Jumat, 14 Maret 2025 13:04 WIB
Penulis:Isman Wahyudi
Editor:Isman Wahyudi
MAKASSARINSIGHT.com - Ketua Bawaslu Sulsel, Mardiana Rusli diadili di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait dugaan pelanggaran etik. Sebelumnya, Mardiana dilaporkan ke DKPP atas dugaan pelanggaran etik dalam proses pilkada Jeneponto, kali ini dia diadukan lagi terkait pelaksanaan pilkada Tana Toraja.
DKPP menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) untuk Perkara Nomor 321-PKE-DKPP/XII/2024 digelar di Kantor KPU Provinsi Sulawesi Selatan, Kota Makassar, Jumat (14/3/2025). Sidang ini menangani pengaduan Ruben Embatau terhadap dua teradu, yaitu Theofilus Lias Limongan (Anggota Bawaslu Kabupaten Tana Toraja) dan Mardiana Rusli (Ketua Bawaslu Provinsi Sulawesi Selatan). Keduanya diduga melanggar prinsip jujur, tertib, dan profesional dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.
Baca Juga:
Ruben Embatau, sebagai pengadu, mendalilkan bahwa Theofilus menyampaikan informasi tidak benar terkait 801 pemilih yang berpotensi kehilangan hak pilih di Pilkada Kabupaten Tana Toraja 2024. Sementara itu, Mardiana Rusli diduga menyalahgunakan jabatannya dengan melakukan intimidasi terhadap KPU Kabupaten Tana Toraja dalam proses rekapitulasi Daftar Pemilih Sementara (DPS) tingkat provinsi.
Dalam sidang tersebut, Theofilus menyampaikan eksepsi bahwa pengaduan Ruben dianggap kabur karena tidak menjelaskan secara jelas kedudukan pengadu sebagai pihak yang dirugikan. Theofilus menegaskan bahwa informasi yang disampaikan tentang 801 pemilih yang berpotensi kehilangan hak pilih berdasarkan data dan fakta, serta sesuai dengan prinsip jujur dan tertib sesuai Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017. Ia juga menjelaskan bahwa rilis berita ke media lokal merupakan bentuk pertanggungjawaban publik atas pengawasan pemutakhiran data pemilih.
Sementara itu, Mardiana Rusli membantah tuduhan intimidasi terhadap KPU. Ia menjelaskan bahwa tindakannya sesuai dengan tugas pengawasan berdasarkan Peraturan Bawaslu Nomor 10 Tahun 2024 dan Keputusan KPU Nomor 799 Tahun 2024 tentang penyusunan daftar pemilih. Mardiana mengakui bahwa dirinya memukul meja saat rapat pleno, namun hal itu dilakukan secara refleks karena merasa terancam saat dikelilingi oleh anggota KPU. Ia menegaskan bahwa dinamika rapat pleno, termasuk perdebatan, adalah hal yang wajar dan tidak bermaksud mengintimidasi.
Mardiana juga menyebut bahwa Ruben Embatau bukan peserta resmi dalam Rapat Pleno Rekapitulasi DPS tingkat Provinsi, sehingga tidak mengetahui dinamika yang terjadi. Selain itu, hak memilih Ruben telah terpenuhi di TPS 001, Desa Leatung, Kabupaten Tana Toraja, sehingga tidak ada kerugian materil atau immateril yang dialami.
Pihak terkait KPU Provinsi Sulawesi Selatan menyatakan bahwa kasus 801 pemilih baru disampaikan pada tingkat provinsi. Mereka meminta data pendukung dari Bawaslu Tana Toraja, namun data tersebut tidak kunjung diberikan hingga pelaksanaan Rapat Pleno DPS Tingkat Provinsi. Beberapa sampling dilakukan, dan hasilnya tidak terbukti bahwa 801 pemilih tersebut kehilangan hak pilih.
Ketua Bawaslu Tana Toraja, Elis Bua Mangesa, mengaku bahwa Bawaslu tidak memberikan tanggapan saat rapat pleno penetapan DPS karena sebelumnya telah membacakan imbauan. Elis baru mengetahui kasus 801 pemilih pada tanggal 11 Agustus 2024 malam.
Baca Juga:
KPU Kabupaten Tana Toraja menjelaskan bahwa mereka telah melaksanakan Rapat Pleno Terbuka Penetapan DPS pada 10 Agustus 2024 di Hotel Pantan Makale. Bawaslu Tana Toraja menyampaikan surat imbauan tentang 801 pemilih yang berpotensi kehilangan hak pilih, namun tidak menyertakan data pendukung. KPU Tana Toraja meminta data pendukung untuk verifikasi, namun data tersebut baru diterima pada 5 September 2024, dan 562 data pemilih tidak dapat diverifikasi karena ketidaklengkapan. KPU Tana Toraja menyimpulkan bahwa 801 pemilih yang diadukan tidak kehilangan hak pilih dan telah terdaftar sebagai pemilih baru dalam Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP).
Setelah mendengar keterangan dari saksi dan pertanyaan majelis kepada pihak teradu dan pihak terkait, sidang kemudian diskor untuk menunggu sdang lebih lanjut.
Sidang ini menjadi sorotan publik karena menyangkut integritas penyelenggaraan Pemilu 2024 di Sulawesi Selatan.(*)