Kamis, 25 April 2024 19:01 WIB
Penulis:Isman Wahyudi
Editor:Isman Wahyudi
MAKASSARINSIGHT.com, JAKARTA—PT Bank Rakyat Indonesia (Tbk) BBRI berencana memperketat kriteria portofolio pinjaman. Hal itu menjadi bagian strategi perusahaan dalam menghadapi kenaikan inflasi sertaa suku bunga acuan.
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) Sunarso mengatakan BRI memperhatikan potensi untuk naiknya inflasi dan suku bunga dalam menavigasi strategi. “Ada rasio likuiditas juga,” ujarnya dalam konferensi pers Paparan Kinerja Kuartal I 2024, Kamis, 25 April 2024.
Sunarso mengatakan kondisi tersebut menimbulkan biaya tinggi dari sisi biaya dana (cost of fund). Biaya itu bakal berpengaruh terhadap kualitas kredit dan lainnya. Setiap perbankan perlu punya kemampuan simulasi dalam mengelola risiko domestik maupun global.
“Simulasinya kami buat beberapa kemungkinan yang dimatrikan dengan tingkat risiko. Perkiraaan sampai di kuartal kedua, kami berada di risiko tinggi potensi pertumbuhan moderat,” tutur Sunarso. Pihaknya menyatakan hingga Juni 2024 BRI tetap harus ekspansi kredit tapi moderat.
Baca Juga:
Meski demikian, BRI akan memperketat portofolio pinjaman. Dengan kata lain, kriteria-kriteria untuk menyalurkan kredit akan diperketat oleh BRI. Perusahaan juga akan memonitor rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) secara cermat. “Simulasi dan stress test perlu dilakukan secara berkala.”
Stress test adalah pengujian daya tahan untuk menentukan batas kritis dalam suatu kondisi kritis. Lebih lanjut, BRI akan menjaga cakupan bunga atau interest coverage ratio (ICR). Sunarso mengatakan BRI harus memperhaikan rasio pencadangan (NPL Coverage Ratio) daam level tinggi jika terjadi pemburukan kualitas aset.
Dia menjelaskan sangat penting untuk bank-bank membuat stress test secara bulanan, tidak hanya per kuartal dalam menghadapi kondisi ekonomi saat ini. “Yang paling penting bahwa bank sudah perlu membentuk namanya unit banking crisis center untuk menguji simulasi,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Divisi Riset Bursa Efek Indonesia (BEI) Verdi Ikhwan mengatakan tantangan yang dihadapi perbankan saat ini adalah risiko inflasi di era suku bunga tinggi. Selain itu, ada risiko perlambatan ekonomi global.
Perlambatan ekonomi China dan era suku bunga tinggi berpotensi menyebabkan kenaikan cost of funds sehingga dapat membatasi pertumbuhan kredit. Ketiga, kenaikan imbal hasil instrumen safe haven. Meningkatnya ketidakpastian ekonomi global mendorong investor mengalihkan kepemilikan asetnya dari aset yang berisko tinggi menuju aset yang bersifat safe haven.
Baca Juga:
Keempat, adanya tensi geopolitik. Eskalasi konfik geopolitik di Timur Tengah dapat menyebabkan terganggunya rantai pasok giobal sehingga berpotensi terjadi inflasi harga komoditas penting dunia dan perlambatan ekonomi global.
Kelima, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) melambat. DPK perbankan tumbuh lebih lambat dibandingkan pertumbuhan penyaluran kredit per Februari 2024. Hal tersebut berimplikasi pada kenaikan Loan to Depost Ratio (LDR) atau pengetatan likulditas sehingga menyebabkan kenaikan biaya dana.
BRI sendiri baru saja mencatatkan keberhasilan dengan mencapai laba bersih konsolidasi yang berjumlah Rp15,88 triliun pada kuartal pertama tahun 2024. Pertumbuhan ini menunjukkan kenaikan sebesar 2,47% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Peningkatan laba bank ini didorong oleh kenaikan pendapatan bunga bersih atau Net Interest Income (NII) yang mencapai Rp35,95 triliun, meningkat sebesar 9,7% dibandingkan dengan kuartal pertama tahun sebelumnya.
"Pencapaian tersebut membuat BRI tetap optimis dengan kinerja ke depan dan akan lebih fokus kepada tantangan domestik,” papar Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto. Meski demikian, terdapat penurunan tipis pada margin bunga bersih atau Net Interest Margin (NIM) BBRI yang turun sebesar 8 basis poin, dari 6,67% pada kuartal I tahun 2023 menjadi 6,59% pada kuartal I tahun 2024.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Chrisna Chanis Cara pada 25 Apr 2024