Cicilan KPR Harus Berdasarkan Gaji, Ini Contoh Perhitungannya

BRI telah menyalurkan KPRS sebesar Rp14,65 triliun kepada 107 ribu debitur di seluruh Indonesia hingga akhir Agustus 2025. (BRI)

MAKASSARINSIGHT.com - Kredit Pemilikan Rumah (KPR) masih menjadi pilihan utama bagi para pekerja untuk memiliki hunian, terutama di kota-kota besar yang harga propertinya terus naik setiap tahun. 

Namun di balik kemudahan skema cicilan, pengambilan KPR membutuhkan perhitungan finansial yang cermat agar cicilan tidak berubah menjadi beban jangka panjang. 

Banyak kasus menunjukkan, kesalahan dalam menghitung kemampuan finansial dapat membuat seseorang kewalahan membayar cicilan, bahkan berisiko mengalami kredit macet.

Baca Juga: 

Bagi kebanyakan pekerja, membeli rumah secara tunai hampir mustahil dilakukan karena harga properti yang tinggi. Karena itu, KPR menjadi solusi paling realistis. 

Meski demikian, sebelum mengambil keputusan besar, pemahaman tentang kondisi keuangan pribadi menjadi kunci utama. Tanpa kalkulasi yang tepat, cicilan justru bisa menggerus penghasilan bulanan dan mengganggu kebutuhan pokok.

Banyak orang terjebak dalam euforia memiliki rumah sendiri hingga lupa menghitung kemampuan finansial secara objektif. Padahal kesalahan kecil dalam perhitungan dapat berdampak pada masalah keuangan bertahun-tahun ke depan. 

Bank dan lembaga keuangan sebenarnya sudah memberikan panduan batas aman, namun sering diabaikan. Itulah sebabnya, menghitung kemampuan KPR berdasarkan gaji perlu dilakukan sejak awal, bahkan sebelum menyiapkan uang muka.

Dilansir dari berbagai sumber, Senin, 8 Desember 2025, pada dasarnya, besar kecilnya cicilan KPR dipengaruhi oleh beberapa faktor utama seperti harga rumah, besaran uang muka, tenor kredit, serta tingkat suku bunga. 

Bank umumnya menerapkan standar batas maksimal cicilan sebesar 30% dari penghasilan bulanan. Contohnya, dengan gaji Rp6 juta per bulan, cicilan yang dianggap aman oleh bank tidak boleh lebih dari Rp1,8 juta. 

Batasan ini diterapkan agar nasabah masih memiliki ruang finansial untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa harus terbebani kewajiban cicilan yang terlalu besar.

Baca Juga: 

Selain harga rumah dan uang muka, tenor atau jangka waktu kredit memegang peran penting. Tenor yang panjang memang membuat cicilan bulanan lebih ringan, tetapi total bunga yang harus dibayar menjadi lebih besar. 

Sebaliknya, tenor pendek membuat cicilan lebih tinggi tetapi total bunga lebih kecil. Sementara itu, suku bunga tetap dan mengambang juga memengaruhi stabil tidaknya cicilan, terutama di tahun-tahun berikutnya. 

Nasabah juga harus memperhitungkan biaya tambahan seperti asuransi kebakaran, asuransi jiwa kredit, administrasi bank, dan biaya notaris, yang sering kali tidak sedikit.

Banyak calon pembeli rumah hanya fokus pada besar cicilan awal tanpa mempertimbangkan potensi kenaikan bunga setelah masa fixed rate berakhir.

Selain itu, mereka sering mengabaikan biaya hidup sehari-hari, cicilan lain seperti kendaraan atau pinjaman konsumtif, serta pentingnya dana darurat.

Pakar keuangan menekankan bahwa KPR sebaiknya diambil ketika kebutuhan pokok, proteksi finansial seperti asuransi, dan dana darurat sudah terpenuhi dengan baik.

Contoh Perhitungan KPR 

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, berikut simulasi lengkap perhitungan KPR berdasarkan gaji dan skema kredit bank pada umumnya.

Misalkan seseorang memiliki gaji Rp8 juta per bulan, lalu ingin membeli rumah dengan harga Rp300 juta. Ia menyiapkan uang muka (DP) Rp60 juta, sehingga jumlah kredit yang harus diambil adalah Rp240 juta.

Dengan asumsi suku bunga fixed 8% di 3 tahun pertama dan bunga floating 11% setelahnya, serta memilih tenor 20 tahun, berikut gambaran cicilannya,

Pada tiga tahun pertama dengan bunga tetap, cicilan berada di kisaran Rp2,010.000 – Rp2,150.000 per bulan. Angka ini sebenarnya sudah sedikit mendekati batas aman 30% dari penghasilan, yaitu Rp2,4 juta untuk gaji Rp8 juta. 

Baca juga : Aplikasi Saham AS Robinhood Ekspansi ke RI, Target Operasi 2026

Namun setelah masa fixed rate berakhir dan bunga mengambang naik menjadi 11%, cicilan dapat meningkat menjadi Rp2,400.000 – Rp2,650.000 per bulan. Inilah risiko yang sering membuat banyak nasabah “kaget” karena cicilan naik cukup signifikan.

Jika tenor dipersingkat menjadi 15 tahun, cicilan pada masa bunga tetap akan naik ke kisaran Rp2,600.000 – Rp2,750.000, namun total bunga yang dibayar hingga lunas menjadi jauh lebih kecil. 

Sebaliknya, jika tenor diperpanjang menjadi 25 tahun, cicilan bisa turun menjadi sekitar Rp1,750.000 – Rp1,900.000, tetapi total bunga yang harus dibayar akan jauh lebih besar.

Melalui contoh ini terlihat bahwa memilih tenor, memahami bunga tetap dan mengambang, serta menghitung beban cicilan terhadap penghasilan sangat penting untuk menghindari masalah keuangan di masa depan.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Muhammad Imam Hatami pada 08 Dec 2025 

Editor: Isman Wahyudi
Bagikan
Isman Wahyudi

Isman Wahyudi

Lihat semua artikel

Related Stories