sulselbar Andi Muhammad Rahmat.

Upaya untuk mengurus bank devisa itu cukup cepat, karena Bank Sulselbar cuma butuh waktu kurang lebih 9 bulan. Sementara, bank-bank lain bisa butuh waktu hingga dua tahun.

Selain pemberhentian Andi Muhammad Rahmat, RUPS LB juga mengusulkan satu nama calon Komisaris Utama yang akan menggantikan Ellong Tjandra.

Untuk diketahui, periode jabatan Ellong Tjandra akan berakhir pada Januari 2020 mendatang.

Satu-satunya calon Komisaris Utama yang diusulkan untuk mengikuti fit and proper test tersebut adalah Sekretaris Provinsi Sulsel Abdul Hayat Gani.

Adapun serangkaian drama yang terjadi pada RUPS LB Bank Sulselbar itu menjadi sebuah elemen kejutan yang dilakukan Gubernur Nurdin Abdullah seperti yang dilakukan Menteri Rini Soemarno pada sejumlah BUMN. 

Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) menilai unsur kejutan dalam perubahan susunan direksi adalah imbas ketidakpatuhan terhadap aturan.

Satu prinsip utama dalam tata kelola perusahaan yang baik adalah perlakuan setara antara pemegang saham.

Ketua KNKG Mas Achmad Daniri mengatakan bahwa perlakuan setara termasuk dalam mendapatkan informasi, tidak boleh terjadi informasi asimetri di antara pemegang saham.

“Perlindungan pemegang saham minoritas harus menjadi pertimbangan utama bagi perusahaan dalam setiap proses pengambilan keputusan strategis, termasuk dalam penyelenggaraan RUPS [rapat umum pemegang saham],“ katanya.

Dia melanjutkan bahwa perusahaan terbuka tunduk kepada berbagai peraturan, seperti UU Perseroan Terbatas, UU Pasar Modal, peraturan Otoritas Jasa Keuangan dan peraturan Bursa Efek Indonesia. Dengan demikian perusahaan terbuka wajib memenuhi semua ketentuan yang melingkupi perusahaan tanpa kecuali.

Satu di antaranya adalah ketentuan penyelenggaraan RUPS dalam Peraturan OJK No. 32/POJK.04/2014 tentang Rencana dan Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka Pasal 8 ayat 1.

Di dalamnya disebutkan bahwa perusahaan terbuka wajib terlebih dahulu menyampaikan pemberitahuan mata acara rapat kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 5 hari kerja sebelum pengumuman RUPS, dengan tidak memperhitungkan tanggal pengumuman RUPS.

Dalam Pasal 8 ayat 2 disebutkan bahwa mata acara rapat sebagaimana dimaksud pada wajib diungkapkan secara jelas dan rinci.

Selanjutnya POJK No. 32/POJK.04/2014 secara spesifik mewajibkan perusahaan terbuka untuk menyampaikan mata acara rapat secara rinci kepada OJK. Pasal 8 ayat 3 mengatur bahwa dalam hal terdapat perubahan mata acara rapat sebagaimana dimaksud pada ayat 2.

“Dengan tersedianya mata acara RUPS secara rinci dapat dipastikan potensi terjadinya kejutan dalam penyelenggaraan RUPS dapat diminimalisir,” kata Achmad.

Bagikan

Related Stories