Dugaan Mafia Tanah dan Mafia Peradilan di Balik Eksekusi Gedung Hamrawati Makassar

Kamis, 13 Februari 2025 15:35 WIB

Penulis:Rizal Nafkar

Gedung Hamrawati Dirobohkan di Tengah Dugaan Mafia Tanah dan Mafia Peradilan
Alat berat meratakan Gedung Hamrawati di Makassar, menjadi saksi bisu eksekusi lahan yang penuh kontroversi (IST)

MAKASSARINSIGHT.com - Eksekusi lahan di Jalan A.P. Pettarani, Makassar, yang berujung pada pembongkaran Gedung Hamrawati dan sembilan ruko di sekitarnya, kembali mengungkap dugaan praktik mafia tanah dan mafia peradilan yang merajalela di Indonesia. Di balik sengketa ini, muncul pertanyaan besar: Apakah keadilan benar-benar ditegakkan, atau ada kepentingan tertentu yang bermain di balik layar? 

Pengadilan Negeri (PN) Makassar pada Kamis (13/2/2025) mengeksekusi lahan yang telah menjadi objek sengketa hukum sejak 2018. Namun, eksekusi ini tidak berjalan mulus. Ratusan warga dan penghuni ruko yang mengaku sebagai pemilik sah lahan menolak pengosongan dan melakukan perlawanan. Mereka memblokade jalan, membakar ban, serta melempari petugas dengan batu. 

Aparat kepolisian yang berjumlah sekitar 1.000 personel dikerahkan untuk mengamankan eksekusi. Kericuhan pecah saat massa bertahan di lokasi meskipun telah diberikan peringatan untuk meninggalkan bangunan. Polisi akhirnya menggunakan water cannon untuk membubarkan massa, sementara alat berat mulai meratakan bangunan yang ada di lokasi. 

Panitera PN Makassar, Sapta Putra, menyatakan bahwa pelaksanaan eksekusi berjalan dengan lancar. "Eksekusi ini telah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku dan merupakan bagian dari penegakan hukum yang harus dihormati," ujarnya. 

Adapun jasus sengketa Lahan Gedung Hamrawati bermula dari gugatan Andi Baso Matutu, yang mengklaim sebagai ahli waris dari Andi Tjinjing Karaeng Lengkese. Ia menggugat kepemilikan lahan yang selama 78 tahun dikuasai oleh ahli waris Hamat Yusuf.
Namun, dalam proses hukum yang berjalan, Andi Baso Matutu sempat divonis bersalah karena menggunakan surat keterangan tanah palsu untuk memperkuat klaimnya. Ia dijatuhi hukuman penjara, tetapi sengketa lahan tetap berlanjut dan akhirnya berujung pada eksekusi oleh PN Makassar. 

"Bagaimana mungkin seseorang yang terbukti melakukan pemalsuan dokumen tetap memenangkan sengketa di pengadilan? Ini jelas menunjukkan adanya mafia peradilan yang bermain," ujar perwakilan keluarga Hamat Yusuf, Muhammad Alif Hamat Yusuf sembari menuding adanya intervensi di dalam sistem hukum. 

Kasus ini menambah daftar panjang praktik mafia tanah di Indonesia, di mana pihak yang memiliki jaringan kuat dan dukungan finansial lebih besar sering kali memenangkan sengketa lahan meskipun bukti kepemilikan mereka lemah. 

Putusan PN Makassar yang memenangkan pihak penggugat dan mengeksekusi lahan yang telah dikuasai selama puluhan tahun memunculkan dugaan adanya mafia peradilan. Sejumlah pihak menduga bahwa keputusan ini dipengaruhi oleh pihak tertentu yang memiliki kepentingan atas lahan strategis tersebut.
"Ini bukan hanya soal tanah, tetapi tentang bagaimana hukum bisa diperjualbelikan. Mereka yang punya akses dan uang bisa membelokkan keadilan sesuai dengan kepentingannya," ujar seorang aktivis agraria di Makassar. 

Dugaan praktik mafia peradilan ini semakin kuat jika melihat kasus serupa di Makassar. Pada 2023, Mahkamah Agung menolak kasasi seorang terdakwa pemalsuan surat lahan bekas kebun binatang Makassar, Ernawati Yohanis, dan menguatkan hukuman 4 tahun penjara terhadapnya. Kasus ini menunjukkan bahwa pemalsuan dokumen untuk menguasai lahan bukanlah hal baru di kota ini. 

Menurut data Pengadilan Negeri Makassar, sekitar 80 persen perkara perdata yang mereka tangani merupakan sengketa tanah. Ini menunjukkan lemahnya sistem administrasi pertanahan di Indonesia, yang sering kali menjadi celah bagi mafia tanah untuk bermain. 

Keluarga ahli waris Hamat Yusuf menyatakan akan terus memperjuangkan hak mereka. Mereka berencana membawa kasus ini ke tingkat yang lebih tinggi dan mendesak pemerintah untuk mengusut tuntas dugaan keterlibatan mafia tanah dan mafia peradilan dalam putusan yang mereka anggap tidak adil ini.
"Kami tidak akan diam. Kami akan meminta keadilan, meskipun itu berarti melawan sistem yang sudah korup ini," tegas Salahuddin Hamat Yusuf, salah satu ahli waris yang terdampak eksekusi. 

Kasus Gedung Hamrawati ini menjadi cerminan nyata bahwa mafia tanah dan mafia peradilan masih mengakar kuat di Indonesia. Tanpa reformasi hukum yang tegas, kasus serupa akan terus berulang, dan masyarakat kecil akan selalu menjadi korban ketidakadilan.