Banjir Makassar, Tata Ruang yang Kacau dan Amduradul Disebut Ikut Penyebab

Banjir

Banjir yang terjadi di Kota Makassar membuat banyak warga terdampak. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Makassar mencatat 6.102 jiwa harus mengungsi karena banjir sejak 6 hingga 8 Desember.

Menurut Peneliti dan Pengamat Tata Ruang pada Ma'REFAT INSTITUTE (Makassar Research for Advance Transformation) Sulawesi Selatan, Mohammad Muttaqin Azikin, banjir di Makassar adalah persoalan klasik yang hingga kini belum dituntaskan pemerintah.

"Kerjaan pemerintah kita dalam menangani banjir ini seringkali bersifat parsial. Misalnya nanti mau masuk musim hujan baru sibuk urusi gali sedimen drainase. Itu hanya sebagian kecil, tapi bukan yang utama," kata Muttaqin kepada media, Sabtu (11/12/2021).

Muttaqin bilang, upaya itu sebenarnya bukan tidak penting. Namun, pemerintah seharusnya bisa lebih fokus mengurusi persoalan yang lebih mendasar sehingga banjir ini bisa teratasi. Dia menyebut, akar persoalan banjir sejak dulu di Kota Makassar adalah tata ruang. "Ini persoalan alih fungsi ruang," ucapnya.

Muttaqin menjelaskan, dalam tata ruang ada tiga syarat utama yang jadi rujukan untuk menghindari bencana hidrologi, khususnya banjir. Yaitu tahap perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian tata ruang.

"Yang bermasalah di pemerintah itu di pemanfaatan dan pengendalian tata ruanganya," jelasnya.

Bahkan kata Muttaqin, dari tiga tahapan itu yang menurutnya paling lemah adalah pengendalian. Dia mencotohkan tempat yang sedianya menjadi resapan air seperti di kawasan Tallasa City, Kecamatan Tamalanrea, kini dialihfungsikan sebagai lokasi pembangunan. Mulai dari perumahan hingga proyek bersifat komersialisasi lainnya.

"Jadi ada tadinya wilayah yang tidak bisa dibanguni karena dia masuk sebagai area resapan, ini kok justru dibanguni. Apakah karena berhadapan dengan pemodal, pengembang besar misalnya yang mau menguasai ruang itu. Itu yang seharusnya tidak dibiarkan oleh pemerintah," kata Muttaqin.

Muttaqin merujuk kepada fakta lapangan yang terjadi. Kata dia, salah satu dari sekian wilayah, khususnya di Kecamatan Tamalanrea yang kerap kebanjiran, disebabkan tempat meresapnya air sudah tidak ada lagi.

"Makanya jangan heran kalau tiap tahun kebanjiran. Bahkan kalau seperti ini terus Makassar akan lebih parah di tahun-tahun mendatang," ucapnya.

Volume air banjir dikhawatirkan meningkat bahkan meluas menggenangi tempat lain bila, pemerintah tidak sesegara mungkin mengambil langkah tegas dalam pengendalian tata ruang. "Sejak 2019 ini sudah berulang terus. Ini bisa saya sebut sebagai tragedi karena persoalan berlarut yang tidak ada jalan keluarnya," terangnya.

Muttaqin memberikan masukan sekaligus mengingatkan kepada pemerintah agar merujuk dalam aturan dalam proses pembangunan khususnya tata ruang. Pemerintah, katanya, mesti merujuk aturan sebagaimana yang tertuang di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

"Terapkan aturan dengan benar kalau misalnya memang betul-betul serius menghadapi. Memang bukan pekerjaan mudan, satu atau dua bulan karena aturan yang seharusnya dulu-dulu dilaksanakan justru terkesan diabaikan karena kepentingan itu tadi makanya dampaknya sekarang nyata," imbuhnya.

Berikutnya lanjut Muttaqin, normalisasi kanal yang ada di Kota Makassar. Salah satu caranya adalah, dengan mengeruk sedimen yang menumpuk di dasar. "Itu kanal-kanal tidak pernah dikeruk, ada pun dikeruk hanya bersifat temporer bukan berkala atau tidak secara rutin dilakukan pengerukannya," kata dia.

Tetakhir kata Muttaqin adalah, menyediakan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Kehadiran RTH dianggap penting karena sangat berfungsi meresap air ke dalam tanah. "RTH Makassar cuman 7 persen, sementara aturan penataan ruang menyebutkan harus 20 persen untuk publik. Jangankan 20, 10 pesen saja tidak pernah sampai," dia melanjutkan.

Tags banjirBagikan

Related Stories