Minggu, 23 Februari 2025 17:01 WIB
Penulis:Isman Wahyudi
Editor:Isman Wahyudi
MAKASSARINSIGHT.com - Hanya hitungan hari Ramadan akan segera tiba. Ramadan merupakan bulan yang sangat istimewa bagi umat Islam di seluruh dunia. Sebagai bulan penuh berkah, Ramadan memiliki makna dan keutamaan tersendiri yang menjadikannya begitu bernilai bagi setiap Muslim.
Umat Muslim di Indonesia memiliki tradisi tersendiri menyambut Ramadan yang dilakukan secara turun-temurun. Untuk itu, berikut beberapa tradisi menyambut Ramadan di Indonesia. Mari simak artikel berikut!
Berikut beberapa tradisi menyambut Ramadan di Indonesia:
Nyorog merupakan istilah dalam bahasa Betawi yang berarti mengantar, menghantarkan, atau mengirim. Dalam konteks ini, mengirim merujuk pada pemberian makanan kepada orang-orang yang lebih tua, seperti ayah, ibu, kakek, nenek, atau kerabat lainnya.
Dilansir dari Seni Budaya Betawi, seiring waktu, pelaksanaan tradisi ini juga menyesuaikan dengan situasi, misalnya saat bulan Ramadan.
Pada momen tersebut, orang yang lebih muda bersilaturahmi dengan membawa hantaran makanan kepada orang yang lebih tua sebagai bentuk penghormatan sekaligus pengingat akan datangnya bulan Ramadan.
Baca Juga:
Dilansir dari primata.ipb.ac.id, cucurak merupakan tradisi yang dilakukan masyarakat Kota Hujan, Jawa Barat. Biasanya, acara ini diadakan seminggu sebelum bulan Ramadan dimulai sebagai waktu untuk berkumpul. Entah itu berkumpul bersama keluarga besar, sahabat, atau teman-teman.
Dilansir dari budaya-indonesia.org, makanan khas dalam tradisi cucurak adalah nasi liwet. Nasi liwet yang disajikan biasanya diletakkan di atas daun pisang yang telah disusun memanjang atau melingkar, kemudian disantap bersama-sama dengan berbagai lauk pendamping.
Tradisi ini juga sering diisi dengan tausiyah yang membahas berbagai hal terkait puasa. Setelah itu, kegiatan dilanjutkan dengan obrolan santai atau bahkan berkeliling kota.
Tujuan utama dari tradisi ini adalah mempererat silaturahmi serta saling memaafkan agar saat memasuki bulan Ramadan, hati menjadi lebih bersih karena sudah saling memaafkan antar sesama.
Masyarakat Jawa khususnya di Jawa Tengah dan Yogyakarta, memiliki tradisi menyucikan diri dalam menyambut bulan suci Ramadan yang dikenal sebagai padusan. Padusan berasal dari kata adus, yang berarti mandi. Tradisi ini merupakan warisan turun-temurun dari leluhur yang bertujuan untuk mensucikan diri, baik secara lahir maupun batin.
Dilansir dari sonobudoyo.jogjaprov.go.id, padusan biasanya dilakukan sehari sebelum bulan Ramadan dimulai. Dalam pelaksanaannya, masyarakat berendam atau mandi di sumber mata air, umumnya dari siang hingga sore hari, sebagai simbol pembersihan diri sebelum menjalani ibadah puasa.
Marpangir merupakan tradisi mandi menggunakan rempah-rempah yang dilakukan oleh masyarakat Mandailing di Sumatera Utara menjelang bulan Ramadan. Sebagai warisan budaya leluhur, tradisi ini tetap dijaga dan dilestarikan hingga kini.
Dilansir dari NU Online, tujuan utama marpangir adalah membersihkan diri serta mengharumkan tubuh sebagai simbol penyambutan bulan suci dengan kesucian lahir dan batin.
Dilansir dari kemenparekraf.go.id, masyarakat Sumatra Barat memiliki tradisi khusus dalam menyambut bulan Ramadan, yaitu Malamang. Tradisi ini dilakukan dengan penuh kegembiraan melalui pembuatan lemang, makanan tradisional khas daerah tersebut.
Di balik kesederhanaannya, Malamang memiliki makna mendalam, yakni mempererat kebersamaan dan memperkuat hubungan sosial di antara masyarakat Minangkabau.
Dilansir dari bandaacehkota.go.id, Aceh sebagai daerah dengan mayoritas penduduk Muslim, memiliki berbagai tradisi yang masih dilestarikan hingga kini. Salah satu tradisi khas yang dilakukan adalah meugang.
Dalam bahasa Aceh, kata gang berarti pasar. Pada hari-hari biasa, pasar cenderung sepi, namun menjelang bulan Ramadan, Idulfitri, dan Iduladha, masyarakat berbondong-bondong mendatangi pasar. Hal ini melahirkan istilah Makmu that gang nyan yang berarti makmur sekali pasar itu, atau Makmeugang.
Baca Juga:
Mattunu Solong merupakan tradisi masyarakat Polewali Mandar, Sulawesi Barat, dalam menyambut Ramadan. Tradisi ini dilakukan dengan menyalakan pelita tradisional yang dibuat dari buah kemiri, kemudian ditumpuk dengan kapuk dan dililitkan pada potongan bambu. Pelita tersebut dipasang di berbagai tempat, seperti pagar, halaman, anak tangga, pintu masuk, hingga dapur.
Dilansir dari kemenparekraf.go.id, menurut kepercayaan, Mattunu Solong bertujuan untuk memperoleh keberkahan dari Sang Pencipta dalam menyambut bulan suci. Selain itu, tradisi ini juga menjadi bentuk doa dan permohonan agar diberikan kesehatan serta umur panjang, sehingga dapat menjalankan ibadah puasa dengan lancar.
Itu dia beberapa tradisi menyambut Ramadan di Indonesia. Semoga bermanfaat!
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Distika Safara Setianda pada 23 Feb 2025