Pemprov Sulsel Muluskan LKPj APBD 2021 Lewat Perkada, Dewan Sebut Potensi Melanggar Hukum

Senin, 01 Agustus 2022 17:12 WIB

Penulis:Isman Wahyudi

Editor:Isman Wahyudi

IMG_20220801_180843.jpg
Anggota Banggar DPRD Sulsel, Selle KS Dalle (Dok. Humas DPRD Sulsel)

HUBUNGAN antara Pemerintah Provinsi dan DPRD Sulsel makin renggang pasca persetujuan Ranperda Laporan Keuangan Pertanggungjawaban (LKPj) APBD 2021 menemui jalan buntu.

Pasalnya Pemprov Sulsel diduga hendak memuluskan Ranperda LKPj APBD 2021 melalui Peraturan Gubernur atau Perkada. Bukan melalui Peraturan Daerah (Perda) yang disetujui bersama DPRD Sulsel.

Padahal subtansi persetujuan bersama antara Pemprov dan DPRD Sulsel terkait LPKj APBD 2021 
untuk menetapkan jumlah dana Silpa (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran 2021).  Mengingat  dana silpa tersebut nantinya menjadi indikator untuk APBD Perubahan 2022.

Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sulsel, Selle KS Dalle mengungkapkan, bahwa berdasarkan data yang ada, sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Pemerintah Provinsi telah melakukan perubahan parsial.

Dengan adanya perubahan parsial tersebut secara tidak langsung ditengarai  telah menggunakan dana Silpa. Padahal sejatinya dana Silpa hanya dapat digunakan di APBD Perubahan.

Menurut Selle, langkah Pemprov   jelas bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Di mana dalam PP itu tertuang dalam pasal 69 bahwa perubahan Perda APBD menjadi Perkada hanya bisa dilakukan ketika situasi darurat dan mendesak.

" Ini masalah besar, kalau misalnya tidak bisa dijelaskan secara baik penggunaan anggaran itu. 
Ini adalah tata kelola pemerintahan, ada mekanisme yang harus kita hargai, ada sistem mesti kita rujuk secara baik, khususnya dalam pengelolaan keuangan tidak boleh seenaknya. Hanya dengan menerbitkan peraturan gubernur enak-enaknya menggunakan anggaran, " sorot Selle.

Anggota Komisi E DPRD Sulsel ini mengaku, telah mengingatkan beberapa OPD yang menjadi mitranya. Pasalnya, jika dana Silpa digunakan melalui Peraturan Gubernur sebelum masuk APBD Perubahan berpotensi terjadi masalah hingga melanggar hukum. 

"Banyak dinas yang seperti itu. Beberapa OPD kita bilang, kalau ada APBD lalu perubahan yang Anda sudah lakukan melalui peraturan gubernur terkait perubahan parsial kita akomodir tidak ada masalah. Tetapi APBD Perubahan tidak diakomodir siapa mau ganti uangnya. Ini berpotensi masalah, " sorotnya lagi.

Diungkapkan legislator Demokrat ini, niat Gubernur Sulsel,  Andi Sudirman Sulaiman menggunakan Perkada memuluskan LKPj APBD 2021 sangat keliatan. Apalagi, Pemprov  tidak mengusulkan diadakannya rapat paripurna ulang  persetujuan penandatangan  bersama DPRD Sulsel terkait Ranperda LKPj APBD 2021 hingga batas deadline, 1 Agustus 2022.

"Keliatannya Pak Gubernur beserta Tim-nya sudah tidak punya etikad baik lagi untuk melakukan penandatanganan bersama atas Ranperda Laporan  Pertanggungjawaban  APBD 2021, dia lebih memilih Perkada," ucap Selle.

"Karena sampai hari ini tidak ada usulan untuk kita paripurna ulang. Nah itu tadi rentetannya, kalau dia lakukan Perkada, sementara sebelumnya melakukan parsial, berarti sejak awal dia persiapkan  Perkada. Seenak - enaknya penggunaan anggaran. Itu saya bilang, ini  penyalahgunaan kewenangan pengelolaan keuangan daerah, masalah ini, " ungkap Selle.

Diketahui, permasalahan LKPj APBD Sulsel 2021  berawal ketika pimpinan DPRD Sulsel menolak melakukan penandatangan bersama Sekretaris Provinsi, Abdul Hayat Gani selaku Pelaksana harian (Plh) Gubernur.

Pasalnya Abdul Hayat Gani tidak mendapat surat mandat dari Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman untuk menandatangani LKPj APBD 2021. Saat itu, Sudirman sedang cuti untuk melaksanakan ibadah haji.

Surat mandat itu dianggap penting bagi pimpinan DPRD Sulsel. Sebab sesuai regulasi  Abdul Hayat Gani hanya boleh mewakili Gubernur tetapi  sifatnya rutin. Sementara  terkait dengan kebijakan anggaran, kebijakan strategis lainnya diatur oleh undang-undang.

DPRD Sulsel juga berulang kali  mengingatkan  Sudirman Sulaiman agar memberikan surat resmi kepada Plh untuk menandatangani dokumen LKPj APBD 2021. Namum hingga rapat paripurna berlangsung, 20 Juli 2022 lalu, surat mandat  tak kunjung  diperlihatkan.

Akibatnya, DPRD Sulsel menolak melakukan penandatangan persetujuan bersama LKPj APBD 2021.

Untuk mencari solusi, Banggar DPRD Sulsel sebenarnya sudah melakukan konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada Senin, 25 Juli 2022.   Konsultasi itu, Banggar menemui  Direktur Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Kemendagri, Horas Maurits Panjaitan.  

Konsultasi tersebut sekaitan dengan deadline persetujuan LKPj APBD Sulsel 2021 yang jatuh 20 Juli 2022. Hasil konsultasi itu, ternyata deadline  mengacu pada hari kerja bukan kalender  sesuai Peraturan Pemerintah Nomor  12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang tertuang dalam pasal 1 ayat 85.

"Jadi kalau berhitung hari kerja, harusnya tanggal 1 Agustus deadline-nya, " kata Ketua Harian Banggar DPRD Sulsel Irwan Hamid kepada wartawan melalui sambungan telepon belum lama ini.

Tak hanya itu, berdasarkan informasi yang dihimpun, selepas Banggar DPRD Sulsel melakukan konsultasi ke Kemendagri. Diam - diam  
Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TPAD) Pemprov Sulsel sehari kemudian membawa draf Ranperda LKPj APBD 2021 ke Kemendagri.

Sontak sikap Pemprov Sulsel ini kian membuat geram DPRD Sulsel. Mengingat DPRD Sulsel telah memiliki etikad baik untuk melakukan konsultasi ke Kemendagri dengan tujuan diadakan paripurna ulang persetujuan LKPj APBD 2021 tersebut.

"Kita akan rapat internal di fraksi Demokrat untuk menyatakan sikap," tegas Selle KS Dalle menandaskan.

Dikonfirmasi terkait polemik ini, Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman belum memberikan jawaban. ***