Apa Itu Fenomena Sell in May and Go Away di Pasar Saham?

Karyawan beraktivitas di dekat layar monitor pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di kantor Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Rabu, 6 April 2022. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia (trenasia.com)

MAKASSARINSIGHT.com – Perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia pada pekan kedua Mei 2024 lebih pendek dibandingkan pekan-pekan biasannya. Hal ini disebabkan adanya hari libur nasional peringatan Kenaikan Yesus Kristus pada Kamis, 9 Mei 2024, dan Cuti Bersama pada Jumat, 10 Mei 2024.

Sebelum libur panjang, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Rabu, 9 Mei 2024, indeks composite terpantau bergerak di kisaran 7.071 hingga 7.164. Sementara itu, IHSG ditutup dengan pelemahan 34,81 poin atau minus 0,49% ke level 7.088. 

Dengan demikian, IHSG selama satu minggu terakhir telah mengalami pelemahan 2,01%, dan dalam satu bulan terakhir minus 1,61%. Demikian pula, sepanjang tahun ini, IHSG telah mengalami penurunan sebesar 2,53% dari level tertinggi yang dicapai pada 13 Maret 2024, yaitu 7.435.

Baca Juga: 

Pelemahan ini dapat dikaitkan dengan fenomena "Sell in May and Go Away" yang telah menjadi bagian penting dari kalender investor di pasar saham seluruh dunia. Ini menggambarkan pola historis di mana investor cenderung menjual saham mereka pada bulan Mei dan kembali masuk ke pasar pada bulan Oktober.

Asal usul frasa ini berasal dari pepatah lama di pasar saham Inggris pada awal abad ke-20, yang mengatakan "Sell in May and go away, come back on St. Leger's Day." St. Leger's Day adalah hari terakhir dari festival balap kuda di Inggris, yang biasanya berlangsung pada bulan September.

Artinya, para investor di masa lalu akan menjual saham mereka pada bulan Mei untuk menghindari potensi kerugian selama musim panas yang seringkali dianggap sepi dalam perdagangan saham, dan kemudian kembali lagi ke pasar pada bulan September setelah festival balap kuda berakhir.

Apakah fenomena ini masih relevan hingga sekarang? Meskipun fenomena "Sell in May and Go Away" berasal dari konteks historis yang spesifik, banyak analis masih memperhatikan pola ini dalam perdagangan saham modern. Alasannya sebagai berikut;

Musim Liburan dan Aktivitas Ekonomi

Bulan Mei sering kali merupakan awal dari musim liburan musim panas di banyak negara, di mana aktivitas ekonomi dapat melambat. Ini dapat menyebabkan likuiditas pasar yang rendah dan volatilitas yang tinggi, yang membuat beberapa investor memilih untuk keluar dari pasar.

Perilaku Investor

Meskipun bukan aturan yang pasti, banyak investor cenderung mengikuti tren dan pola pasar. Fenomena "Sell in May and Go Away" telah menjadi bagian dari psikologi pasar, di mana keputusan investor dipengaruhi oleh harapan dan prasangka pasar.

Baca Juga: 

Perubahan Musiman

Beberapa industri dan sektor ekonomi mengalami fluktuasi musiman yang dapat mempengaruhi kinerja saham. Misalnya, sektor pariwisata mungkin mengalami kenaikan selama musim panas, sementara sektor energi dapat dipengaruhi oleh permintaan listrik yang berubah karena musim.

Meskipun bukan aturan yang pasti, pola historis ini tetap menjadi faktor yang dipertimbangkan oleh banyak investor dalam mengelola portofolio mereka.

Namun, keputusan investasi harus selalu didasarkan pada analisis yang cermat terhadap kondisi pasar dan tujuan investasi individu, bukan hanya mengikuti tren historis semata.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Alvin Pasza Bagaskara pada 10 May 2024 

Editor: Isman Wahyudi
Bagikan
Isman Wahyudi

Isman Wahyudi

Lihat semua artikel

Related Stories