Kasus Pengrusakan Ekosistem Mangrove Makassar, Harus Masuk Ranah Pidana

Senin, 04 Mei 2020 19:38 WIB

Penulis:Rizal Nafkar

Lantebung
Lantebung

Pengrusakan ekosistem mangrove di Lantebung, Kota Makassar, oleh salah satu perusahaan swasta pada pertengahan April masih terus menjadi titik perhatian berbagaia elemen. Berbagai pihak merespons cepat, termasuk Pemda, dan sejumlah aktivis di Kota Makassar.

Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH) Sulsel bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Makassar dan Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sulawesi langsung menerjunkan tim investigasi ke lokasi dan melakukan penyegelan.

“Kita lagi kumpulkan semua informasi dan data terkait, Mas. Saya kira perlu banyak kajian dan pengumpulan data dan fakta, untuk proses lebih lanjut. Kita tunggu saja informasinya,” ungkap Dodi Kurniawan, Kepala Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, dilansir dari laman Mongabay, Senin (4/5/2020).

Sebelumnya, DLH Kota Makassar bersurat ke Dinas Tata Ruang Kota Makassar, meminta penjelasan terkait posisi Lantebung dalam Rencana Pola Ruang Wilayah di RTRW Kota Makassar pada 21 April 2020.

Keesokan harinya, Dinas Tata Ruang memberi balasan yang pada intinya menjelaskan bahwa kawasan Lantebung masuk dalam kawasan lindung dengan arahan peruntukan Ruang Terbuka Hijau sesuai Perda Kota Makassar No.4/2015 tentang RTRW Kota Makassar.

“Kita sedang pelajari kasusnya,” ujar Andi Iskandar, Plt. Kepala DLH Kota Makassar.

Di hari yang sama terbitnya surat dari Dinas Tata Ruang ini, 22 April 2020, Pemprov Sulsel, menyurati Walikota Makassar yang berisi rekomendasi penanganan masalah ini.

Dalam surat yang ditandatangani Sekretaris Provinsi Sulsel Abdul Hayat ini antara lain berisi rekomendasi pemberian sanksi administrasi kepada PT. Tompo Dalle, dan segera menghentikan segala usaha dan/atau kegiatan pembukaan lahan mangrove tanpa adanya dokumen lingkungan dan izin lingkungan.

Pemprov juga meminta agar Pemkot melakukan pemasangan papan bicara di lokasi kegiatan perusahaan dan membuat Berita Acara Pemasangan Plang penyegelan lokasi, serta memerintahkan pelaku pengrusakan untuk melakukan pemulihan lingkungan.

Rekomendasi selanjutnya adalah meminta Pemkot melakukan pengamanan sempadan pantai di pesisir wilayah Kota Makassar. Khusus untuk kawasan Lantebung segera dilakukan penegasan tata batas dengan pemilik lahan.

Pemkot juga diminta melakukan koordinasi dengan Dinas Kehutanan Sulsel dan BPKH dalam rangka inventarisasi/penetapan kawasan lindung mangrove Lantebung.

“Proses administrasi dan perdata tidak menghalangi proses pidana apabila ditemukan adanya indikasi atau dugaan tidak pidana,” isi bagian akhir rekomendasi tersebut.

Sedangkan Muhammad Al Amin, Direktur Walhi Sulsel, menilai keberadaan rekomendasi tersebut sebagai titik terang penyelesaian kasus Lantebung.

“Sejak pengrusakan mangrove Lantebung diketahui publik, protes serta kecaman terus berdatangan terkhusus dari kalangan aktivis lingkungan hidup baik di Makassar maupun di nasional,” katanya.

Terkait surat dari Dinas Tata Ruang, Amin menilai informasi tersebut sebenarnya terlambat. Pemkot juga dinilai tak pernah melakukan upaya pencegahan dengan memasang papan informasi di dalam kawasan mangrove.

“Sehingga, kami minta agar pemerintah kota melakukan sosialisasi secara terbuka ke publik terkait status kawasan mangrove Lantebung,” katanya.

Terkait rekomendasi dari Pemprov, Amin menilai rekomendasi tersebut semakin memperkuat keyakinannya selama ini bahwa perbuatan pengrusakan mangrove di Lantebung adalah pelanggaran, walaupun berada di lahan yang diklaim oleh perusahaan.

“Dengan demikian, kami mendukung sepenuhnya rekomendasi tersebut untuk segera ditindaklanjuti, baik melalui penyegelan lokasi, pemberian sanksi administrasi, penghentian aktivitas dan merestorasi mangrove yang telah rusak.”

Amin selanjutnya mendesak Direktur Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Sulsel untuk menuntaskan penyelidikan dan melakukan penegakan hukum serta membongkar asal muasal penerbitan sertifikat tanah di sempadan pantai Lantebung tersebut.