Selasa, 22 Desember 2020 20:12 WIB
Penulis:Rizal Nafkar
Permukiman warga di Kecamatan Manggala, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, direndam banjir. Hampir 2 ribu keluarga terpaksa mengungsi.
Banjir mulai merendam rumah warga sejak Minggu (20/12) kemarin. Banjir terjadi setelah hujan deras yang mengguyur kawasan tersebut sejak Sabtu (19/12).
Tim dari Basarnas pun kemudian melakukan evakuasi. Warga diminta pindah ke lokasi pengungsian.
Ketinggian air banjir di Perumnas Antang, Manggala, mencapai 2 meter. Banjir bahkan nyaris sampai atap rumah.
Kasi Operasi Basarnas Sulsel Muh Rizal mengatakan tim terus melakukan evakuasi warga yang masih bertahan di lantai 2 rumahnya. Warga selanjutnya dievakuasi ke lokasi pengungsian menggunakan perahu karet.
"Semua rumah-rumah sudah pada kosong, hanya sebagian warga yang bertahan untuk menjaga barang-barang," kata Kasi Operasi Basarnas Sulsel Muh Rizal, Selasa (22/12/2020).
Sebanyak 1.917 kepala keluarga (KK) mengungsi akibat banjir di 4 kelurahan di Kecamatan Manggala.
"Di Manggala itu kurang lebih 1.917 KK (yang harus mengungsi)," ujar Camat Manggala Ansar Umar saat dimintai konfirmasi detikcom, Senin (21/12).
Sebanyak 1.917 KK yang mengungsi berasal dari Kelurahan Antang, Tamangapa, Batua, dan Kelurahan Manggala. Para warga yang terdampak banjir itu menjadikan masjid sebagai tempat mengungsi.
"Kalau mengungsi macam-macam, mengungsi di masjid, ada juga yang mengungsi ke keluarganya," kata Ansar.
"Ada juga mengungsi yang nanti mau pi makan baru datang di masjid, posko-posko lainnya," sambung Ansar.
Ansar menjelaskan empat kelurahan yang kini terdampak banjir itu memang merupakan wilayah-wilayah rawan banjir.
"Di Manggala itu kan ada 5 titik rawan, 4 kelurahan itu sekarang (yang terdampak, yakni) Antang, Batua, Manggala, Tamangapa. Kelurahan Bangkala juga sekarang, cuma bagian belakang (masih sebagian)," jelas Ansar.
Ansar mengatakan titik banjir yang paling parah terjadi di Blok 8 dan Blok 10 Perumnas Antang. Ketinggian air di wilayah tersebut mencapai 2 meter.
"Di sini kan sudah puluhan tahunan (jadi wilayah langganan banjir) dan kadang 4 hari 5 hari bahkan 1 minggu baru surut. Bahkan di sana kan sampai bulanan dia baru surut betul," jelas Ansar.
Sebagai langkah penanganan awal, lanjut Ansar, kini telah terdapat 2 posko utama yang digunakan sebagai tempat koordinasi hingga tempat menyiapkan konsumsi warga yang jadi korban banjir. Sudah terdapat pula dokter-dokter yang siaga di lokasi pengungsian, termasuk memantau penerapan protokol kesehatan (prokes) COVID-19.
"Dan paling utama juga kan kesehatannya, kepala puskesmas kan sudah rutin juga di lapangan," katanya.
Terakhir, SAR gabungan diterjunkan secara rutin ke rumah-rumah warga yang terendam banjir agar warga yang belum dievakuasi bisa segera dievakuasi.
"Cuma itu kan dilematis juga di lapangan. Kadang orang tidak mau tinggalkan rumahnya karena barangnya. Pak RT RW sudah berusaha membujuk tidak mau, nanti pi kepepet baru mencari bantuan. Dia tunggu mungkin airnya, bilang turun ji, turun ji," pungkas Ansar.